”Datangnya
kebutuhan yang mendesak, merupakan pestaraya para penempuh.”
AL-FAAQOH,
adalah kebutuhan yang sangat mendesak, merupakan sifat substansial hamba.
Karena itu disebutkan oleh Ibnu Ath-Thaillah sebaik-baik waktu adalah waktu
dimana anda melihat wujud sifat butuh anda yang sangat mendesak itu. Sehingga
anda melihat diri anda serba salah dan serba gagal. Karena dengan rasa butuh
yang mendesak itulah anda memutuskan dari yang lain, dan mengembalikan diri
anda kepada Allah azza wa-Jalla. Itulah sampai disebut sebagai pestanya para
penempuh dan Ahlullah.
Kenapa disebut
sebagai pesta? Karena ia menikmati buah dari Musyahadah kepadaNya. Dalam sebuah
syair sufi disebutkan:
Esok hari raya,
apa yang kau pakai?
Kukatakan, ”Hidangan seteguk cintaNya Fakir dan sabar adalah pakaianku Di
bawahnya ada qalbu yang memandang Rasa butuh yang mendesak, Sungguh
hari raya dan pertemuan Pakaian yang paling halus ketika engkau bertemu Sang
kekasih di hari saling berziarah
Pada baju yang saling terpakai Tahun-tahun begitu lamban bagiku Bila
engkau pergi wahai harapanku Sedang pesta raya tiba jika dirimu Selalu
tampak di cermin dan mendengarku.
Ibnu Athaillah
melanjutkan:
”Terkadang anda meraih anugerah yang bertambah ketika dalam rasa butuh yang
mendesak, yang tidak anda jumpai ketika anda puasa dan sholat.”
Terkadang
seseorang meraih anugerah luar biasa, berupa pengetahuan, ma’rifat dan hakikat,
justru ketika berada dalam kondisi sangat terdesak kebutuhannya, sebab ketika
itulah sifat ubudiyahnya muncul, sementara sifat klaim lewat-lewat
pengakuan-pengakuannya mulai menjauh. Nafsu, dalam situasi sangat butuh itulah
begitu dekat dengan Allah Azza wa-Jalla dan jauh dari kesombongannya.
Terkadang di
bali sholat dan puasa sering muncul klaim dan pengakuan akan amalnya, dan
pengakuan itu bisa merusak pahalanya, disebabkan wujud riya’ dibalik klaim
tadi. Namun rasa butuh yang sangat mendesak membuat nafsu harus luluh di
hadapan Tuhannya, ia ingin lebih menjauhi hal-hal yang tak berguna. Bahkan
dalam kitab Lathaiful Minan, Ibnu Athaillah mengatakan:
”Dalam bencana
dan situasi yang serba butuh ada rahasia kasih sayang yang tidak bisa
dimengerti kecuali oleh orang yang memiliki mata hati. Tidakkah anda tahu,
bahwa bencana itu mematikan hawa nafsu, meredakan dan mengeluarkan dari
tuntutan seleranya, dan dibalik bencana itu ada rasa hina dina yang muncul, sedangkan
pada rasa hina itulah pertolongan tiba.
”Sungguh, Allah
benar-benar menolongmu di saat perang Badar, sedangkan saat itu kalian
dalam keadaan hina dina.” (Ali Imran: 123)
”Rasa butuh
itulah hamparan-hamparan bagi anugerah-anugerahNya.”
Abu Yazid al-Bizthamy
Qs, mengatakan, “Kekayaan rahasia kami dipenuhi dengan khidmah, bila anda
menginginkan, maka anda harus berikap hina dina dan penuh rasa butuh
kepadaNya.”
Sayyidi Syeikh Abdul
Qadir al-Jilany qs. menambahkan, “Aku mendatangi semua pintu Allah Azza
wa-Jalla, dan yang kudapati penuh sesak, namun ketika aku datangi Pintu hina
dina dan rasa butuh, rasanya begitu sunyi. Ketika aku masuki melalui pintu
tersebut, tiba-tiba aku sudah berada di paling depan mendahului kaum sufi dan
aku tinggalkan mereka yang berdesak-desak memasuki pintu-pintuNya yang lain.”
Namun rasa butuh
yang mendesak itu, tidak ada gunanya bagi pelakunya, kecuali dengan mewujudkan
sikap kehambaan (ubudiyah). Dan hal tersebut berada dalam empat perkara:
1. Ridha pada
realita, tanpa kontra dan menentang.
2. Menegakkan hak-hak ubudiyah itu melalui ibadah dan yang lainnya.
3. Lari dari tuntutan nafsu dan klaim-klaimnya, bahkan dari klaim manusia lainnya,
dengan semangat penuh hanya bagi Allah Ta’ala.
4. Menghadap pada
Allah Ta’ala dengan bersimpuh hati kepadaNya dan mewujudkan apa yang ada pada
diri anda berupa rasa butuh dan sangat fakir kepadaNya.
Inilah yang
tersirat dibalik ayat, berupa munajat Nabi Musa as, : ”Ya Tuhanku, sesungguhnya
aku sangat membutuhkan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (Al-Qashash,
24).
Sumber: sufinews.com
Posting Komentar
Posting Komentar