Allah
berfirman, “Walladziina jaahaduu fiinaa lanahdiyannahum subulanaa wa innaLlaaha
lama’al Muhsiniin”. Yang artinya, “dan orang-orang yang berjuang di jalan
Kami niscaya akan Kami tunjukkan jalan Kami, dan sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang baik”. (QS. Al-Ankabut 69)
Dari
Abu Sa’id Al-Khudri diceritakan bahwa ia berkata, “RasuluLlah SAW pernah
ditanya tentang seutamanya jihad, maka dijawab, ‘Kalimatu haqqin ‘inda
sulthaani jaa’ir”. Yang artinya, ‘kalimat yang adil yang disampaikan
kepada penguasa yang lalim’”.
Tanpa
terasa kedua mata Abu sa’id mengeluarkan air mata.
Syaikh
Abul Qasim Al-Qusyaairi berkata, “Saya pernah mendengar Ustadz Abu ‘Ali Addaqaaq berkata,”Barang siapa menghiasi lahiriahnya dengan mujahadah, maka
Allah akan memperbaiki bathiniahnya dengan musyahadah. Ketahuilah
bahwa seseoang yang dalam awal perjalanannya tidak mengalami mujahadah maka
dia tidak akan mendapatkan lilin yang menerangi jalannya”.
Abu
Utsman Al-Maghribi berkata, “barang siapa mengira bahwa sesuatu hanya dapat
dibukakan atau disingkapkan untuknya hanya melalui jalan ini atau hanya dengan
keteguhan menjalani mujahadah, maka dia adalah orang yang salah”.
Syaikh
Abul Qasim Al-Qusyairi pernah mendengar Ustadz Abu ‘Ali Addaqaaq semoga Allah
merahmatinya berkata,”Barang siapa dalampermulaannya tidak pernah berdiri, maka
pada akhirnya dia tidak akan pernah duduk”. Beliau juga pernah mengatakan
bahwa gerak membawa barokah atau gerak adalah barokah itu sendiri. Gerak lahir
menurut beliau mengharuskan timbulnya barokah rahasia.
“Wahai
para pemuda”, pesan Assirri, “bersungguh-sungguhlah kalian sebelum batas akhir
kemampuan yang membuat kalian lemah dan kurang sebagaimana kelemahan dan
kekurangan fisik kalian”. Saat itu para pemuda tidak mampu mengawani Assirri
dalam menjalankan ibadah.
Menurut
Hasan Al-Qazzaz menerangkan bahwa masalah ini mujahadah,, dibangun atas
tiga hal, -hendaknya tidak makan kecuali benar-benar membutuhkan / lapar,
-tidak tidur kecuali benar-benar mengantuk, -dan tidak berbicara kecuali
benar-benar terdesak (mengharuskan).
Syaikh
Al-Qusyairi berkata, Saya pernah mendengar Ibrahim bin Adham berkata,
“Seseorang tidak akan mendapatkan derajat orang-orang salih hingga mampu
mengatasi enam rintangan, 1. menutup pintu nikmat dan membuka pintu kesulitan.
2. menutup pintu kemuliaan dan membuka pintu kehinaan.
3. menutup pintu
istirahat dan membuka pintu perjuangan.
4. menutup pintu tidur dan membuka
pintu terjaga.
5. menutup pintu kekayaan dan membuka pintu kefakiran.
6. menutup
pintu angan-angan dan membuka pintu persiapan menjelang kematian”.
“Barang
siapa yang nafsunya memuliakan dirinya, maka agama dan reputasinya akan
menghinakannya”. Demikian kata Abu Amir bin Najid.
Syaikh
Al-Qusyairi RA berkata, “Saya pernah mendengar Abu ‘Ali Ar-Rudzabaar mengatakan,
“Jika seorang sufi setelah lima hari –tidak mendapatkan makanan berkata,
‘saya lapar’, maka giringlah dia ke pasar dan suruhlah ia bekerja”. Ketahuilah
bahwa dasar daripada mujahadah adalah menyapih hawa nafsu dari
kebiasaannya, dan membawanya pada penentangan hawa nafsu di seluruh waktu”.
Nafsu
mempunyai dua sifat yang mampu mencegah kebenaran.
1. ketekunannya menuruti
syahwat.
Dan ke 2. mencegah keta’atan.
Jika nafsu ketika mengendarai
keinginannya tidak dapat dikendalikan, maka wajib dikekang dengan kekang
taqwa. Jika ia dapat berhenti dengan menepati perintah-perintah agama, maka dia wajib
digiring pada penentangan hawa nafsu. Ketika dalam kondisi marah dia berontak,
maka wajib diteliti, dikendalikan,dan diarahkan pada keadaannya yang tenang.
