Menu

TQN PP.Suryalaya

 

Ada yang unik saat mengikuti kegiatan rapat pengurus Yayasan Serba Bakti Ponpes Suryalaya pada 25 April 2010 yang lalu. Keunikan ini tidak berhubungan langsung dengan kegiatan rapat yang diselenggarakan dalam rangka peringatan HUT ke 105 Pondok Pesantren Suryalaya. Pada hari itu penulis berjumpa dengan murid-murid Pangersa Abah yang berasal dari negeri seberang, Pattani, Thailand.
Penulis bilang unik, karena sebelumnya penulis tidak pernah berjumpa dengan mereka dan baru kali ini ikhwan-akhwat dari Pattani berkunjung ke Pangersa Abah dalam jumlah yang lumayan besar, 12 orang. Rombongan ini dipimpin oleh Ust. Muhammad Sholeh bin Abdul Latif, seorang muballigh yang gigih dalam menyebarkan TQN Suryalaya di Pattani. Penampilan mereka tidak berbeda jauh dengan ikhwan-ikhwat TQN Suryalaya lainnya. Sebagian besar berwarna kulit sawo matang. Mereka berbahasa melayu yang dialeknya lebih dekat ke Malaysia. Ikhwan TQN Pattani, Thailand ini bertandang sejak dua minggu yang lalu. Mereka menginap di Wisma Shuffah, tempat tetamu Pangersa Abah Anom dari luar negeri biasa menginap. 

(Buah dakwah Ust. Sholeh,
alumnus IAILM Suryalaya)
Dakwah TQN Suryalaya di Pattani diawali oleh Ust. Muhammad Sholeh yang jebolan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Lathifah Mubarokiyah (IAILM) Pondok Pesantren Suryalaya. Beliau mengenyam pendidikan pada kurun 1993-1997. Ust. Soleh adalah orang asli Pattani, beliau dikenalkan Ponpes Suryalaya oleh kakaknya H. Usman yang pernah mengenyam pendidikan di UNINUS Bandung. H. Usman telah memiliki hubungan dekat dengan Ponpes Suryalaya, karena selama belajar di UNINUS hampir setiap bulan H. Usman belajar dzikir ke Suryalaya.

H. Usman tahu bakat dakwah yang dimiliki adiknya. H. Usman menyarankan Ust. Sholeh untuk belajar di Ponpes Suryalaya. Ust. Sholeh tidak langsung menyetujui saran ini, karena ia memiliki anak dan istri yang harus dinafkahi di Pattani, jika ia pergi belajar ke Suryalaya selama empat tahun, lalu bagaimana dengan nasib anak dan istrinya? Untung tak dapat ditolak, H. Usman malah menjamin kehidupan anak istri Ust. Sholeh selama beliau belajar di Suryalaya. 

Akhirnya ia putuskan untuk belajar di Suryalaya. Waktu itu usianya sudah 38 tahun. Di kelasnya, ia adalah mahasiswa tertua. Meski begitu semangatnya tidak kalah dengan anak-anak muda. Semua ilmu yang didapat di kampus dipelajarinya dengan serius. Siang belajar di kampus, malam belajar di Pesantren. Amaliah dzikir yang didapat dari Waly Mursyid Pangersa Abah Anom dipraktekkannya setiap usai shalat-shalat fardhu sebagaimana instruksi dari Abah Anom. Jismani dan ruhaninya terbentuk matang.

Dalam masa pendidikannya, Ust. Sholeh menyempatkan pulang kampung setahun sekali. Pada kepulangannya di tahun keempat, Ust. Sholeh membawa serta istrinya ke Suryalaya dan mukim selama satu bulan. Dalam masa satu bulan itu, istri Ust. Sholeh belajar dzikir juga dari Pangersa Abah Anom.

Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu, tahun 1997 Ust. Sholeh menyelesaikan pendidikannya. Ia pun pulang kampung. Atas saran ibunya, Ust. Sholeh mendirikan Ma’had Darul Aytam wal Masakiin. Sesuai namanya lembaga pendidikan ini menampung anak-anak yatim dan dari keluarga tidak mampu di Pattani. 
Pada masa awal perintisan Ma’had tersebut, Ust. Sholeh mengalami keprihatinan yang luar biasa. Saat itu sudah ada sepuluh anak yang belajar di ma’hadnya. Suatu saat ia tidak memiliki dana untuk memberikan makan kepada sepuluh anak itu karena memang Ust. Sholeh tidak memiliki pekerjaan sambilan. Kemana lagi ia mengadu, kalau bukan kepada Allah SWT. Lalu ia melakukan shalat-shalat sunnah dan berdzikir TQN sesudahnya. Allah SWT memang Maha Pengasih, berkah karomah Waly Mursyid, keesokan harinya banyak orang yang berdatangan membawakan makanan-makanan siap santap. Subhanallah.

Kondisi masyarakat Pattani, berbeda sekali dengan di Indonesia. Begitu juga suasana politiknya. Pihak pemerintah yang berkeyakinan Budha sangat membatasi perkembangan agama Islam di wilayah politiknya. Jangankan organisasi masyarakat berbasis islam, lembaga pendidikan semacam pesantren pun tidak boleh berdiri. Mereka khawatir pendidikan berbasis islam akan merusak stabilitas keamanan negara. Tidak heran, para pendakwah islam di Pattani harus bersikap hati-hati ketika melakukan kegiatan dakwahnya. 

Ust. Sholeh faham benar kondisi ini. Ilmu yang dibawanya dari Suryalaya didakwahkan pelan-pelan dan hati-hati sekali. Paling tidak, keluarga terdekatnya dulu yang diajarkan dzikir TQN Suryalaya, anak-anak muridnya di ma’had dan warga-warga terdekat. Itu pun sebatas teori, karena ia belum mendapatkan otorisasi penuh dari Waly Mursyid untuk mengajarkan TQN Suryalaya. Sedikit demi sedikit keluarga dan teman terdekatnya di bawa ke Suryalaya pada kunjungan-kunjungannya ke Waly Mursyid dan mendapatkan talqin dzikir. 

Lambat laun semakin banyak kawan-kawannya yang tertarik, terakhir Ust. Sholeh membawa serta 12 orang keluarga dan kawan-kawannya ke Suryalaya pada musim pengajian manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jaylani qs di Ponpes Suryalaya pada 15 – 26 April 2010. Kesemua kerabat dan kawan-kawan dekatnya ini diberi talqin dzikir oleh Pangersa Abah Anom melalui salah seorang wakil talqinnya.

Subhanallah, kisah unik ini penulis dapatkan dari Ust. Sholeh saat mewawancarai beliau pada Minggu Malam 25 April 2010 di wisma Shuffah. Sebuah kisah dakwah yang luarbiasa. Penuh tantangan besar. Semoga Allah SWT selalu memberikan kekuatan, ketabahan dan kesabaran kepada Ust. Sholeh dan kawan-kawannya dalam berdakwah TQN Suryalaya. Semoga pula khidmah mereka kepada Waly Mursyd berbuah berkah yang besar.



Sumber : http://tqnnews.com/berita-180-tqn-suryalaya-menggeliat-di-pattani.html

Posting Komentar

 
Top