Jika bertanya
siapa tokoh Islam yang termasuk memperkenalkan tasawuf di tanah Eropa? Ivan Agueli-lah
jawabannya. Cendekiawan Muslim asal Swedia ini dikenal amat ahli dalam
dunia sufi dan mengenalkannya ke benua biru. Ia dikenal dengan nama 'Abd
al-Hadi Aqhili. Agueli lahir pada 24 Mei 1869 di Sala, Västmanland, Swedia.
Nama kecilnya John Gustaf Agelii, putra dari seorang dokter hewan Johan Gabriel
Agelii. Sejak muda, Agueli menunjukkan bakat seni yang luar biasa dan
minat dalam sufistik agama. Pada 1879, ia belajar ke Gotland dan Stockholm.
Nama Ivan Agueli
baru disematkannya pada 1889 ketika belajar melukis aliran simbolis dari
pelukis Émile Bernard di Paris. Bukan Agueli kalau tak menjadi musafir. Ia pun
pindah lagi ke Stockholm pada 1890 kemudian kembali ke Paris pada 1892. Jalan
menuju Islam dimulai pada 1895 ketika ia pergi ke Mesir. Di sanalah ia memeluk
Islam dan amat tertarik dengan agama ini.
Di negeri piramida pula, Agueli lahir menjadi sosok baru, cendekiawan Muslim.
Pada 1902, ia menjadi mahasiswa Universitas al-Azhar di Kairo. Di sana Agueli
belajar filsafat Arab dan Islam.
Ia juga mempelajari tarikat sufi pada seorang ulama mesir bernama 'Abd
al-Rahman al-Kabir Ilaysh. Agueli sempat menjadi penulis sebuah majalah Italia
yang terbit di Kairo bernama an-Nadi.Sebagai sufi, Agueli terkenal sebagai
inisiator René Guénon dalam tasawuf dan expositor Barat awal tentang metafisika
yang dibawa Ibn Arabi. Ia memang sangat mengagumi Ibn Arabi.
Sebagai pelukis
sekaligus penulis, cendekiawan Muslim ini dikenal eksentrik. Banyak karya lukisan
Agueli yang terkenal. Ilmu tasawuf yang ia kuasai rupanya ditumpahkan dalam
kanvas.
Reputasi Agueli
sebagai pelukis sangat ternama di Swedia. Ia dikenal sangat kreatif dan gemar
melakukan perjalanan. Dalam tulis-menulis, Agueli berkontribusi dalam buku
World Wisdom serta menulis artikel Universality in Islam dalam
kumpulan karya Universal Dimensions of Islam.
Dalam artikel
tersebut, Agueli menggambarkan sifat universalisme Islam yang selalu
mengajarkan kebijaksanaan. Hingga kini, Agueli sering kali menjadi objek
penelitian tentang perbandingan agama. Bahkan, pada Februari 2011, artikelnyaUniversality
in Islam dikaji dalam studi perbandingan agama yang kemudian diterbitkan
kembali dalam bahasa Inggris dalam edisi Dimensi Universal Islam yang
ditulis oleh Farid Nuruddin. Dalam
aliran sufi, Agueli dianggap mengarah pada tradisi Malamatiyyah. Tradisi
tersebut mengajarkan seseorang untuk merasa hina agar dapat meredam amarah. Dalam
praktiknya, Malamatiyah banyak yang terjerumus negatif hingga terlalu
ekstrem. Namun, Agueli menerapkannya dengan taraf biasa yang lumrah. Dia
juga memiliki minat pada ajaran esoteris. Yakni, hanya dimengerti beberapa
orang tertentu. Esoteris mengacu pada batin, hakikat, dan substansi. Dalam
ajaran sufi, Islam Esoteris bermakna ajaran agama yang menekankan
aspek batin sebagai inti beragama. Aspek batin bertujuan pencapaian hidup
selamat dan sejahtera dengan mendekatkan diri kepada Allah. Ajaran esotris ini
tidak mempermasalahkan simbol agama lain dan tidak memperdebatkan syariat
sebagai tujuan. Namun, tidak pula menganggap enteng syariat.
Selain memiliki
minat luar biasa dalam ilmu tasawuf, Agueli juga sangat fasih dalam bahasa Arab
dan Ibrani. Sebagai seniman, ia mempelajari tradisi seni Roma. Pasalnya, Roma
bagi Agueli mengingatkannya pada cara nomaden dalam hidup.
Sebagaimana sifat nomadisme Islam, yang hidup tak kekal di dunia. Pemikiran
Agueli masih dihormati para sufi Roma hingga kini. Mereka pernah membuat film
dokumenter tentang sufi Roma di Makedonia. Film tersebut didedikasikan untuk
menghormati sang guru sufi Eropa, Agueli. Untuk melestarikan warisan agama dan
asrtistik Agueli, terdapat situs web tentangnya. Web tersebut didedikasikan
untuk mengumpulkan karya Sufi dari Swedia. Seorang profesor Studi Islam di
George Washington University Seyyed Hossein Nasr tak segan memberikan sanjungan
pada Agueli. Menurutnya, dialah sang pelopor tasawuf di Benua Eropa.
"Abdul Hadi, sebagai Aguéli dikenal di dunia Islam dan kemudian Eropa,
harus diberikan haknya sebagai pelopor dalam pengenalan serius tasawuf ke dunia
Barat," ujar profesor yang merupakan warga Iran tersebut.
Setahun sebelum
meninggal, Agueli sempat dituding sebagai mata-mata Turki Utsmani oleh
pemerintah Inggris. Ia pun dibuang ke Spanyol. Tanpa uang sepeser pun, ia tak
dapat pulang ke tanah kelahirannya, Swedia.
Ia meninggal pada 1 Oktober
1917 pada usia muda, 48 tahun. Ia mengembuskan napas terakhir di Desa L'Hospitalet
de Llobregat, Barcelona, Spanyol. Jazadnya kemudian dipulangkan ke Swedia lalu
dikuburkan dengan ritual Islam di kota kelahirannya, Sala.
Semoga beliau ditempatkan di tempat yang mulia di sisi Allah SWT..
Alfatihah....aamiin
dokumen pemuda tqn suryalaya news
Posting Komentar
Posting Komentar