-foto: Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani dan Syaikh Muhammad Hisham Kabbani |
(Dari buku : The Naqshbandi Sufi Way, History
Oleh : Syaikh Muhammad Hisham Kabbani, 1995)
Beliau dilahirkan di Larnaca, Siprus, pada hari Minggu,
tanggal 23 April 1922 – atau 26 Shaban 1340 H. Dari sisi ayah, beliau adalah
keturunan Abdul Qadir Jailani, pendiri thariqat Qadiriah. Dari sisi ibunya,
beliau adalah keturunan Jalaluddin Rumi, pendiri thariqat Mawlawiyyah, yang
juga merupakan keturunan Hassan-Hussein (as ) cucu Nabi Muhammad saw. Selama
masa kanak-kanak di Siprus, beliau selalu duduk bersama kakeknya, salah seorang
syaikh thariqat Qadiriah untuk belajar spiritualitas dan disiplin. Tanda-tanda
luar biasa telah nampak pada syaikh Nazim kecil, tingkah lakunya sempurna. Tidak
pernah berselisih dengan siapapun, beliau selalu tersenyum dan sabar. Kedua
kakek dari pihak ayah dan ibunya melatih beliau pada jalan spiritual.
Ketika remaja, Shaykh Nazim sangat diperhitungkan karena
tingkat spiritualnya yang tinggi. Setiap orang di Larnaca mengenal beliau,
karena dengan umur yang masih amat muda mampu menasihati orang-orang, meramal
masa depan dan dengan spontan membukanya. Sejak umur 5 tahun sering ibundanya
mencarinya, dan didapati beliau sedang berada didalam masjid atau di makam Umm
Hiram, salah satu sahabat Nabi Muhammad (saw) yang berada di sebelah masjid.
Banyak sekali turis mendatangi makam tersebut karena tertarik akan pemandangan
sebuah batu yang tergantung diatas makam itu.
Ketika sang ibu mengajaknya pulang, beliau mengatakan :
” Biarkan aku disini dengan Umm Hiram, beliau adalah leluhur
kita.”
Biasanya terlihat syaikh Nazim sedang berbicara, mendengarkan
dan menjawab seperti berdialog dengannya. Bila ada yang mengusiknya, beliaukatakan
:
“ Biarkan aku berdialog dengan nenekku yang ada di makam
ini.”
Ayahnya mengirim beliau ke sekolah umum pada siang hari dan
sorenya belajar ilmu-ilmu agama. Beliau seorang yang jenius diantara
teman-temannya.Setelah tamat sekolah ( setara SMU ) syaikh Nazim
menghabiskan malam harinya untuk mempelajari thariqat Mawlawiyyah dan Qadiriah. Beliau
mempelajari ilmu Shariah, Fiqih, ilmu tradisi, ilmu logika dan Tafsir Qur’an. Beliau
mampu memberikan penjelasan hukum tentang masalah-masalah Islam secara luas. Beliau
juga mampu berbicara bagi orang-orang dari segala tingkatan spiritual. Beliau
di beri kemampuan untuk menjelaskan masalah-masalah yang sulit dalam bahasa
yang jelas dan mudah.
Setelah tamat SMA di Siprus, syaikh Nazim pindah ke
Istambul pada tahun 1359 H / 1940, dimana kedua saudara laki-laki dan seorang
saudara perempuannya tinggal. Beliau belajar tehnik kimia di Universitas
Istambul, di daerah Bayazid. Pada saat yang sama beliau memperdalam hukum
Islam dan bahasa Arab pada guru beliau, syaikh Jamaluddin al-Lasuni, yang
meninggal pada th 1375 H / 1955 M. Shaykh Nazim meraih gelar sarjana pada
tehnik kimia dengan hasil memuaskan dibanding teman-temannya. Ketika Professor diuniversitasnya
memberi saran agar melakukan penelitian, beliau katakan,” Saya tidak tertarik
dengan ilmu modern. Hati saya selalu tertarik pada ilmu-ilmu spiritual.”
Selama tahun pertama di Istambul, beliau bertemu dengan guru
spiritual pertamanya, Shaykh Sulayman Arzurumi, seorang syaikh dari thariqat
Naqsybandi yang meninggal pada th. 1368 H / 1948 M. Sambil kuliah
syaikh Nazim belajar pada beliau sebagai tambahan dari ilmu thariqat yang telah
dimilikinya yaitu Mawlawiyyah dan Qadiriah. Biasanya beliau akan terlihat
di masjid sultan Ahmad, bertafakur sepanjang malam.
