Menu

TQN PP.Suryalaya

 



Berkah dan Tabarruk dalam al-Quran

Kita sebagai seorang muslim yang meyakini akidah Tauhid pasti meyakini bahwa Allah swt. adalah Pencipta (Khaliq) dan Pengatur (Rab) alam semesta. Dengan kesempurnaan absolut (mutlak) yang Dia miliki, Dia menciptakan dan mengatur alam semesta. Segala yang ada di alam semesta ini tiada yang tidak tercipta dariNya. Oleh karenanya, tidak satupun yang berada di alam ini pun tidak tergantung kepada-Nya, termasuk dalam kelangsungan eksistensi dan hidupnya.
Allah swt Pemilik segala otoritas kesempurnaan.
Dalam al-Quran, penggunaan kata ‘berkah’ sering akan kita jumpai. Sebagaimana dalam pembahasan syafa’at,
ilmu ghaib dan sebagainya, secara mendasar dan murni (esensial) berkah dan pemberian berkah hanya berasal milik dan hak priogresif Allah swt. semata. Oleh karenanya, kita jumpai ayat-ayat yang menyatakan bahwa Allah swt. memberikan berkah kepada makhluk-makhluk-Nya.
Contoh ayat-ayat yang Allah swt. telah memberkati seseorang, sehingga berkah itu terdapat pada diri pribadipribadi yang diberkati tersebut:

