Jakarta -
Arturo Cerulli adalah wali kota muslim pertama di Monte Argentario, Italia.
Ketika berkunjung ke Jakarta, suami Sri Semiarti Sastropawiro ini sempat
bercerita soal pengalamannya berpuasa Ramadan.
Bagi Cerulli, menjalankan ibadah puasa di Indonesia merupakan hal normal dan
mudah ia lakukan. Sebab, banyak penduduk yang juga menjalani ibadah itu selama
30 hari. Namun di Monte Argentario, terkadang Cerulli terpaksa melewatkannya.
"Pekerjaan mengharuskan saya untuk makan dengan orang lain dalam urusan
bisnis," kata Cerulli dalam acara peluncuran buku Scappa Per Amoredi
Pasaraya Grande, Jakarta Selatan, Kamis, 18 Juli 2013. "Jadi terkadang
saya tidak puasa."
Menurut pria 58 tahun itu, berpuasa di di Indonesia lebih mudah. Ia bisa
mengikuti istri, keluarga, dan masyarakat sekitar yang juga berpuasa. Apalagi
di Indonesia, Arturo melanjutkan, kebebasan untuk tidak berpuasa jauh lebih
longgar ketimbang di negara muslim lainnya. "Kalau ingin makan kala Ramadan,
ya makan, ada restoran yang buka," kata ayah dua anak ini.
Cerulli menjadi mualaf sejak seperempat abad lalu. Dan pengalamannya berpuasa
di Indonesia jauh berbeda ketika ia bertugas di Kuwait. "Saya masih ingat,
hari pertama kerja di Kuwait itu hari pertama puasa," kata dia. Dan tanpa
persiapan, Cerulli dan keluarganya tiba di Kuwait menjelang petang. "Kami
baru saja tiba dari Italia, belum makan siang sama sekali dan tidak ada orang
yang menangani kami atau memberikan kami makan sampai waktu berbuka," ujar
dia.
Sebagai pendatang, Cerulli tak tahu ke mana harus mencari makanan untuk putra
dan putrinya. Ia bahkan sempat kesal dengan perusahaan yang merekrutnya.
"Masak datang tanpa sambutan dan dibiarkan saja, hari pertamaku itu sangat
aneh," kata sarjana nuklir ini.
Tapi kemudian, ia baru menyadari bahwa tak ada toko yang buka selama Ramadan.
Bahkan di waktu-waktu khusus, tak ada kegiatan sama sekali di Kuwait.
"Kalau ketahuan makan saat puasa di sana, kamu bisa dipenjara," ujar
Cerulli.
Sumber: ramadan.tempo.co
Posting Komentar
Posting Komentar