Berkah dan
Tabarruk dalam al-Quran
Kita sebagai
seorang muslim yang meyakini akidah Tauhid pasti meyakini bahwa Allah swt.
adalah Pencipta (Khaliq) dan Pengatur (Rab) alam semesta. Dengan kesempurnaan
absolut (mutlak) yang Dia miliki, Dia menciptakan dan mengatur alam semesta.
Segala yang ada di alam semesta ini tiada yang tidak tercipta dariNya. Oleh
karenanya, tidak satupun yang berada di alam ini pun tidak tergantung
kepada-Nya, termasuk dalam kelangsungan eksistensi dan hidupnya.
Allah swt
Pemilik segala otoritas kesempurnaan.
Dalam al-Quran,
penggunaan kata ‘berkah’ sering akan kita jumpai. Sebagaimana dalam pembahasan
syafa’at,
ilmu ghaib dan
sebagainya, secara mendasar dan murni (esensial) berkah dan pemberian berkah
hanya berasal milik dan hak priogresif Allah swt. semata. Oleh karenanya, kita
jumpai ayat-ayat yang menyatakan bahwa Allah swt. memberikan berkah kepada
makhluk-makhluk-Nya.
Contoh ayat-ayat
yang Allah swt. telah memberkati seseorang, sehingga berkah itu terdapat pada
diri pribadipribadi yang diberkati tersebut:
Berkaitan
dengan Nabi Nuh as beserta pengikutnya, Allah swt berfirman:
“Hai Nuh,
turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan
atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu…” (QS Hud: 48).
Berkaitan
dengan Nabi Ibrahim as Allah swt berfirman:
“Maka tatkala
dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: “Bahwa telah diberkati orang-orang
yang berada di api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya..” (QS
an-Naml: 8).
Berkenaan
dengan Nabi Ishak as Allah swt berfirman:
“Kami limpahkan
keberkatan atasnya dan atas Ishaq…” (QS as-Shaafat: 113).
Berkenaan
dengan Nabi Isa as Allah swt berfirman:
“Dan Dia
menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja Aku berada…” (QS Maryam:
31).
Sedang ayat-ayat
yang menyatakan bahwa ada beberapa tempat yang telah diberikan berkah oleh
Allah swt sehingga tempat itu menjadi tempat yang sakral, seperti:
Allah
swt. telah memberi berkah kepada Masjidil Haram di Makkah:
“Sesungguhnya
rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah
yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia”
(QS Aali Imran: 98).
Allah swt telah
memberi berkah kepada Masjidil Aqsha di Palestina:
“Maha Suci
Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil
Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tandatanda (kebesaran) kami…” (QS al-Isra’:
1).
Allah swt
telah memberi berkah kepada lembah Aiman:
“Maka tatkala
Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah Aiman
pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu…” (QS al-Qoshosh: 30).
Dan terkadang
yang menjadi obyek berkah Ilahi adalah sesuatu (benda) sampai pada pohon dan
waktu.
Sebagai contoh:
Allah
swt. telah memberikan berkah kepada al-Qur’an:
“Dan Al-Qur’an
itu adalah Kitab yang Kami turunkan yang diberkati, Maka ikutilah dia dan
bertakwalah agar kamu diberi rahmat” (QS al-An’am: 155).
Allah swt
telah memberikan berkah kepada pohon zaitun:
“Pelita itu di
dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,
yang
dinyalakan
dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak
di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya)…” (QS an-Nur:
35).
Allah swt
telah memberkahi air hujan:
“Dan Kami
turunkan dari langit air yang diberkati lalu Kami tumbuhkan dengan air itu
pohon-pohon dan bijibiji tanaman yang diketam” (QS Qof: 9).
Allah swt
telah memberkati waktu malam dimana al-Qur’an turun (lailatul Qadar):
“Sesungguhnya
kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi..” (QS ad-Dukhon: 3).
Setelah
mengetahui obyek-obyek berkah Ilahi maka mungkin saja timbul pertanyaan;
bagaimana para umat terdahulu, apakah mereka juga mengambil berkah?
Allah swt. dalam
al-Qur’an menjelaskan hal tersebut seperti yang dicantumkan dalam ayat-ayat
berikut:
Dalam
surat al-Baqarah ayat 248 Allah swt telah mengisahkan tentang pengambilan
berkah Bani Israil terhadap Tabut (peti) yang didalamnya tersimpan
barang-barang sakral milik kekasih Allah, Nabi Musa as.