Syaikh Nazim menuturkan
:
“Disana aku menerima barakah dan kedamaian hati yang luar
biasa. Aku shalat subuh bersama kedua guruku, Shaykh Sulayman Arzurumi dan
shaykh Jamaluddin al-Lasuni. Mereka mengajariku dan meletakkan ilmu
spiritual dalam hatiku. Aku mendapat banyak penglihatan spiritual agar
pergi menuju Damaskus, tapi hal itu belum diizinkan. Sering aku melihat
Nabi Muhammad memanggilku menuju ke hadapannya. Ada hasrat yang
mendalam agar aku meninggalkan segalanya dan untuk pindah menuju kota suci
Nabi.
Suatu hari ketika hasrat hati ini semakin kuat, aku diberi
“penglihatan” itu.Guruku , Shaykh Sulayman Arzurumi datang dan menepuk
pundakku sambil mengatakan,’Sekarang sudah turun izin. Rahasia-rahasia,
amanat, dan ajaran spiritualmu bukan ada padaku. Aku menahanmu karena
amanat sampai engkau siap bertemu dengan guru sejatimu yang juga guruku sendiri
yaitu Syaikh Abdullah ad-Daghestani. Beliau pemegang kunci-kuncimu. Temui
beliau di Damaskus. Izin ini datang dariku dan berasal dari Nabi.’ (
Shaykh Sulayman Arzurumi adalah salah satu dari 313 awliya thariqat
Naqsybandi yang mewakili 313 utusan. )
Bayangan itupun berakhir. Aku mencari guruku untuk
menceritakan pengalaman itu. Dua jam kemudian aku melihat syaikh menuju
masjid, aku berlari menghampirinya. Beliau membuka kedua tangannya dan berkata,
” Anakku, bahagiakah engkau dengan penglihatan itu ?” Aku
sadar bahwa beliau juga telah mengetahui segalanya. “Jangan tunggu lagi,
segera berangkat ke Damaskus.” Beliau bahkan tidak memberiku alamat atau
informasi lain, kecuali sebuah nama : Syaikh Abdullah ad-Daghestani
di Damaskus.
Dari Istambul ke Aleppo aku naik kereta. Selama
perjalanan aku masuk dari satu masjid ke masjid lain, shalat, duduk dengan
para ulama dan menghabiskan waktu untuk ibadah dan tafakur.
Kemudian aku menuju Hama, kota kuno mirip Aleppo. Aku
berusaha untuk langsung menuju Damaskus, namun mustahil. Perancis yang
saat itu menduduki Damaskus sedang mempersiapkan diri akan serangan
pihak Inggris. Jadi aku pergi ke Homs dimana ada makam Khalid bin
walid, sahabat Nabi. Ketika aku memasuki masjid untuk shalat, seorang pelayan
mendatangiku dan mengatakan :
‘ Aku bermimpi tadi malam, Nabi mendatangiku. Beliau mengatakan
: “Salah satu cucuku akan datang esok hari. Jagalah dia demi aku.” Beliau
memberi petunjuk bagaimana ciri-ciri cucu beliau yang sekarang aku lihat
semuanya ada pada dirimu.’
Dia memberiku sebuah kamar didalam masjid itu dimana aku
menetap selama setahun. Aku tidak pernah keluar kecuali untuk shalat dan
duduk ditemani 2 ulama Homs yang mumpuni, mereka mengajar bacaan
Al-Qur’an, tafsir, fiqih dan tradisi-tradisi Islam. Mereka adalah Shaykh
Muhammad Ali Uyun as-Sud dan shaykh Abdul Aziz Uyun as-Sud. Disana, aku
juga mengikuti pelajaran-pelajaran dari dua syaikh Naqsybandi, Shaykh Abdul
Jalil Murad dan Shaykh Said as-Suba’i.Hatiku semakin menggebu untuk segera tiba
di Damaskus, namun karena perang masih berkecamuk maka kuputuskan untuk menuju
Tripoli di Lebanon, dari sana menuju Beirut lalu ke Damaskus lewat jalur yang
lebih aman.
Pada tahun 1364 AH / 1944 M, Syaikh Nazim pergi ke Tripoli dengan
bis. Bis ini membawa beliau sampai ke pelabuhan yang masih asing, dan
tidak seorangpun dikenalnya. Ketika berjalan mengelilingi pelabuhan,
beliau melihat seseorang dari arah berlawanan. Orang itu adalah Mufti
Tripoli yang bernama Shaykh Munir al-Malek. Beliau juga merupakan shaykh
atas semua thariqat sufi dikota itu.
