(sambungan dari bagian Ke-54) | AJARAN KE-55| SAYYIDI SYEIKH ABDUL QODIR AL-JAELANI QS. BERKATA :
Kesenangan hidup dicampakkan tiga kali.
Pada awalnya sang hamba Allah berada
dalam kegelapan, kejahilan dan kekacauan, bertindak berdasarkan
dorongan-dorongan alaminya dalam segala keadaan, tanpa sikap pengabdian
terhadap Tuhannya dan tanpa memperhatikan hukum agama. Dalam keadaan begini,
Allah memandangnya penuh kasih, maka dianugerahkan-Nya kepadanya pengingat dari
sesamanya, seorang hamba saleh-Nya. Dan kawan pengingat ini juga terdapat dalam
dirinya sendiri. Kedua pengingat ini jaya atas dirinya, dan peringatan
menimbulkan pengaruh pada jiwanya. Maka noda yang ada padanya, seperti
memperturutkan kehendak dirinya dan penentangannya terhadap kebenaran, sirna.
Maka condonglah ia kepada hukum Allah dalam segala gerak-geriknya.
Menjadilah sang hamba Allah itu seorang Muslim di hadapan hukum-Nya, lepas dari
alamnya, membuang hal-hal haram duniawi, begitu pula hal-hal yang meragukan dan
pertolongan orang. Maka ia melakukan hal-hal yang halal dalam makan, minum,
berpakaian, menikah, bertempat tinggal dan lain-lain: dan semua ini sangat
mungkin bagi kesehatan jasmani dan bagi mendapatkan kekuatan untuk mengabdi
kepada-Nya, agar ia bisa memperolehi bagian dan orang tak bisa melampauinya -
takkan luput dari kehidupan duniawi ini sebelum meraih dan menyempurnakannya.
Maka ia berjalan di atas jalur kebenaran dalam keadaan hidupnya, sehingga hal
ini membawanya ke maqam tertinggi wilayat dan menjadikannya pembukti kebenaran
dan orang pilihan, yang memiliki pernyataan yang kukuh, yang haus akan hakikat,
yaitu Allah. Maka ia makan dengan perintah-Nya, dan (sang salik) mendengar suara
Allah di dalam dirinya berkata, "Campakkanlah dirimu dan campakkanlah
kesenangan dan ciptaan, jika kau menghendaki sang Pencipta. Lepaskanlah sepatu
dunia dan akhiratmu. Nafilah dari segala kemaujudan, hal-hal yang akan maujud
dan segala dambaan.
Lepaslah dari segala suatu. Berbahagialah dengan Allah,
campakkanlah kesyirikan dan ikhlasan dalam kehendak. Mendekatlah kepada-Nya
dengan hormat, dan jangan memandang kehidupan akhirat, kehidupan duniawi,
orang-orang dan kesenangan." Bila ia meraih maqam ini, maka ia menerima
pakaian kemuliaan dan aneka karunia. Dikatakan kepadanya, pakailah dirimu
dengan rahmat dan karunia, jangan berburuk-laku menilai dan menampik
keinginan-keinginan, kareana penolakan terhadap karunia raja sama dengan
menekannya dan meremehkan kekuasaannya. Maka ia terselimuti karunia dan
anugerah-Nya tanpa berupaya.
Sebelumnya ia terkuasai oleh keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan dirinya.
Maka dikatakan kepadanya, "Selimutilah dirimu dengan rahmat dan karunia
Allah." Maka baginya empat keadaan, dalam meraih kenikmatan dan
karunia. Yang pertama ialah dorongan alami, ini tidak
halal. Yang kedua ialah hukum, ini diperbolehkan dan absah. Yang
ketiga adalah perintah batin, ini adalah keadaan para wali dan pencampakan
keinginan. Yang keempat ialah karunia Allah, ini adalah keadaan
lenyapnya tujuan dan tercapainya badaliyya dan keadaan menjadi objek-Nya, yang
berdiri di atas ketentuan-Nya; ini adalah keadaan tau dan keadaan memiliki
kesalehan, dan tidak seorang pun bisa disebut saleh, jika ia belum meraih maqam
ini. Hal ini sesuai dengan firman Allah: "Sesungguhnya Waliku adalah Allah
yang telah menurunkan Kitab dan Ia adalah Wali orang-orang saleh
(baik)."(QS. 12:196).
Menjadilah ia seorang hamba yang tertahan dari menggunakan sesuatu, memanfaatkan
diri dan dari menolak sesuatu yang mudharat baginya. Ia menjadi seperti bayi di
tangan perawat dan seperti jasad mati yang sedang dimandikan orang. Maka Allah
membesarkannya tanpa kehendaknya dan tanpa upayanya, ia lepas dari segala hal
ini, tidak berkeadaan atau bermaqam, tidak berkehendak melainkan berada di atas
ketentuan-Nya, yang kadang menahan, kadang memudahkannya, kadang membuatnya
kaya dan kadang membuatnya miskin. Ia tidak punya pilihan, dan tidak
menghendaki berlalunya keadaan dan perubahannya. Sebaliknya, ia menunjukkan
keridhaan abadi. Inilah keadaan rohani terakhir yang dicapai oleh para badal
dan wali.
INSYA
ALLAH BERSAMBUNG KE BAGIAN KE-56
Posting Komentar
Posting Komentar