Menu

TQN PP.Suryalaya

 

(Risalah Al-Qusyairiyah)
Sambungan dari bagian pertama tentang TAQWA:

Diceritakan bahwa Abu Hanifah tidak pernah duduk di bawah bayangan pohon orang yang mempunyai hutang kepadanya, berdasarkan hadits RasuluLlah SAW, “Kullu Qardhin jirra naf’an fahuwa riba” yang artinya tiap-tiap hutang yang mendapatkan keuntungan adalah riba.

Diceritakan Abu Yazid telah mencuci pakaiannya di tanah lapang. Dia bersama temannya seraya berkata kepada Abu Yazid, “Pakaian ini kita jemur di atas dinding pohon anggur “. Abu Yazid menjawab, “janganlah engkau meletakkan pasak di atas dinding orang lain”. Temannya bertanya, “apakah ahrus kita jemur di atas pohon rerumputan ?”. Dia menjawab, “Tidak karena rerumputan itu adalah makanan hewan, maka kita tidak boleh menutupinya”, Setelah itu Abu Yazid menghadapkan punggungnya ke arah matahari, sedangkan pakaian yang sebelah kanan sudah kering, maka ia membalikkannya hingga pakaian sebelah kiri juga kering.

Menurut keterangan yang lain, pada suatu hari Abu Yazid RA memasuki suatu perkampungan. Tongkatnya ia tancapkan di atas tanah. Tongkat itu kemudian jatuh dan menimpa tongkat orang tua yang ditancapkan di sampingnya. Setelah itu tongkat tersebut dimiringkan oleh orang tua dan diambilnya. Dalam perjalanan Abu Yazid mampir di rumah orang tua tersebut dan meminta maaf. Orang tua tersebut menjawab, “Yang menyebabkan tongkatmu miring karena saya lengah dalam menancapkan tongkatku sehingga tongkatku menjadi terdorong”.

Suatu hari ‘Atabah melihat seorang pemuda di suatu tempat pada musim panas yang penuh peluh. Ketika ditanya oleh ‘Atabah dia menjawab, “ Di tempat itu saya pernah mengerjakan maksiyat “. Selanjutnya pemuda ditanya tentang keadaannya dan dia menjawab, “Dari dinding ini saya pernah mengambil sedikit tanah liat yang dipergunakan oleh temanku dan saya belum meminta maaf kepada pemiliknya”.

Ibrahim bin Adham meriwayatkan, “Suatu malam saya tidur di bawah batu besar di Baitul Maqdis. Di pertengahan malam malaikat turun. Yang satunya bertanya kepada yang lain, ‘ Siapa orang ini ?’. Malaikat yang lain menjawab, ‘Dia adalah Ibrahim bin Adham’. Malaikat yang satunya berkata, ‘Orang itu termasuk orang-orang yang direndahkan derajatnya oleh Allah SWT’. Malaikat yang lain bertanya, ‘Mengapa demikian ?’. Malaikat yang satunya menjawab, ‘Orang itu telah membeli kurma. Ketika kurma tukang sayur terjatuh masuk ke dalam kurma orang itu , dia masih belum mengembalikan kepad pemiliknya’. Suatu hari saya kemudian kembali ke Bashrah, Di sana kemudian saya membeli kurma pada laki-laki tersebut kemudian saya jatuhkan satu kurma yang saya beli ke dalam kurmanya. Setelah itu saya pulang ke Baitul Maqdis dan tinggal di bawah batu besar itu. Ketika tengah malam, tiba-tiba saya berdampingan dengan dua malaikat yang turun dari langit . Yang satunya bertanya kepada yang lain, ‘Siapan orang ini?’, Yang lain menjawab, ‘Orang itu adalah Ibrahim bin Adham ‘. Kemudian Malaikat yang satunya berkata, ‘ Kedudukan orang itu telah dikembalikan dan derajatnya ditinggikan”‘.

Menurut suatu pendapat, taqwa dapat dibagi ke dalam berbagai bentuk, Pertama taqwa orang awam karena menghindarkan diri dari syirik. Kedua, taqwa orang istimewa karena menghondarkan diri dari perilaku maksiyat. Ketiga, taqwa para wali karena menghindarkan diri dari perbuatan jelek. Ke empat, taqwa para Nabi karena menghubungkan diri dengan berbagai aktifitas yang  di dalamnya terkandung taqwa.

Dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib RA dituturkan bahwa beliau berkata, “Sebaik-baik orang di dunia ini adalah ornag yang dermawan. Dan sebaik-baik orang di akhirat nanti adalah orang yang bertaqwa”.

Diceritakan oleh Abu Umamah Al Bahili dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda, “Man nadhara ‘ala machasinimra’atin faghadha basharahu fii awwali marrotin, ahdatsaLlahu lahu ‘ibadatan yajidu halawataha fii qalbihi” yang artinya, “Barang siapa yang melihat orang perempuan cantik kemudian ia menutup mata pada awwal pandangan, maka Allah Ta’ala akan memberikan pahala ibadah kepadanya sehingga ia merasakan manisnya iman di dalam hatinya”.

Suatu hari Imam Al-Junaid duduk bersama Ruwaim, Hariri dan Ibnu Atha’ Beliau mengatakan, “Kebahagiaan / keselamatan tidak akan ditemukan kecuali hanya kembali berlindung kepada Allah SWT . Allah telah berfirman, “Wa ‘ala tsalatsatilladziina khulifuu hatta idzaa dhaaqat ‘alaihimul ardhu bimaa rachubat wa dhaaqat ‘alaihimul ardhu yang artinya, “(Begitu juga Allah menerima taubat ) tiga orang yang tinggal / tidak pergi berperang, sehingga ketka bumi yang luas telah terasa sempit dan diri mereka juga telah sempit”.

Menurut Riuwaim, “Tidak ada kebahagiaan / keselamatan kecuali hanya dengan taqwa yang benar. Allah Ta’ala berfirman, “WayunajyLlaahulladziittaqau bimafaazatihim laa yamassuhumussuu-u walaa hum yachzanuun yang artinya, ‘Allah akan menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa dengen kebahagiaan mereka, mereka tidak tertimpan kuburukan dan tiadalah pula mereka bersedih hati”.

Menurut Jariri, “TIdak ada kebahagiaan / keselamatan kecuali dengan memelihara janji. Allah Ta’ala  berfirman, Alladziina yuufuuna bi’ahdiLlaahi walaa yangqudhuunal mitsaaq yang artinya, ‘Orang – orang yang memenuhi janji ALlah dan tidak merusaknya…

Sedangkan menurut Atha’, tidak ada kebahagiaan / keselamatan kecuali hanya dengan merealisasikan sifat malu. Allah Ta’ala berfirman, Alam ya’lam bi annaLlaaha yaraa  Apakah mereka tiada mengetahui sesungguhnya ALlah melihat.
Innalladziina sabaqat lahum minnaal chusnaa uulaa-ika ‘anhaa mub’aduun yang artinya Sesungguhnya orang-orang yang telah memperoleh kebaikan dari Kami, mereka akan terhindar dari api neraka.

Menurut satu pendapat tidak ada kebahagiaan / keselamatan kecuali hanya dengan sikap memilih yang baik. Allah Ta’ala berfirman Wajtabainaahum wahadainaa hum ilaa shiraatin mustaqiim yang artinya Kami telah memilih mereka danmenunjukkan mereka pada jalan yang lurus.

dokumen pemuda tqn suryalaya news

sumber: manaqib.wordpress.com

Posting Komentar

 
Top