“ Apakah kamu shaykh Nazim ? aku bermimpi
dimana Nabi mengatakan, ‘Salah satu cucuku tiba di Tripoli.’ Beliau
tunjukkan gambaran sosokmu dan menyuruhku mencarimu di kawasan ini. Nabi
menyuruhku agar menjagamu. “
Syaikh Nazim memaparkan hal ini :
Aku tinggal dengan syaikh Munir al-Malek selama sebulan. Beliau
mengatur perjalananku menuju Homs untuk kemudian dilanjutkan ke
Damaskus. Aku tiba di Damaskus pada hari Jum’at th. 1365 H /
1945 awal tahun Hijriah. Aku tahu bahwa Syaikh Abdullah ad-Daghestani
tinggal di wilayah Hayy al-Maidan, dekat dengan makam Bilal al-Habashi dan
banyak keturunan dari keluarga Nabi. Sebuah daerah kuno yang penuh dengan
monumen-monumen bersejarah.
Akupun tidak tahu yang mana rumah syaikh Abdullah. Sebuah
penglihatan datang ketika aku berdiri di pinggir jalan; syaikh keluar dari
rumahnya dan memanggilku untuk masuk. Penglihatan itu segera lenyap, dan
tetap tak kulihat siapapun di jalanan. Keadaan tampak senyap akibat invasi
orang-orang Perancis dan Inggris. Penduduk ketakutan dan bersembunyi
didalam rumah masing-masing.Aku sendirian dan mulai berkontemplasi didalam hati
untuk mengetahui yang mana rumah syaikh Abdullah. Sekilas gambaran itu
muncul, sebuah rumah dengan sebuah pintu yang spesifik. Aku berusaha
mencari sampai akhirnya ketemu. Ketika akan kuketuk, syaikh membuka pintu
rumah menyambutku, ” Selamat datang anakku, Nazim Effendi.”
Penampilannya yang tidak biasa segera menarik hatiku. Tidak
pernah aku bertemu dengan syaikh yang seperti itu sebelumnya. Cahaya
terpancar dari wajah dan keningnya. Kehangatan yang berasal dari dalam
hatinya dan dari senyuman di wajahnya. Beliau mengajakku ke lantai atas
dengan menaiki tangga didalam kamarbeliau , “ Kami sudah menunggumu.”
Didalam hati, aku sangat bahagia bersamanya, namun masih ada
hasrat untuk mengunjungi kota Nabi. Aku bertanya pada beliau,
” Apa yang harus kulakukan ?” Beliau menjawab,”
Besok akan aku beri jawaban, sekarang waktumu untuk istirahat !” Beliau
menawari makan malam lalu kami shalat Isya berjamaah, kemudian tidur.
Pagi-pagi sekali beliau membangunkan aku untuk melakukan
shalat. Tidak pernah aku merasakan kekuatan luar biasa seperti cara beliau
beribadah. Aku merasa sedang berada dihadapan Ilahi dan hatiku semakin tertarik akan beliau. Kembali
sebuah ‘penglihatan’ terlintas. Aku melihat diriku sendiri menaiki sebuah
tangga dari tempat kami shalat menuju ke Bayt al-Mamur, Ka’bah surgawi,
setingkat demi setingkat. Setiap tingkat yang kulalui adalah maqam yang
diberikan syaikh kepadaku. Di setiap maqam aku menerima pengetahuan didalam
hatiku yang sebelumnya tidak pernah aku dengar ataupun aku pelajari. Kata-kata,
frase, kalimat diletakkan sekaligus dalam cara yang indah, di alirkan
menuju ke dalam hatiku, dari maqam ke maqam sampai terangkat menuju Bayt
al-Makmur. Disana aku melihat 124.000 (seratus dua puluh empat ribu)
Nabi-nabi berbaris melakukan shalat, dan Nabi Muhammad sebagai imamnya.
Aku melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu
) sahabat Nabi yang berbaris dibelakang beliau. Aku melihat 7007 ( tujuh ribu
tujuh ) awliya thariqat Naqsybandi berdiri dibelakang mereka sedang shalat. Aku
juga melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) awliya thariqat
lain berbaris melaksanakan shalat.
