Ketika berada di
Mekkah, Syeikh Junaidi al-Baghdadi ra. pernah menghampiri seorang tukang pangkas
rambut. Ia menyaksikan tukang pangkas rambut itu sedang mencukur rambut seorang
laki-laki terhormat.
”Demi Allah,
dapatkah engkau memangkas rambutku?” tanya Syeikh Junaidi al-Baghdadi.
”Ya tentu saja,”
katanya sambil bercucuran air mata. Dia pun tak menyelesaikan pekerjaannya
terhadap lelaki terhormat itu.
”Berdirilah,”
kata si tukang cukur. ”Saat nama Allah diucapkan, yang lain harus menunggu.”
Tukang pangkas
rambut pun mendudukkan Syeikh Junaidi lalu mencium kepalanya, dan mencukur rambutnya.
Setelah rampung, ia memberi Syeikh Junaidi sebuah bungkusan kertas yang berisi
sejumlah koin kecil.
”Belanjakan uang
ini untuk keperluanmu,” katanya.
Peristiwa
tersebut membuat Syeikh Junaidi berketetapan hati memberikan apapun hadiah pertama
yang akan ia terima kepada si tukang cukur. Ya, tak berapa lama Syeikh Junaidi memperoleh hadiah sekantong emas dari Bashrah. Segera ia bawa emas itu kepada
si tukang cukur.
”Apa ini?”
”Aku telah
berketetapan hati bahwa hadiah pertama yang aku terima akan aku berikan
kepadamu. Aku baru saja mendapatkan ini.”
”Saudaraku,”
tukasnya, ”tidakkah engkau malu pada Allah? Engkau berkata padaku ’Demi Allah
pangkaslah rambutku’. Apa kau pernah mendengar ada seseorang melakukan sesuatu
karena Allah lalu meminta bayaran?”
Mendapat
pengalaman ini, Syeikh Junaidi al-Baghdadi ra. berkata ”Aku belajar keyakinan yang tulus dari
seorang pemangkas rambut.”
Mahbib Khoiron
Disadur dari KH Luqman Hakim, Mutiara Agung Pangeran Sufi, Jakarta: Cahaya Sufi, 2008
+Muchlis Tqn
Disadur dari KH Luqman Hakim, Mutiara Agung Pangeran Sufi, Jakarta: Cahaya Sufi, 2008
+Muchlis Tqn
Posting Komentar
Posting Komentar