Allah swt
berfirman:
“Dan nabi mereka
mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah
kembalinya tabut
kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari
peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang
beriman”.
Menurut riwayat,
‘Peti’ itu adalah peti dimana nabi Musa waktu bayi telah di letakkan oleh
ibunya ke sungai Nil dan mengikuti aliran sungai sehingga di temukan oleh istri
Fira’un, untuk diasuh. Para Bani Israil mengambil peti itu sebagai obyek untuk
mencari berkah (tabarruk). Setelah Nabi Musa as meninggal dunia, peti itu
disimpan oleh washi (patner) beliau yang bernama Yusya’, dan di dalamnya
disimpan beberapa peninggalan Nabi Musa yang masih berkaitan dengan tanda-tanda
kenabian Musa. Setelah sekian lama, Bani Israil tidak lagi mengindahkan peti
tersebut, hingga menjadi bahan mainan anak-anak di jalan-jalan. Sewaktu peti
itu masih berada di tengah-tengah mereka, Bani Israil masih terus dalam
kemuliaan. Namun setelah mereka mulai melakukan banyak maksiat dan tidak lagi
mengindahkan peti itu, maka Allah swt. menyembunyikan peti tersebut dengan
mengangkatnya ke langit. Sewaktu mereka diuji dengan kemunculan Jalut mereka
mulai merasa gunda Kemudian mereka mulai meminta seorang Nabi yang diutus oleh
Allah swt ketengah-tengah mereka. Allah swt. mengutus Tholut. Melalui
dialah para malaikat pesuruh Allah mengembalikan peti yang selama ini mereka
remehkan.
Az-Zamakhsari
dalam menjelaskan apa saja barang-barang yang berada di dalam peti itu
menyatakan: “Peti itu adalah peti Taurat. Dahulu, sewaktu Musa berperang
(melawan musuh-musuh Allah) peti itu diletakkan di barisan paling depan
sehingga perasaan kaum Bani Israil merasa tenang dan tidak merasa gunda…adapun
firman Allah yang berbunyi ‘dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun’
, berupa sebuah papan bertulis, tongkat beserta baju Nabi Musa (as) dan sedikit
bagian dari kitab Taurat” (Lihat Tafsir al-Kasyaf jilid 1 halaman 293).
Mengenai Tabut
itu, Ibnu Katsir didalam kitab Tarikh-nya mengetengahkan keterangan yang
ditulis oleh Ibnu Jarir sebagai berikut:
“Mereka yakni
ummat yang disebut dalam ayat diatas setiap berperang melawan musuh
selalu memperoleh kemenangan berkat tabut yang berisi Mitsaq (Taurat).
Dengan tabut yang berisi sisa-sisa peninggalan keluarga Nabi Musa dan Nabi
Harun itu Allah swt. menciptakan ketenangan bagi mereka dalam menghadapi musuh.
Selanjutnya Ibnu Katsir mengatakan, bahwa Tabut itu terbuat dari emas yang
selalu dipergunakan untuk mencuci (membersihkan) hati para Nabi”. (Al-Bidayah
Wan-Nihayah jilid II hal. 8).
Dalam
Tafsir-nya Ibnu Katsir juga mengatakan, bahwa didalam Tabut itu berisi tongkat
Nabi Musa, tongkat Nabi Harun, dua buah lembaran Taurat dan pakaian Nabi Harun.
Sementara orang mengatakan didalam Tabut itu terdapat sebuah tongkat dan
sepasang terompah.(Tafsir Ibnu Katsir, jilid I hal. 313).
Al-Qurthubi
mengatakan: “bahwa Tabut itu diturunkan Allah kepada Nabi Adam as. dan disimpan
turuntemurun hingga sampai ketangan Nabi Ya’qub as., kemudian pindah tangan kepada
Bani Israil. Berkat tabut itu orang-orang Yahudi selalu menang dalam peperangan
melawan musuh, tetapi setelah mereka berbuat durhaka kepada Allah, mereka dapat
dikalahkan oleh kaum ‘Amaliqah dan tabut itu berhasil dirampas dari tangan
mereka (kaum Yahudi)”. (Tafsir Al-Qurthubi jilid III/248).
