Menu

TQN PP.Suryalaya

 

INDONESIA DALAM PERSPEKTIF AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
Sebagai organisasi sosial keagamaan NU, memiliki komitmen yang tinggi terhadap gerakan kebangsaan dan kemanusiaan, karena NU menampilkan Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) ke dalam tiga pilar ukhuwah yaitu; 
1. Ukhuwah Islamiyah; 
2. Ukhuwah Wathoniyah dan 
3. Ukhuwah Insaniah atau Ukhuwah Basyariyah. 

Ukhuwah Islamiyah merupakan landasan teologis atau landasan iman dalam menjalin persaudaraan tersebut dan ini sekaligus merupakan entry point dalam mengembangkan ukhuwah yang lain. Agar keimanan ini terefleksikan dalam kebudayaan dan peradaban, maka kepercayaan teologis ini perlu diterjemahkan ke dalam realitas sosiologis dan antropologis ini kemudian ukhuwah Islamiyah diterapkan menjadi ukhuwah wathoniyah (soladaritas kebangsaan).

Kalau ukhuwah Islam sebagai landasan teologis tidak dikembangkan ke dalam realitas sosiologi dan dijadikan sebagai budaya, maka akan berhenti sebagai ukhuwah Islamiyah yang sempit, menjadi sistem kepercayaan dan ritual belaka, yang hanya peduli dan komit pada umat Islam saja, padahal bangsa ini terdiri dari berbagai suku, agama dan kepercayaan. Dari situlah kemudian muncul aspirasi pembentukan negara Islam, ketika ukhuwah hanya dibatasi pada ukhuwah Islamiyah, tidak dikembalikan lebih luas menjadi ukhuwah Wathoniyah dan Insaniyah.

Sementara NU mengembangkan ukhuwah Islamiyah ini sampai ke dimensi ukhuwah Wathoniyah. Dengan adanya landasan iman ini ukhuwah wathoniyah terbukti menjadi paham kebangsaan yang sangat kuat. Inilah yang disebut dengan nasionalisme religius. Nasionalisme yang disinari dan disemangati agama. Ketika ukhuwah wathoniyah ini tidak dilandasi oleh keimanan dan keislaman dia akan rapuh dan akan mudah dirasuki oleh paham yang lain baik komunisme maupun liberalisme. Seperti yang terjadi di Indonesia selama ini. Komunisme telah terbukti menghanculkan sendi- sendi kehidupan sosial dengan terjadinya konflik sosial yang tidak pernah berhenti.

Sementara liberalisme yang berkembang saat ini juga telah meruntuhkan sendi-sendi kehidupan negara ini. Baik di bidang politik ketatanegaraan di bidang ekonomi dan termasuk di bidang kebudayaan. Islam menentang segala bentuk ideologi destruktif tersebut. NU berdiri paling depan dalam menentang ideologi liberal kapitalis tersebut, karena NU dengan akidah Alussunnah wal jamaah sebagai rahmatan lil alamin berusaha membangun karakter bangsa sebagai langkah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang sejahtera dan berdaulat.

Sebagai langka untuk mewujudkan Islam yang mutamaddin (berperadaban) itulah ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathoniyah itu ditingkatkan menjadi ukhuwah Insaniyah untuk menjamin persaudaraan universal, membangun tata dunia yang berkeadilan dan beradap. Keharusan membangun tata dunia ini ditegaskan dalam al-Qur’an.

Artinya: wahai umat manusia telah kuciptakan kalian yang terdiri dari kaum lelaki dan wanita dan aku jadikan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling berinteraksi (secara setara dan adil), sesungguhnya orang yang paling beradap di antara kalian adalah orang bertakwa yakni mampu membangun dan memajukan suku dan bangsa kalian. (Al-Hujurat: 13).

Pemimpin yang terhormat yang paling beradap dihadapan Allah adalah pemimpin yang mampu membangun bangsa dan masyarakat dalam konteks Islam tidak hanya dilandasi oleh semangat kebangsaan (wathoniyah), tetapi sekaligus perlu dilandasi oleh ukhuwah Insaniyah. Di sinilah tugas kaum cendikiawan termasuk ISNU adalah melakukan kajian Ilmiyah sebagai sarana membangun bangsa. Sebagaimana Firman Allah:

Artinya: “seharusnya tidak semua orang Mukmin pergi ke medan perang. Hendaklah setiap kelompok di antara mereka giat menggali ilmu pengetahuan guna membangun masyarakat dan menyebarkan pengetahuan kepada mereka”.(QS: Attaubah: 122).

