Allah
SWT berfirman, “Wa kaanaLlaahu ‘alaa kulli syai’in raqiibaa”. ‘Dan
sesungguhnya Allah SWT Maha mengawasi atas segala sesuatu’.
Malaikat
Jibril AS datang menemui RasuluLlah S.A.W. dalam bentuk rupa seorang laki-laki.
“Yaa
Muhammad, apa itu iman”.Tanya Jibril.
“Percaya
kepada Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, dan
takdir baik dan buruknya, dan hari akhir”.
“Engkau
benar”.
Para
sahabat yang menyaksikan keadaan tersebut merasa heran, bagaimana mungkin orang
yang bertanya ia sendiri yang membenarkannya. Bukankah ia datang untuk
bertanya, tetapi mengapa terkesan menggurui RasuluLlah SAW. Di tengah keheran
para sahabat, lelaki itu kembali bertanya, “Berilah aku penjelasan tentang
islam”.
RasuluLlah
SAW menjawab, “Bersyahadat, Menegakkan shalat, memberikan zakat, berpuasa di
bulan Ramadhan, dan hajji ke BaituLlah”.
“Benar
Engkau, berilah aku penjelasan tentang ihsan”.
RasuluLlah
ASW menjawab, “Beribadah kepada Allah SWT seakan-akan engkau melihat-Nya.
Aapabila engkau tidak dapat melihatnya maka sesungguhnya Dia melihatmu”.
“Engkau
benar”. Jawab Jibril kemudian pergi.
Ungkapan
sabda RasuluLlah SAW “Jika engkau tidak dapat melihat Nya maka sesungguhnya Dia
melihatmu”. Adalah merupakan isyarat tentang muraqabah (pengawasan).
Muraqabah adalah ilmu hamba untuk melihat Allah SWT. Sedangkan yang konsisten terhadap ilmu itu adalah yang mengawasi (menjaga atau merasa) bahwa dirinya selalu diawasi sehingga membentuk sikap yang selalu awas terhadap hukum-hukum Allah SWT. Ini adalah dasar dari segala kebajikan. Orang tidak akan sampai pada tingkatan ini kecuali setelah menyelesaikan pengawasan (penjagaan-terhadap dirinya sendiri). Apabila seseorang mengawasi dirinya sendiri terhadap apa-apa yang telah lampau, memperbaiki keadaannya di masa sekarang, maka ia akan selalu berada di jalan yang benar, mengadakan perhubungan dengan Allah SWT secara baik sambil menjaga hati, memelihara nafs agar selalu berhubungan dengan-Nya, memeliharanya dalam segala hal, maka ia akan mengetahui bahwa Allah SWT adalah Dzat Maha Pengawas dan Dzat Yang Maha Dekat dengan dirinya. Allah SWT mengetahui keadaannya, melihat perbuatannya, dan mendengar ucapannya. Barang siapa yang melupakan semua itu maka ia akan terlepas dari taraf permulaan keterhubungan dengan-Nya. Lalu bagaimana tentang hakikat “Dekat / Al qurb”.
Ahmad
Al Jariri mengatakan, “barang siapa yang tidak memperkuat taqwa dan pengawasan
antara dirinya dan Allah SWT, maka ia tidak akan sampai kepada mukasyafah (terbukanya
tabir rahasia) dan musyahadah (persaksian dengan-Nya).”
Al-Kisah,
ada seorang raja yang memiliki budak yang sering menghadap kepadanya jika
dibandingkan dengan budak-budak yang lain. Kebanyakan mereka tidak semahal dan
seistimewa budak yang satu ini. Mereka mengungkapkan hal itu kepada raja, maka
rajapun kemudian menjelaskan kepada mereka tentang keutamaan budak itu dalam
hal pelayanan-nya kepada raja jika dibandingkan dengan budak yang lain. Pada
suatu hari budak itu berada di atas kendaraan kuda bersama-sama dengan raja,
melewati sebuah gunung yang dipenuhi salju. Sang raja melihat salju-salju itu
dan kemudian menundukkan kepalanya. Seketika itu pula sang budak memacu kudanya
menuju ke arah salju yang dilihat raja. Orang-orang tidak mengerti mengapa
budak itu tiba-tiba pergi ke arah salju. Sang budak terus saja memacu kudanya
mendaki gunung yang penuh salju hingga ketika sampai di puncak ia mengambil
salju itu dan dibawanya untuk diberikan kepada raja. Sang raja berkata
kepadanya, “Apa yang membuatmu tahu bahwa saya menghendaki salju ?” Dia
menjawab, ‘Karena tuan melihat salju itu’. Tak lama kemudian pandangan raja
menerawang seraya mengatakan, “Dia aku berikan keistimewaan karena telah
memuliakan diriku dan selalu hadir dalam diriku. Tiap-tiap orang memiliki
kesibukan sendiri-sendiri sedangkan kesibukannya adalah selalu menjaga
pandangan/lirikanku dan keadaanku”.
Bersambung ke bagian II
Sumber: manakib.wordpress.com
Posting Komentar
Posting Komentar