Lihatlah, betapa
Nabi yang diutus oleh Allah swt. kepada Bani Israil itu telah memerintahkan
kepada Bani Israil untuk tetap menjaga peninggalan Nabi Musa dan Nabi Harun
berupa peti dengan segala isinya yang mampu memberikan ketenangan pada
jiwa-jiwa mereka. Pemberian ketenangan melalui peti itu tidak lain karena Allah
swt telah memberikan berkah khusus kepada peninggalan kedua Nabi mulia
tersebut. Sehingga sewaktu Bani Israil tidak lagi mengindahkan peninggalan yang
penuh barakah itu maka Allah swt menguji mereka dan tidak lagi memberkahi
mereka. Ini sebagai bukti betapa sakral dan berkahnya peninggalan itu, dengan
izin Allah swt.
Ummat yang
disebut dalam ayat diatas selalu bertawassul atau bertabarruk dengan Tabut yang
mereka bawa kemana-mana dan selalu menang didalam setiap peperangan. Apa yang
dilakukan oleh umat itu ternyata tidak dicela atau dipersalahkan oleh Allah
swt.
Dalam
ayat lain Allah menjelaskan tentang pengambilan berkah seorang pribadi mulia
seperti Nabi Ya’qub a.s. terhadap baju putranya, Nabi Yusuf as. Allah swt
berfirman: “Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku (baju Nabi Yusuf) ini,
lalu letakkanlah dia kewajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah
keluargamu semuanya kepadaku” (QS Yusuf: 93).
Dalam kisah itu,
saudara-saudara Nabi Yusuf telah melaksanakan perintah saudaranya itu. Ayah
Nabi Yusuf (Nabi Ya’qub) yang buta akibat selalu menangisi kepergian Yusuf pun
akhirnya pulih penglihatannya karena diusap oleh baju Yusuf. Itu semua berkat
barakah yang dicurahkan oleh Allah swt. kepada baju/gamis Yusuf.
Az-Zamakhsyari
kembali dalam kitab tafsir-nya menjelaskan tentang hakekat baju Yusuf
dengan mengatakan: “Dikatakan: itu adalah baju warisan yang dihasilkan
oleh Yusuf dari permohonan (do’a). Baju itu datang dari Sorga. Malaikat Jibril
telah diperintahkan untuk membawanya kepada Yusuf. Di baju itu tersimpan aroma
sorgawi yang tidak ditaruh ke orang yang sedang mengidap penyakit kecuali akan
disembuhkan. (Tafsir al-Kasyaf jilid 2 hal. 503).
Tentu sangat
mudah bagi Allah swt. untuk mengembalikan penglihatan Nabi Ya’qub tanpa melalui
proses pengambilan berkah semacam itu. Namun harus kita ketahui hikmah dibalik
itu. Terkadang Allah swt. menjadikan beberapa benda menjadi ‘sumber berkah’
agar menjadi ‘sebab’ untuk mencapai tujuan yang dikehendaki-Nya. Selain karena
Allah swt. juga menginginkan agar manusia mengetahui bahwa terdapat
benda-benda, tempat-tempat, waktu-waktu dan pribadi-pribadi yang memiliki
kesakralan karena mempunyai kedudukan khusus dimata Allah swt., sehingga semua
itu dapat menjadi ‘sarana’. Allah swt. memberkati orang untuk mencapai
kesembuhan dari penyakit, pengkabulan do’a, pensyafa’atan dalam pengampunan
dosa, dan lain sebagainya.
Jika para Nabi
biasa memiliki kemuliaan semacam itu, lalu bagaimana dengan benda-benda (seperti:
mihrab dan mimbar....), tempat (seperti: rumah, masjid dan makam...), waktu
(seperti: peringatan hari wafat, kelahiran/maulud, perkawinan, hijrah,
Isra’-Mi’raj..) dan mengenang keutamaan (melalui bacaan kitab Burdah, Maulid
Diba’, Barzanji ...) yang berkaitan langsung dengan pribadi agung seperti
Rasulullah saw., penghulu para Nabi dan Rasul, makhluk Allah yang paling
sempurna, sebagai- mana yang telah dicantumkan dalam berbagai ayat-ayat
al-Qur’an dan hadits-hadits shohih?
(bersambung ke
bagian III)
sumber: everyoneweb.com/tabarruk/
Posting Komentar
Posting Komentar