Menu

TQN PP.Suryalaya

 

Disarikan dari Buku "THORIQOT QODIRIYYAH NAQSYABANDIYYAH, Sejarah, Asal-Usul dan Perkembangannya, hal.116-118, Penerbit IAILM Tahun 1990~

Biografi Abah Anom menunjukkan bahwa dalam usia relatif muda, 18 tahun, ia telah menguasai banyak ilmu-ilmu agama Islam. Di samping itu, kiranya ia pun tertarik sekali oleh dunia Pesantren dan seluk-belunya pada saat itu. Oleh karena itu, pantas jika ia telah dicoba dalam usia muda itu untuk menjadi wakil talqin Abah Sepuh (KH.Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad). Percobaan ini nampaknya juga memberi ancangan bagi persiapan memperoleh pengetahuan dan pengalaman keagamaannya. 
Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa bahasanya dipertajam lagi di pesantren Citengah yang dipimpin oleh Haji Djunaedi di Panjalu yang terkenal sebagai ahli "alat",jago silat, dan ahli hikmat. Salah seorang muridnya adalah Haji Juber yang tinggal di jalan Cikijing, Ciamis.

Setelah menginjak usia 23 tahun, Ahmad muda ini menikah dengan Euis Siti Ru'yanah. Setelah menikah, kemudian ia berdziarah ke Tanah Suci Mekkah (menunaikan  ibadah Haji).

"Semprong Bulao" adalah kapal laut milik perusahaan Belanda. Kapal inilah yang membawa Ahmad Muda berlayar ke Mekkah pada tahun 1938 bersama Simri Hasanudin (Keponakan Abah Anom, mantan Kepala Desa Tanjungkerta). Nampaknya kapal ini berkesan sekali di hati Abah Anom karena naik kapal pada zaman itu bagi pemuda sebayanya merupakan suatu hal yang luar biasa. Apalagi perjalanan pelayarannya memakan waktu 15 hari.  Selain itu perjalanan Jeddah-Mekkah memakan waktu dua hari dua malam di atas punggung unta. Ketika itu Ahmad Muda menggunakan jasa Syeikh Abbas Abdul Jabbar. Beliau berfungsi sebagai travel biro.  Perjalanan Mekkah-Madinah memakan waktu 11 hari, yang berarti 22 malam pergi di atas unta.  Keseluruhan perjalanan hajinya memakan waktu sekitar 7 bulan.

Selama bulan Ramadhan , Ahmad muda rajin mengikuti pengajian bandungan di Masjidil Haram yang disampaikan oleh guru-guru dari Mekkah atau Mesir. Keikutsertaannya dimungkinkan sekali karena ia sudah menguasai bahasa Arab dengan baik. Siang malam ia tekun mengikuti bandungan Tafsir dan Hadist di Masjidil haram tersebut.

Sementara itu di Mekkah, tepatnya di Jabal Gubaisy ada seorang ulama dari Garut,Jawa Barat, bernama Syeikh Romli. Ia adalah wakil talqin yang diangkat Abah Sepuh. Di Jabal Gubaisy ini Syeikh Romli mempunyai ribat naqsabandi, sebuah madrasah yang merupakan balai pertemuan untuk melakukan muzakarah ilmu tasawuf. Ketika di Mekkah Abah Anom terbiasa tidur di atas pasir di Masjidil Haram (pada zaman itu sebagian lantai masjidil Haram masih berupa pasir) dan setiap pagi (din hari) ia pun terbangun. Ia pun rajin mengunjungi ribat naqsabandi di jabal Gubaisy untuk muzakarah kitab Sirrul Asror dan Ganiyyat Al-Talibin karya Sayyidi Syeikh Abdul Qodir Aj-Jaelani QS.

Sepulangnya dari Mekkah (tahun 1939 M.) setelah bermukim kurang lebih 7 bulan dapat dipastikan Abah Anom telah banyak pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang mendalam. Pengetahuannya meliputi ilmu Tafsir, Hadist, Fiqh, Kalam, dan Tasawuf yang merupakan inti pokok ilmu agama Islam. Oleh karena itu, tidak heran jika ia fasih berbahasa Arab dan lancar berpidato baik dalam bahasa Indonesia maupun Sunda dengan retorika (gaya bahasa) yang hebat sehingga para pendengar serta hadirin mampu menerimanya pada lubuk hati mereka yang paling dalam.  Beliau amat cendikia dalam budaya dan sastra Sunda sehingga melebihi kepandaian sarjana ahli bahasa Sunda yang ternama dalam penerapan filsafat etnik kesundaan, untuk memperkokoh Thoriqot Qodriyyah Naqsabandiyyah. Bahkan ia pun terkadang berbicara dengan bahasa Jawa dengan baik.

SEPULANG DARI TANAH SUCI MEKKAH, Abah ANom ikut serta memimpin Pondok Pesantren Suryalaya mendampingi ayahandanya Pangersa Abah Sepuh ra.

ILAHADROTI SYEIKH ABDULLAH MUBAROK BIN NUR MUHAMMAD RA. WAHADROTI SYEIKH AHMAD SHOHIBUL WAFA TAJUL ARIFIN RA.
ALFATIHAH...

Posting Komentar

 
Top