Sebuah tempat sengaja disisakan untuk dua orang tepat
disebelah Abu Bakr as-Siddiq. Grandsyaikh mengajakku menuju tempat itu dan
kamipun shalat subuh. Suatu pengalaman beribadah yang sangat indah. Ketika
Nabi memimpin shalat itu, bacaan yang dikumandangkan beliau sungguh syahdu. Tidak
ada kata-kata yang mampu melukiskan pengalaman itu, sesuatu yang Ilahiah.
Begitu shalat selesai, penglihatan itupun berakhir, tepat
ketika syaikh menyuruhku untuk melakukan adhan subuh. Beliau shalat
didepan dan aku dibelakangnya. Dari arah luar aku mendengar suara
peperangan antar 2 pihak pasukan tentara. Grandsyaikh segera mem-baiat-ku
didalam thariqat Naqsybandi, kata beliau : ‘Anakku, kami punya
kekuatan untuk bisa membuat seorang murid mencapai maqamnya dalam waktu sedetik
saja.’ Sambil melihat ke arah hatiku, kedua mata beliau berubah dari
kuning menjadi merah, lalu berubah putih, kemudian hijau dan akhirnya hitam. Perubahan
warna itu berhubungan dengan ilmu-ilmu yang di pancarkan pada hatiku.
Pertama adalah warna kuning yang menunjukkan maqam ‘qalbu’. Beliau
alirkan segala jenis pengetahuan eksternal yang diperlukan untuk melaksanakan
kehidupan manusia sehari-hari.
Yang kedua adalah maqam ‘rahasia/Sirr’, pengetahuan dari
seluruh 40 thariqat yang berasal dari Ali bin Abi Talib. Aku rasakan
diriku menjadi pakar dalam seluruh thariqat-thariqat ini. Mata beliau
berubah warna menjadi merah saat hal ini terjadi.Tahap yang ketiga adalah
tingkatan ‘Sirr as Sirr’ yang hanya diizinkan bagi para syaikh Naqsybandi
dengan imamnya Abu Bakr. Saat itu mata grandsyaikh telah berubah menjadi
putih.
Maqam keempat yaitu ‘pengetahuan spiritual tersembunyi /
khafa’ dimana saat itu mata beliau berubah warna menjadi hijau.
Terakhir adalah tahap akhfa, maqam yang paling rahasia dimana
tak ada apapun yang nampak disana. Mata beliau berubah menjadi hitam, dan
disinilah beliau mengantarku menuju Hadirat Allah. Kemudian grandsyaikh
mengembalikan aku lagi pada eksistensiku semula.
Rasa cintaku pada grandsyaikh begitu meluap, sehingga tidak
terbayangkan bila harus berjauhan dengannya. Aku tak menginginkan apapun kecuali
agar bisa berdekatan dan melayani beliau selamanya. Namun perasaan damai
itu terasa disambar oleh petir, badai dan tornado. Ujian yang sungguh luar
biasa dan membuatku putus asa ketika kemudian beliau mengatakan :
‘Anakku, orang-orangmu membutuhkanmu. Aku telah cukup
memberimu untuk saat ini. Pergilah ke Siprus hari ini juga.’
Aku jalani satu setengah tahun agar bisa bertemu dengan
beliau. Aku lewatkan satu malam bersama beliau . Kini beliau
memintaku untuk kembali ke Siprus, sebuah tempat yang telah kutinggalkan selama
5 tahun. Perintah yang amat mengerikan bagiku, namun dalam thariqat sufi,
seorang murid harus menyerah pada kehendak syaikh-nya. Setelah mencium
tangan dan kaki beliau sambil meminta izin, aku mencoba menemukan jalan menuju
Siprus.
Perang Dunia II akan segera berakhir dan sama
sekali tidak ada sarana transportasi. Ketika aku sedang memikirkan jalan
keluarnya, seseorang menghampiriku, ‘Syaikh, anda butuh tumpangan ?’
‘Ya ! kemana tujuan anda ?’ aku balik bertanya.
‘Ke Tripoli.’ jawabnya. Kemudian dengan truknya, setelah
2 hari perjalanan, kamipun sampai di Tripoli. ‘Antarkan aku sampai
pelabuhan.’ kataku
‘Buat apa ?’
‘Agar bisa naik kapal ke Siprus.’
‘Bagaimana bisa ? tak ada yang bepergian lewat
laut saat perang seperti ini.’
‘Tidak apa-apa. Antarkan aku kesana.’
Ketika dia menurunkanku di pelabuhan, aku kembali terkejut
ketika syaikh Munir al-Malek menghampiriku. Kata beliau : ‘
Cinta macam apakah yang dimiliki kakekmu padamu ? Nabi datang lagi lewat
mimpiku dan mengatakan – ‘ Cucuku, si Nazim akan segera tiba, jagalah
dia.’