 Berkaitan dengan Nabi Nuh as beserta pengikutnya, Allah swt berfirman:
“Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu…” (QS Hud: 48).
 Berkaitan dengan Nabi Ibrahim as Allah swt berfirman:
“Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: “Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya..” (QS an-Naml: 8).
 Berkenaan dengan Nabi Ishak as Allah swt berfirman:
“Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq…” (QS as-Shaafat: 113).
 Berkenaan dengan Nabi Isa as Allah swt berfirman:
“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja Aku berada…” (QS Maryam: 31).
Sedang ayat-ayat yang menyatakan bahwa ada beberapa tempat yang telah diberikan berkah oleh Allah swt sehingga tempat itu menjadi tempat yang sakral, seperti:
 Allah swt. telah memberi berkah kepada Masjidil Haram di Makkah:
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (QS Aali Imran: 98).
Allah swt telah memberi berkah kepada Masjidil Aqsha di Palestina:
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tandatanda (kebesaran) kami…” (QS al-Isra’: 1).
 Allah swt telah memberi berkah kepada lembah Aiman:
“Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah Aiman pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu…” (QS al-Qoshosh: 30).
Dan terkadang yang menjadi obyek berkah Ilahi adalah sesuatu (benda) sampai pada pohon dan waktu.
Sebagai contoh:
 Allah swt. telah memberikan berkah kepada al-Qur’an:
“Dan Al-Qur’an itu adalah Kitab yang Kami turunkan yang diberkati, Maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat” (QS al-An’am: 155).
 Allah swt telah memberikan berkah kepada pohon zaitun:
“Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya)…” (QS an-Nur: 35).
 Allah swt telah memberkahi air hujan:
“Dan Kami turunkan dari langit air yang diberkati lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan bijibiji tanaman yang diketam” (QS Qof: 9).
 Allah swt telah memberkati waktu malam dimana al-Qur’an turun (lailatul Qadar):
“Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi..” (QS ad-Dukhon: 3).
Setelah mengetahui obyek-obyek berkah Ilahi maka mungkin saja timbul pertanyaan; bagaimana para umat terdahulu, apakah mereka juga mengambil berkah?
Allah swt. dalam al-Qur’an menjelaskan hal tersebut seperti yang dicantumkan dalam ayat-ayat berikut:
 Dalam surat al-Baqarah ayat 248 Allah swt telah mengisahkan tentang pengambilan berkah Bani Israil terhadap Tabut (peti) yang didalamnya tersimpan barang-barang sakral milik kekasih Allah, Nabi Musa as.
Allah swt berfirman:
“Dan nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah
kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman”.
Menurut riwayat, ‘Peti’ itu adalah peti dimana nabi Musa waktu bayi telah di letakkan oleh ibunya ke sungai Nil dan mengikuti aliran sungai sehingga di temukan oleh istri Fira’un, untuk diasuh. Para Bani Israil mengambil peti itu sebagai obyek untuk mencari berkah (tabarruk). Setelah Nabi Musa as meninggal dunia, peti itu disimpan oleh washi (patner) beliau yang bernama Yusya’, dan di dalamnya disimpan beberapa peninggalan Nabi Musa yang masih berkaitan dengan tanda-tanda kenabian Musa. Setelah sekian lama, Bani Israil tidak lagi mengindahkan peti tersebut, hingga menjadi bahan mainan anak-anak di jalan-jalan. Sewaktu peti itu masih berada di tengah-tengah mereka, Bani Israil masih terus dalam kemuliaan. Namun setelah mereka mulai melakukan banyak maksiat dan tidak lagi mengindahkan peti itu, maka Allah swt. menyembunyikan peti tersebut dengan mengangkatnya ke langit. Sewaktu mereka diuji dengan kemunculan Jalut mereka mulai merasa gunda Kemudian mereka mulai meminta seorang Nabi yang diutus oleh Allah swt ketengah-tengah mereka. Allah swt. mengutus Tholut. Melalui dialah para malaikat pesuruh Allah mengembalikan peti yang selama ini mereka remehkan.
Az-Zamakhsari dalam menjelaskan apa saja barang-barang yang berada di dalam peti itu menyatakan: “Peti itu adalah peti Taurat. Dahulu, sewaktu Musa berperang (melawan musuh-musuh Allah) peti itu diletakkan di barisan paling depan sehingga perasaan kaum Bani Israil merasa tenang dan tidak merasa gunda…adapun firman Allah yang berbunyi ‘dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun’ , berupa sebuah papan bertulis, tongkat beserta baju Nabi Musa (as) dan sedikit bagian dari kitab Taurat” (Lihat Tafsir al-Kasyaf jilid 1 halaman 293).
Mengenai Tabut itu, Ibnu Katsir didalam kitab Tarikh-nya mengetengahkan keterangan yang ditulis oleh Ibnu Jarir sebagai berikut:
