Syekh Fadhil bin
Abu Bakar Al Bantani, beliau merupakan ulama ternama yang berdakwah di Johor.
Nisbah Al Bantani disematkan padanya tidak dipastikan mengacu pada Kota Banten.
Meski dikabarkan beliau lahir di Banten, namun beberapa sumber mengatakan Bantani
itu adalah Bentan, sebuah pulau di kepulauan Riau.
Dalam sejarah kerajaan Malaka maupun kerajaan Riau-Johor dan Riau-Lingga, Bentan memiliki posisi yang penting. Adapun Syekh Fadhil, merupakan ulama Bentan yang menjadi penasihat Kerajaan Johor.
Dalam sejarah kerajaan Malaka maupun kerajaan Riau-Johor dan Riau-Lingga, Bentan memiliki posisi yang penting. Adapun Syekh Fadhil, merupakan ulama Bentan yang menjadi penasihat Kerajaan Johor.
Syekh lahir di Banten pada tahun 1287 hijriyah atau bertepatan dengan 1870
Masehi. Sang ayah, Abu Bakr, merupakan seorang kyai. Sehingga sejak kecil,
Syaikh Fadhil mendapat pendidikan agama yang mumpuni. Sejak kecil, ia
mempelajari Islam dari keluarganya sendiri yang sebagian besar merupakan ulama.
Baru saat usia 30 tahun, kyai menuntut ilmu ke tanah suci Makkah.
Sebelum ke Johor, Syekh mempelajari beragam tarekat di tanah kelahirannya. Ia
terkenal ahli dalam dua tarekat Qadiriyyah dan Naqsyabandiyyah. Saat ke Johor,
syekh awalnya hanya memenuhi undangan seorang penghulu Mukim Langga, Haji Daud.
Penghulu tersebut sangat mengidolakan syaikh hingga mengundangnya agar dapat
berdakwah di Johor.
Pada tahun 1915, syekh bertolak ke Johor. Ia bermukim di Kampung Langga, Muar.
Disana, ia mengajarkan ilmu agama, terutama dua ilmu tarekat yang ia kuasai.
Dakwah Fadhil mendapat sambutan positif. Tak lama, dakwahnya pun meluas hingga
terdengar Sultan Johor.
Suatu hari saat dunia bergolak perang dunia kedua, Sultan Johor meminta bantuan
ulama untuk mendoakan keselamatan kerajaan Johor. Syekh Fadhil-lah yang
dimintai bantuan tersebut. Ia pun melantunkan banyak wirid yang kemudian wirid
tersebut dibukukan.
Atas wirid tersebut, sultan merasa mendapat ketenangan jiwa dan Negeri Johor pun selamat hingga perang dunia
berakhir. Atas jasa syekh, sultan pun memberinya anugerah dan hadiah. Sultan
menganugerahkan pangkat kepada syaikh dengan dilantik sebagai Mufti Peribadi
Sultan. Jabatan tersebut berbeda dengan mufti kerajaan. Mufti pribadi berperan
sangat spesial, ia memberikan fatwa dan nasihat langsung kepada sultan.
Selain diangkat sebagai mufti, syekh juga diberikan hadiah yang banyak. Syekh dan istrinya juga dibiayai sultan untuk menunaikan ibadah haji. Selain itu, syekh juga diizinkan mempublikasikan wirid-wiridnya ke seluruh kerajaan Johor.
Syekh Fadhil memang terkenal dengan amalan wiridnya. Ia sangat menekankan amalan Wirid Khaujakan atau Khatam (Khataman) Khaujakan yang sangat terkenal dalam ajaran Tariqat Naqsyabandiyah. Kata Khaujakan berasal dari bahasa Parsi, Khawajah yang artinya guru. Sehingga Khaujakan maksudnya bermajelis dengan tuan guru.
Wirid Khaujakan ini terus pamor dikalangan sufi di seluruh dunia, terutama Johor. Hingga kini, wirid itu juga masih dipelajari para sufi. Setelah menorehkan banyak kiprah, syekh menghembuskan nafas terakhir di Bakri, Muar, Johor pada 29 Jamadilawal 1369 Hijrah atau bertepatan dengan 18 Maret 1950 Masehi. Jasadnya dikebumikan di Batu 28 Lenga, Muar.
Selain diangkat sebagai mufti, syekh juga diberikan hadiah yang banyak. Syekh dan istrinya juga dibiayai sultan untuk menunaikan ibadah haji. Selain itu, syekh juga diizinkan mempublikasikan wirid-wiridnya ke seluruh kerajaan Johor.
Syekh Fadhil memang terkenal dengan amalan wiridnya. Ia sangat menekankan amalan Wirid Khaujakan atau Khatam (Khataman) Khaujakan yang sangat terkenal dalam ajaran Tariqat Naqsyabandiyah. Kata Khaujakan berasal dari bahasa Parsi, Khawajah yang artinya guru. Sehingga Khaujakan maksudnya bermajelis dengan tuan guru.
Wirid Khaujakan ini terus pamor dikalangan sufi di seluruh dunia, terutama Johor. Hingga kini, wirid itu juga masih dipelajari para sufi. Setelah menorehkan banyak kiprah, syekh menghembuskan nafas terakhir di Bakri, Muar, Johor pada 29 Jamadilawal 1369 Hijrah atau bertepatan dengan 18 Maret 1950 Masehi. Jasadnya dikebumikan di Batu 28 Lenga, Muar.
Sumber: republika.co.id
Posting Komentar
Posting Komentar