Aku tinggal bersama syaikh Munir selama 3 hari. Aku
memintanya untuk mengatur perjalananku sampai ke Siprus. Beliau telah
berusaha, namun karena keadaan perang dan minimnya bahan bakar maka hal itu
sangat mustahil. Akhirnya hanya ada sebuah perahu. ‘Kamu bisa pergi,
tapi amat berbahaya !’ kata syaikh Munir.
‘Tapi aku harus pergi, ini adalah perintah syaikh-ku.’
Syaikh Munir membayar sejumlah besar uang pada pemilik perahu
untuk membawaku. Kami berlayar selama 7 hari agar sampai ke Siprus, yang
normalnya hanya memakan waktu 2 hari saja dengan perahu motor. Segera
setelah sampai di daratan Siprus, penglihatan spiritual terlintas dalam hatiku.
Aku merasa Grandsyaikh Abdullah ad-Daghestani mengatakan
padaku,
Image‘Oh anakku, tidak seorangpun mampu menahanmu membawa
amanatku. Engkau telah banyak mendengar dan menerima. Mulai detik ini
aku akanselalu dapat terlihat olehmu. Setiap engkau arahkan hatimu padaku,
aku akan selalu berada disana. Segala pertanyaan yang engkau ajukan akan dijawab
langsung, berasal dari hadirat Ilahi. Segala tingkatan spiritual yang ingin
engkau capai, akandianugerahkan kepadamu karena penyerahan totalmu. Semua
awliya puas denganmu, Nabipun bahagia akan dirimu.’
Ketika hal itu terjadi, aku merasakan syaikh ada disisiku dan
sejak saat itu beliau tidak pernah meninggalkanku. Beliau selalu berada di
sampingku.
Syaikh Nazim mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan
mengajar agama Islam di Siprus. Banyak murid-murid yang mendatangi beliau
dan menerima thariqat Naqsybandi. Namun sayang, waktu itu semua agama
dilarang di Turki dan karena beliau berada di dalam komunitas orang-orang Turki
di Siprus, agamapun juga dilarang disana. Bahkan mengumandangkan adhanpun
tidak diperbolehkan.
Langkah beliau yang pertama adalah menuju masjid di tempat
kelahirannya dan mengumandangkan adhan disana, segera beliau dimasukkan penjara
selama seminggu. Begitu dibebaskan, syaikh Nazim pergi menuju masjid besar
diNicosia dan melakukan adhan di menaranya. Hal itu membuat para
pejabat marah dan beliau dituntut atas pelanggaran hukum. Sambil menunggu
sidang, syaikh Nazim terus mengumandangkan adhan di menara-menara masjid
seluruh Nicosia.Sehingga tuntutanpun terus bertambah, ada 114 kasus yang
menunggu beliau.Pengacara menasihati beliau agar berhenti melakukan adhan,
namun syaikh Nazimmengatakan : “ Tidak, aku tidak bisa. Orang-orang
harus mendengar panggilan untuk shalat.”
Hari persidangan tiba. Jika tuntutan 114 kasus itu
terbukti, beliau bisa dihukum 100 tahun penjara. Pada hari yang sama hasil
pemilu diumumkan di Turki. Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes
dicalonkan untuk berkuasa. Langkah pertama dia ketika terpilih menjadi
Presiden adalah membuka seluruh masjid-masjid dan mengijinkan adhan dalam bahasa
Arab. Itulah keajaiban syaikh kita.
Selama bertahun-tahun disana, beliau mengadakan perjalanan ke
seluruh penjuru Siprus. Beliau juga mengunjungi Lebanon, Mesir, Saudi
Arabia dan tempat-tempat lain untuk mengajar thariqat Sufi. Syaikh
Nazim kembali ke Damaskus pada th. 1952 ketika beliau menikahi salah
satu murid grandsyaikh Abdullah yaitu Hajjah Amina Adil. Sejak saat itu
beliau tinggal di Damaskus dan mengunjungi Siprus setiap tahunnya, yaitu selama
3 bulan pada bulan Rajab, Shaban, dan Ramadhan.
Syaikh Nazim dan keluarganya tinggal di Damaskus, dan
keluarganya selalu menyertai bila syaikh Nazim pergi ke Siprus. Syaikh
Nazim mempunyai dua anak perempuan dan dua anak laki-laki.
Bersambung ke Bagian II.
Posting Komentar
Posting Komentar