“Mereka yakni ummat yang disebut dalam ayat diatas setiap berperang melawan musuh selalu memperoleh kemenangan berkat tabut yang berisi Mitsaq (Taurat). Dengan tabut yang berisi sisa-sisa peninggalan keluarga Nabi Musa dan Nabi Harun itu Allah swt. menciptakan ketenangan bagi mereka dalam menghadapi musuh. Selanjutnya Ibnu Katsir mengatakan, bahwa Tabut itu terbuat dari emas yang selalu dipergunakan untuk mencuci (membersihkan) hati para Nabi”. (Al-Bidayah Wan-Nihayah jilid II hal. 8).
 Dalam Tafsir-nya Ibnu Katsir juga mengatakan, bahwa didalam Tabut itu berisi tongkat Nabi Musa, tongkat Nabi Harun, dua buah lembaran Taurat dan pakaian Nabi Harun. Sementara orang mengatakan didalam Tabut itu terdapat sebuah tongkat dan sepasang terompah.(Tafsir Ibnu Katsir, jilid I hal. 313).
 Al-Qurthubi mengatakan: “bahwa Tabut itu diturunkan Allah kepada Nabi Adam as. dan disimpan turuntemurun hingga sampai ketangan Nabi Ya’qub as., kemudian pindah tangan kepada Bani Israil. Berkat tabut itu orang-orang Yahudi selalu menang dalam peperangan melawan musuh, tetapi setelah mereka berbuat durhaka kepada Allah, mereka dapat dikalahkan oleh kaum ‘Amaliqah dan tabut itu berhasil dirampas dari tangan mereka (kaum Yahudi)”. (Tafsir Al-Qurthubi jilid III/248).
Lihatlah, betapa Nabi yang diutus oleh Allah swt. kepada Bani Israil itu telah memerintahkan kepada Bani Israil untuk tetap menjaga peninggalan Nabi Musa dan Nabi Harun berupa peti dengan segala isinya yang mampu memberikan ketenangan pada jiwa-jiwa mereka. Pemberian ketenangan melalui peti itu tidak lain karena Allah swt telah memberikan berkah khusus kepada peninggalan kedua Nabi mulia tersebut. Sehingga sewaktu Bani Israil tidak lagi mengindahkan peninggalan yang penuh barakah itu maka Allah swt menguji mereka dan tidak lagi memberkahi mereka. Ini sebagai bukti betapa sakral dan berkahnya peninggalan itu, dengan izin Allah swt.
Ummat yang disebut dalam ayat diatas selalu bertawassul atau bertabarruk dengan Tabut yang mereka bawa kemana-mana dan selalu menang didalam setiap peperangan. Apa yang dilakukan oleh umat itu ternyata tidak dicela atau dipersalahkan oleh Allah swt.
 Dalam ayat lain Allah menjelaskan tentang pengambilan berkah seorang pribadi mulia seperti Nabi Ya’qub  a.s. terhadap baju putranya, Nabi Yusuf as. Allah swt berfirman: “Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku (baju Nabi Yusuf) ini, lalu letakkanlah dia kewajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku” (QS Yusuf: 93).
Dalam kisah itu, saudara-saudara Nabi Yusuf telah melaksanakan perintah saudaranya itu. Ayah Nabi Yusuf (Nabi Ya’qub) yang buta akibat selalu menangisi kepergian Yusuf pun akhirnya pulih penglihatannya karena diusap oleh baju Yusuf. Itu semua berkat barakah yang dicurahkan oleh Allah swt. kepada baju/gamis Yusuf.
 Az-Zamakhsyari kembali dalam kitab tafsir-nya menjelaskan tentang hakekat baju Yusuf dengan mengatakan: “Dikatakan: itu adalah baju warisan yang dihasilkan oleh Yusuf dari permohonan (do’a). Baju itu datang dari Sorga. Malaikat Jibril telah diperintahkan untuk membawanya kepada Yusuf. Di baju itu tersimpan aroma sorgawi yang tidak ditaruh ke orang yang sedang mengidap penyakit kecuali akan disembuhkan. (Tafsir al-Kasyaf jilid 2 hal. 503).
Tentu sangat mudah bagi Allah swt. untuk mengembalikan penglihatan Nabi Ya’qub tanpa melalui proses pengambilan berkah semacam itu. Namun harus kita ketahui hikmah dibalik itu. Terkadang Allah swt. menjadikan beberapa benda menjadi ‘sumber berkah’ agar menjadi ‘sebab’ untuk mencapai tujuan yang dikehendaki-Nya. Selain karena Allah swt. juga menginginkan agar manusia mengetahui bahwa terdapat benda-benda, tempat-tempat, waktu-waktu dan pribadi-pribadi yang memiliki kesakralan karena mempunyai kedudukan khusus dimata Allah swt., sehingga semua itu dapat menjadi ‘sarana’. Allah swt. memberkati orang untuk mencapai kesembuhan dari penyakit, pengkabulan do’a, pensyafa’atan dalam pengampunan dosa, dan lain sebagainya.

Jika para Nabi biasa memiliki kemuliaan semacam itu, lalu bagaimana dengan benda-benda (seperti: mihrab dan mimbar....), tempat (seperti: rumah, masjid dan makam...), waktu (seperti: peringatan hari wafat, kelahiran/maulud, perkawinan, hijrah, Isra’-Mi’raj..) dan mengenang keutamaan (melalui bacaan kitab Burdah, Maulid Diba’, Barzanji ...) yang berkaitan langsung dengan pribadi agung seperti Rasulullah saw., penghulu para Nabi dan Rasul, makhluk Allah yang paling sempurna, sebagai- mana yang telah dicantumkan dalam berbagai ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits shohih?

(bersambung ke bagian III)

sumber: everyoneweb.com/tabarruk/ 

Posting Komentar

 
Top