Tabarruk Para Sahabat dari Peninggalan Nabi
saw :
Untuk lebih menguatkan akan argumentasi
diperbolehkannya tabarruk dalam syari’at Nabi Muhammad saw, maka di sini akan
kita lanjutkan kajian kita pada telaah hadits-hadits yang menyebutkan bahwa
para Salaf Sholeh telah bertabarruk kepada peninggalan Rasul saw., setelah
wafat beliau. Dimana semua itu selama ini dianggap sebagai bentuk kesyirikan
oleh kaum yang mengaku-ngaku sebagai penghidup ajaran dan manhaj Salaf Sholeh.
Mari kita sama-sama perhatikan secara
teliti uraian hadits-hadits di bawah ini:
Diriwayatkan dari Muhammad bin Jabir,
berkata: “Aku mendengar ayahku berkisah tentang kakekku, bahwa beliau adalah
delegasi pertama Nabi dari Bani hanafiyah. Suatu saat kudapati dia menyiram
kepalanya dan berkata: ‘Duduklah wahai saudara penghuni Yamamah, siramlah
kepalamu!’. Aku siram kepalaku dengan air bekas siraman Rasulullah…maka aku
berkata: ‘Wahai Rasulullah, berilah aku potongan dari pakaianmu agar aku dapat
merasakan ketentraman’. Beliau saw. memberikannya kepadaku. Selanjutnya berkata
Muhammad bin Jabir: ‘Ayahku berkata bahwa kami biasa menyiramkannya buat orang
sakit untuk memohon kesembuhan’”. (Lihat: Al-Ishabah 2/102 huruf Sin bagian
pertama, tarjamah Sayawis Thalq al-Yamani nomer 3626)
Jika apa yang dimiliki Rasulallah sama dengan
milik kebanyakan orang, mengapa dia meminta kain Rasulallah untuk mendapat
ketentraman (isti’nas)? Dan buat apa air bekas siraman kepala Rasulallah itu
disimpan dan bahkan dijadikan sarana permohonan kesembuhan? Jika itu semua
masuk kategori syirik, maka selayaknya golongan pengingkar tidak perlu mengaku
sebagai penghidup ajaran dan manhaj Salaf Sholeh, tetapi penghidup ajaran
Khalaf Thaleh (lawan Salaf Sholeh).
Diriwayatkan dari Isa bin Thahman, berkata:
“Anas menyuruh untuk mengeluarkan sepasang sandal yang memiliki dua tali,
sedang kala itu aku berada di samping Anas. Aku dengar Tsabit al-Banani
berkata: ‘Itu adalah sandal Rasulallah’ ”. (Lihat: Shohih Bukhari 7/199, 4/101,
al-Bidayah wa an-Nihayah 6/6 dan Thabaqoot karya Ibnu Sa’ad 1/478)
Jika sandal Rasulallah sama dengan
sandal-sandal manusia lain yang tidak layak disimpan dan ditabarruki, buat apa
sahabat menyimpannya? Apakah sahabat kurang pekerjaan sehingga menyimpan sandal
yang sudah tidak dipakai, atau bahkan sudah rusak? Tentu ada hikmah dibalik
penyimpanan tersebut, salah satunya adalah untuk mengambil berkah dari Rasul,
melalui sandal beliau.
Dalam sebuah riwayat, Rasulallah bersabda:
“Barangsiapa yang bersumpah di atas mimbarku dan dia berbohong walaupun
terhadap selainnya maka selayaknya ia bersiap-siap mendapat tempat di neraka”
(Lihat: Musnad Ahmad bin Hanbal 4/357 hadits ke-14606 dan Fathul Bari 5/210).
Ini semua membuktikan bahwa betapa sakralnya
mimbar Rasulallah saw., menurut lisan Rasulallah sendiri, dan para sahabat pun
meyakini hal itu. Terbukti bahwa Zaid bin Tsabit takut untuk bersumpah di
mimbar Rasulallah saw. ketika menghukumi Marwan. (Lihat: Kanzul Ummal karya al-Muttaqi
al-Hindi al-Hanafi 16/697 hadits ke- 46389).
Bukan hanya itu, dalam sebuah riwayat yang
disampaikan oleh Yazid bin Abdullah bin Qoshith menjelaskan bahwa; “Aku melihat
para sahabat Nabi sewaktu hendak meninggalkan masjid, mereka menyentuh pucuk
mimbar yang menonjol yang (lantas dikemudian hari terletak) di sisi kanan kubur
kemudian mereka menghadap kiblat dan berdo’a” (Lihat: at-Thabaqot al-Kubra
1/254 tentang mimbar Rasulalllah).
Bahkan dalam riwayat Ibrahim bin Abdurrahman
bin Abdul Qori menyebutkan bahwa; “Beliau melihat Umar meletakkan tangannya ke
tempat duduk Nabi di atas mimbar, lalu mengusapkannya kewajahnya”. (Lihat:
atThabaqot al-Kubra 1/254 tentang mimbar Rasulallah dan ats-Tsuqoot karya Ibnu
Hibban halaman 9). Jika golongan pengingkar selalu menyatakan syirik buat
pengambilan berkah –dari para penziarah yang datang ke Masjid Nabawi di kota
Madinah dari mimbar Rasulallah, maka apakah layak kelompok ini mengaku
sebagai penghidup Sunah menurut ajaran Salaf Sholeh’? Ataukah mereka
lebih layak disebut sebagai ‘penghidup bid’ah menurut ajaran Khalaf Thaleh
? Guna mempersingkat tulisan maka kami hanya menyebutkan beberapa hadits
saja. Namun, di sini akan kita singgung beberapa riwayat beserta rujukannya
dengan harapan para pembaca yang budiman dapat merujuk kembali ke tekts
aslinya. Dalam beberapa riwayat dan hadits lain disebutkan bahwa, ada
beberapa hadits seperti yang membahas tentang Anas bin Malik yang dikubur
dengan tongkat Rasulallah saw. (al-Bidayah wa an-Nihayah 6/6); para sahabat mengambil
berkah dari cincin Rasulallah dengan meniru bentuknya (Shahih Bukhari 7/55;
Shohih Muslim 3/1656; an-Nasa’i 8/196; Musnad Ahmad bin Hanbal 2/96 hadits
ke-472); para sahabat yang mengambil berkah dari sarung Rasulallah dengan
memakainya secara bergilir dan dijadikannya kafan (Shahih Bukhari 7/189, 2/98,
3/80, 8/16; Sunan Ibnu Majah 2/1177; Musnad Ahmad bin Hanbal 6/456 hadits
ke-22318;Fathul Bari 3/144 tentang hadits 1277); Muawiyah bin Abi Sufyan yang
bersikeras membeli selendang Rasulallah untuk dibawa mati dan menjadi kafannya
(Tarikh Islam karya adz-Dzahabi 2/412; as-Sirah alHalabiyah 3/242;Tarikh
Khulafa’ karya as-Suyuthi hal:19); hadits Ummu Athiyah tentang kehadiran Rasul
ketika anak putrinya meninggal dan mengambil berkah dari sarungnya (Shohih Bukhari
2/74 kitab Jana’iz bab pemberian Kafur; Shohih Muslim 2/647; Musnad Ahmad 7/556
hadits ke-26752; Sunan an-Nasa’i 4/31 dan asSunan al-Kubra 3/547 bab 34 hadits
ke-6634 dan atau 4/6 bab 72 halaman 6764).
(bersambung ke bagian X )
sumber: everyoneweb.com/tabarruk/
Posting Komentar
Posting Komentar