Tak ada kondisi yang akibatnya lebih bagus daripada kemarahan, yang
kekuasaannya dipecahkan dengan akhlak yang baik, dan apinya dipadamkan dengan
kelembutan perilaku. Jika nafsu menganggap halal “suatu ketololan” sehingga
segala sesuatu menjadi sempit kecuali dengan penampakan perangai – perangai
baik dan lebih mempercantiknya ketika orang lain melihat atau menelitinya /riya’ maka
keadaan yang demikian ini harus dipecahkan dan dilepaskan dengan siksaan
kehinaan. Yaitu dengan cara mengingatkan kerendahan derajad nafsu, kehinaan
aslinya dan kekotoran perbuatannya. Mujahadah orang awam terdapat
pada pemenuhan amalan wajib. Mujahadah orang khusus terdapat pada
pembersihan ahwal / keadaan . oleh karena itu menahan lapar dan
terjaga adalah sesuatu yang mudah lagi ringan. Sedangkan mengobati akhlak dan
menjauhkannya dari kebusukannya adalah sestau yang sangat sulit.
Diantara
penutup – penutup penyakit nafsu adalah kecondongannya pada kemampuan merayakan
manisnya pujian. Jika seseorang menghirup seteguk pujian maka dia akan ‘memikul’
penduduk langit dan bumi pada bulu matanya. Adapun tanda-tandanya apabila ia
terputus dari minuman/pujian tersebut maka keadaannya akan kembali kepada
kemalasan dan kelemahan.
Seorang
wanita yang sudah ditanya tentang keadaannya lalu dijawab, “Ketika saya masih
muda, kutemukan pada diriku keaktifan dan giat beribadah. Dan sekarang tidak
aku temukan lagi. Ketiak usia berubah, yang demikian itu hilang dariku”.
Syaikh
Al Qusyary berkata, “saya pernah mendengar Dzunun Al-Mishri berkata, ‘Allah
tidak akan memuliakan seseorang dengan suatu kemuliaan, yang lebih mulia
daripada menunjukkannya pada kehinaan nafsunya. Dan tidak menghinakan seseorang
yang lebih hina daripada Ia (SWT)menutupi kehinaan nafsunya dari pandangannya.
Ibrahim
Al-Khawas menuturkan bahwa ia tidak takut akan sesuatu kecuali takut pada
sikap yang menuruti hawa nafsu. Akan tetapi Muhammad bin Fudhail berpendapat
bahwa kesenangan atau kesenggangan adalah merupakan pembebasan dari syahwat dan
kesenangan nafsu.
Syaikh
Abul qasim Al-Qusyairi pernah mendengar Syaikh Abu Ali Ar-Rudzabari mengatakan,
“penyakit hati menyusup ke dalam akhlak melalui tiga jalan, 1. penyakit watak,
2. kebiiasaan yang dilaksanakan terus menerus, 3. kerusakan pergaulan.
-Adapun
penyakit watak adalah memakan barang yang haram
-Sedang
yang dimaksud melakukan kebiasaan adalah memandang dan merasakan nikmat
dengan barang haram.
-dan
kerusakan pergaulan adalah ketiak syahwat dalam nafsu bangkit , maka nafsu
pasti mengikutinya.
An-Nashr
Abadzi berkata, “nafsumu adalah penjaramu. Maka apabila kamu dapat keluar dari
padanya, maka kamu pasti akan tinggal di tempat yang enak dan kekal”.
“Nafsu
semuanya adalah gelap” kaa Abu Jafar. “dan lampunya adalah rahasia / sirr nya.
Cahaya nafsu adalah taufiq. Barang siapa dalam rahasianya tidak di dampingi
dengan taufiq Tuhannya maka dia dalam kegelapan di segala sisinya”.
-Yang
dimaksud rahasianya adalah rahasia antara dirinya dengan Allah SWT.
-Rahasia
adalah tempat keikhlasan seorang hamba
-dengan
keikhlasan hamba akan mengetahui bahwa segala yang terjadi bukan karena
kekuatan dirinya melainkan pertolongan Allah semata.
-kemudian
dengan taufiqNya mampu menjaga diri dari keburukan nafsunya. Seseorang yang
tidak mendapat taufiq maka ilmunya tidak akan bermanfaat pada dirinya
dengan Tuhannya, karena ilmunya tidak akan menghindarkannya dari perbuatan yang
buruk dan tidak pula menyebabkan keridhaan Tuhannya.
Abu
Utsman berkata, “seseorang tidak akan tahu aibnya sendiri selama ia menganggap
baik diri sendiri.”
Abu
Hafs menyatakan ,”Tidak ada kerusakan yang lebih cepat daripada kerusakan orang
yang tidak mengetahui aib dirinya, padahal maksiat adalah kurir kekufuran”.
Abu
Sulaiman berkata, “Saya tidak pernah menganggap baik ibadah saya, saya cukup
hanya berbuat saja”.
Dzunun
Al-Mishri, “kerusakan pada makhluk melalui enam perkara :
1. lemahnya
niat beramal untuk akhirat
2. badan
yang dijadikan jaminan untuk nafsunya
3. panjang
angan-angan yang menguasai dirinya padahal ajal sangatlah dekat
4. lebih
mengutamakan keridhaan makhluk daripada keridhaan Allah.
5. mengikuti
hawa nafsu dan meninggalkan sunah Nabi SAW
6. menjadikan
tergelincirnya lidah digunakan sebagai argumen untuk membela diri di sisi lain
mengubur sebagian besar perilakunya –yang tidak baik.
dokumen pemuda tqn suryalaya news
sumber: manaqib.wordpress.com
Posting Komentar
Posting Komentar