Tabarruk
para Sahabat dari Tempat Shalat Nabi saw:
Dari Musa bin Uqbah, beliau berkata: “Aku melihat Salim bin Abdullah bingung
memilih tempat di jalanan untuk melaksanakan shalat. Dikatakan bahwa dahulu
ayahnya pernah melaksanakan shalat di tempat itu. Dan ia pernah melihat bahwa
Rasulallah saw. juga pernah melaksanakan shalat di tempat itu. Nafi’ berkata,
‘bahwa Ibnu Umar menjelaskan bahwa Rasulullah pernah melaksanakan shalat di
tempat-tempat itu’. Aku bertanyaepada Salim karena aku tak pernah melihat Salim
kecuali dia mengikuti Nafi’ dalam (memanfaatkan) semua tempat-tempat yang ada,
kecuali mereka berdua berbeda dalam pada tempat sujud (masjid) sebagaimana kemuliaan
alat putar penggiling (riha’)”. (Shohih Bukhari 1/130, Al-ishobah 2/349 pada
huruf ‘Ain’ pada bagian pertama, tarjamah Abdullah bin Umar, nomer 4834,
Al-Bidayah wa an-Nihayah 5/149 dan Kanzul Ummal karya Muttaqi al-Hindi
al-Hanafi 6/247)
Dari
hadits di atas itulah akhirnya Ibnu Hajar dalam mensyarahinya mengatakan; “Dari
Shoni’ bin Umar dapat diambil pelajaran tentang disunnah kannya mengikuti
peninggalan dan kesan Nabi untuk bertabarruk padanya”.
(Fathul
Bari 1/469; menurut as-Shorim: 108 dinyatakan bahwa Imam Malik menfatwakan;
‘Sunnah melakukan shalat di tempat-tempat yang pernah dibuat shalat oleh Nabi’.
Pernyataan yang sama juga terdapat di kitab alIsti’ab yang sebagai catatan kaki
dari Al-Ishabah tentang Abullah bin Umar).
Tetapi
pada kenyataannya, mengapa para muthawwi’ (rohaniawan sekte Wahabi) berusaha
menghalanghalangi para jama’ah haji yang ingin ber tabarruk dan melakukan
shalat di Gua Hira’ tempat menyendiri Rasulallah saw. yang beliau pakai untuk
beribadah dan shalat di sana, dengan alasan Rasulallah saw. Dan Salaf Sholeh
tidak pernah memberi contoh hal tersebut?
Ibnu Atsir berkata bahwa, ”Ibnu Umar adalah pribadi yang seringnya selalu
mengikuti kesan dan peninggalan Rasulullah saw., sehingga nampak beliau berdiam
di tempat (Rasulallah pernah berdiam di situ), dan melakukan shalat di tempat
yang Rasulallah pernah melakukan shalat di situ, dan sampai pohon yang pernah
disinggahi oleh Nabi saw. (untuk berteduh) pun di singgahinya, bahkan beliau
(Ibnu Umar) selalu menyiraminya agar tidak mati kekeringan”. (Lihat: Usud
al-Ghabah 3/340, terjemah Abdullah bin Umar, nomer 3080. Dan hal serupa –dengan
sedikit perbedaan redaksi– juga dapat dilihat dalam kitab Musnad Imam Ahmad bin
Hanbal 2/269 hadits ke-5968, Shohih Bukhari 3/140; Shohih Muslim 2/1981)
Apakah
tabarruk Ibnu Umar tersebut tergolong syirik dan berlebih-lebihan (kultus)
terhadap Rasulallah?
Apakah
mungkin pribadi mulia nan agung seperti Ibnu Umar melakukan perbuatan syirik
yang dicela oleh Rasulallah saw.? Jika ya, lantas kenapa para Salaf Sholeh
tidak pernah menegurnya, bukankah diamnya mereka berarti meridhoi hal yang
sesat? Beranikah golongan pengingkar menyatakan bahwa itu adalah Syirik?
Ataukah mereka terpaksa melegalkan perbuatan yang mereka anggap syirik itu?
Ataukah mereka ini akan memutar balik makna riwayat-riwayat yang berkaitan
Tabarruk sampai sesuai dengan pahamnya?
Dari Anas bin Malik; “Sesungguhnya Ummu Sulaim meminta agar Rasulallah datang
ke rumahnya dan melakukan shalat di rumahnya supaya ia dapat mengambilnya
(bekas tempat shalat Rasulallah) sebagai mushalla. Rasulallah pun datang. Dia
(Ummu Sulaim) sengaja memerciki tikar dengan air, kemudian Rasulallah
melaksanakan shalat di atasnya yang di-ikuti oleh beberapa sahabat lainnya”.
(Sunan an-Nasa’i jilid 1halaman 268 kitab masajid, bab 43 as-Sholat alal Hashir
hadits 816).
Dari Anas bin Malik; “Salah seorang pamanku membuat satu makanan, lalu berkata
kepada Nabi: ‘Aku ingin engkau datang ke rumahku untuk makan dan shalat’. Dan
(Anas) berkata: ‘Beliau saw. datang ke rumah sedang di rumah terdapat batu-batu
(hitam). Beliau dipersilahkan ke salah satu sudut yang telah dibersihkan.
Kemudian beliau saw. melakukan shalat, kami pun mengikutinya’ ”. (Sunan Ibnu
Majah jilid 1 halaman 249, kitab alMasajid, bab al-Masjid fi ad-Daur, hadits
756; dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 3 halaman 130 dengan dua sanad
atau dalam kitab Musnad Anas bin Malik hadits 11920)
Suatu saat, datang Atban bin Malik salah seorang sahabat Rasulallah dari
Anshar yang mengikuti perang Badr bersama Rasulallah saw. kepada Rasulallah
seraya berkata: ‘”Wahai Rasulullah, telah lemah penglihatanku, aku melakukan
shalat bersama kaumku. Jika hujan turun dan menggenangi lembah yang membentang
antara tempatku dengan tempat mereka sehingga aku tak dapat melakukan shalat
bersama mereka di masjid mereka ‘Wahai Rasulallah, aku mengharap engkau datang
mengunjungiku dan melaksanakan shalat di rumahku’. Rasululah saw bersabda
kepadanya: ‘Aku akan melaksanakannya, insyaAllah’. Atban berkata: Keesokan
harinya, di waktu siang, datanglah Rasulallah besama Abu Bakar. Kemudian
Rasulallah meminta izin kepadaku dan akupun memberikannya izin. Beliau tidak
duduk ketika memasuki rumah dan langsung bersabda; ‘Dibagian manakah engkau
ingin aku mengerjakan shalat di rumahmu?’. Aku tunjuk satu sudut yang berada di
rumahku. Rasulullah berdiri dan bertakbir. Kami pun turut berdiri dan mengambil
saf
untuk
melakukan shalat dua rakaat dan membaca salam”.(Shohih Bukhari 1/115, 170 dan
175; Shohih Muslim 1/445, 61& 62)
(bersambung
ke bagian XI )
sumber: everyoneweb.com/tabarruk/
Posting Komentar
Posting Komentar