Peringatan ini sangat relevan buat kita dan buat ISNU khususnya, bahwa tidak semua orang harus berjuang melalui partai politik, perjuangan melalui ilmu pengetahuan, melalui dunia profesi untuk membangun peradapan juga sangat penting, yaitu perjuangan membangun masyarakat dan membangun bangsa. Sebagaimana dikatakan didepan bahwa NU menegaskan ukhuwah wathoniyah menjadi kebangsaan ini kebangsaan yang religius, maka menghadapi kemerosotan kondisi bangsa Indonesia dewasa ini NU ikut prihatin dan berjuang sekuat tenaga untuk membangun kembali Indonesia.

Dampak buruk reformasi belum bisa diatasi hingga saat ini, akibat dari reformasi yang lepas kendali yang tidak lagi berdasarkan Pancasila, tetapi lebih didasari oleh semangat liberalisme para elit. Liberalisme di semua sektor kehidupan yang dikukuhkan melalui berbagai undang-undang itu telah merugikan rakyat dan negara. Bahkan Liberalisme telah mengeliminir Pancasila dengan demikian bisa mengeser UUD 1945. Di sisi lain muncul kekuatan Islam fundamentalis yang melihat Pancasila sebagai thoghut dan UUD 1945 sebagai undang-undang sekular dan kafir. Dengan ini NU menyarankan agar siapa saja yang menentang Pancasila dan UUD 1945 digolongkan menjadi kelompok kriminal bahkan subversif yang tidak boleh hidup leluasa di negara Republik Indonesia ini.
NU tidak mensakralkan UUD 1945, tetapi juga tidak mensakralkan hasil amandemen yang sudah dilakukan. Sesuai dengan amanat pasal 37 UUD 1945 itu, konsitusi bisa dan perlu disempurnakan. Dalam rangka penyempurnaan itu maka Amandemen kelima yang direncanakan itu harus berani melakukan amandemen atau review terhadap berbagai hasil amandemen yang telah dilakukan sebelumnya. Sebab jelas-jelas Amandemen tersebut merugikan kepentingna rakyat dan bangsa serta merendahkan harga diri dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pancasila dan UUD 1945 merupakan Khitan Indonesia, yang merupakan puncak dari keseluruhan cita-cita bangsa ini yang berproses sejak zaman Kebangkitan Nasional yang kemudian dirumuskan menjadi dasar Negara Pancasila, dicetuskan melalui Proklamasi Kemerdekaan, dirumuskan menjaid Pembukaan UUD serta dirinci ke dalam batang tubuh UUD 1945 secara tuntas dan menyeluruh. Dengan demikian NU berpendirian bahwa Penyempurnaan UUD 1945 haruslah:

Pertama : dilaksanakan dengna penuh ketelitian dan kecermatan.
Kedua     : haruslah sesuai dengan Pancasila sebagai dasar dan Ideologi negara,
Ketiga     : harus sesuai dengan semangat Proklamasi.
Keempat : haruslah sejalan dengan amanah Mukadimah UUD 1945.
Kelima    : mempertimbangkan aspirasi, tata nilai dan tradisi bangsa ini.

Karena itu dalam konteks ini NU menyarankan kepada bangsa ini agar kembali kekhittah Indonesia 1945 yaitu berusaha kembali menegaskan Pancasila sebagai ideologi negara. Proklamasi sebagai sprit bangsa dan UUD 1945 sebagai konstitusinya. Barang siapa mengganggu atau menentangnya harus segera dicegah, karena ini musuh negara. NU juga mendesak agar dalam UUD itu ada pasal yang menegaskan bahwa Mukadimah UUD 1945 yang telah ada itu sama sekali tidak boleh di ubah atau amandemen, karena Mukadimah tersebut menjadi pedoman yang memuat filosofi serta arah perjuangan bangsa ini.

Dengan ukhuwah wathoniyah itu NU peduli untuk membangun bangsa ini, karena ini merupakan langkah penting untuk menegakkan kembali kedaulatan negara. Dan ini menjadi sangat penting untuk mengembangkan ukhuwah Insaniyah untuk memperbesar peran bangsa ini dalam membantu dan bekerjasama dengan bangsa lain di dunia. Dengan demikian NU juga bisa mengembangkan perannya lebih aktif dalam membangun peradapan dunia, mengingat NU saat ini tampil sebagai kekuatanAswaja terbesar didunia. Dengan ditopang oleh bangsa dan negara yang kuat dan terhormat perjuangan Aswaja NU ditingkat dunia akan semakin strategis dalam mewujudkan Islam sebagai penyangga perdamaian dunia. Terbukti selama ini NU tidak hanya menjadi tumpuan bangsa lain didunia. Tidak hanya dunia muslim, dunia non-muslim terbukti selama ini sangat tergantung pada peran NU. Semua langkah stategis NU dipersiapkan untuk menjalankan tugas nasional dan peran universal tersebut.*

*KH Said Aqil Siroj
Ketua Umum PBNU
Disampaikan pada Pelantikan ISNU (Ikatan Sarjana NU) di Jakarta, 23 April 2012.

Posting Komentar

 
Top