(Dari buku : The Naqshbandi Sufi Way, History
Oleh : Syaikh Muhammad Hisham Kabbani, 1995)
Tahun-tahun selanjutnya, beliau melakukan perjalanan kaki di
wilayah negara Turki. Sejak tahun 1978, beliau habiskan tiga sampai empat
bulan disetiap daerah di Turki. Dalam setahun beliau bepergian di daerah
Istambul, Yalova, Bursa, Eskisehir dan Ankara. Di lain kesempatan
beliau mengunjungi Konya, Isparta dan Kirsehir.
Tahun berikutnya
mengunjungi pesisir selatan dari Adana menuju Mersin, Alanya, Izmir dan Antalya. Kemudian
ditahun berikutnya beliau bepergian ke sisi timur, Diyarbakir, Erzurm
sampai perbatasan Irak. Kemudian kunjungan selanjutnya adalah di laut
hitam, bergerak dari satu wilayah ke wilayah lainnya, dari kota menujukota lain,
dari masjid ke masjid men-syiarkan firman-firman Allah dan spiritualitas
dimanapun beliau berada.
Dimanapapun syaikh Nazim pergi, beliau disambut oleh kerumunan massa dari
yang sederhana sampai pejabat pemerintahan. Beliau masyur dengan sebutan
‘Al-Qubrusi’ di seluruh Turki. Syaikh Nazim merupakan syaikh / guru dari
Presiden Turki terakhir, Turgut Ozal yang amat menghormati beliau. Akhir-akhir
ini syaikh Nazim terkenal karena pemberitaan yang luas dari media dan pers.
Beliau di wawancarai hampir tiap minggu oleh berbagai stasiun TV dan reporter
yang menanyakan tentang berbagai kejadian serta masa depan Turki. Beliau mampu
menjembatani antara pemerintahan yang sekuler dan kelompok Islam fundamental,
seperti yang diajarkan oleh Nabi ( saw ) sehingga tercipta kedamaian
disetiap hati dan pikiran dari kedua belah pihak, baik kalangan awam maupun
yang cerdas sekalipun.
Tahun 1986, beliau terpanggil untuk mengadakan perjalanan menuju
Timur jauh; Brunei, Malaysia, Singapore, India, Pakistan, Sri
Lanka. Beliau di terima baik oleh para Sultan, Presiden, anggota parlemen,
pejabat pemerintah dan tentu saja rakyat pada umumnya. Beliau di sebut
sebagai orang suci zaman ini diBrunei. Beliau disambut dengan kemurahan
rakyat dan khususnya oleh Sultan Hajji Hasan al-Bolkiah. Beliau
digolongkan sebagai salah satu syaikh terbesar thariqat Naqsybandi di Malaysia. Di
Pakistan, beliau dikenal sebagai penyegar akan thariqat sufi dan
beliau mempunyai ribuan murid. Di Srilanka, di antara pemerintahan dan rakyat
biasa, beliau mempunyai lebih dari 20.000 ( dua puluh ribu ) murid.
Di antaramuslim Singapore, beliau juga amat dihormati.
Pada tahun 1991, untuk pertama kalinya beliau mengunjungi
Amerika.Lebih dari 15 negara bagian beliau kunjungi. Beliau bertemu dengan
banyak kalangan masyarakat dari berbagai aliran dan agama-agama : Muslim,
Kristen, Yahudi, Sikh, Buddha, Hindu, New age, dan lain-lain. Hal ini
membuahkan berdirinya lebih dari 13 pusat-pusat thariqat Naqsybandi di Amerika
Utara. Kunjungan keduath. 1993, beliau mendatangi berbagai daerah dan
kota-kota, masjid-masjid, gereja, sinagog, dan candi-candi. Melalui
beliau, lebih dari 10.000 ( sepuluh ribu ) rakyat Amerika Utara telah
masuk Islam dan ber-baiat dalam thariqat Naqsybandi.
Pada bulan Oktober 1993, beliau menghadiri peresmian kembali
masjid dan sekolah Imam Bukhari di Bukhara, Uzbekistan. Beliau
adalah orang pertama diantara banyak generasi Imam Bukhari yang mampu
mengembalikan daerah pusat para awliya di Asia tengah yang sangat
kuat mengabadikan nama dan ajarannya dalam thariqat ini.
Sebagaimana Shah Naqsyband sebagai pelopor di daerah Bukhara
dan Asia Tengah, juga Ahmad as-Sirhindi al-Mujaddidi pelopor di milenium ke 2,
dan Khalid al-Baghdadi pelopor kebangkitan Islam, shariah, dan thariqat di
Timur Tengah; maka syaikh Nazim Adil al-Haqqani adalah pelopor , pembaharu dan
penyeru umat agar kembali pada Tuhan-nya di abad ini, abad perkembangan
tekhnologi dan materialisme.
Khalwat Syaikh Nazim
Khalwat pertama beliau atas perintah Syaikh Abdullah
ad-Daghestani di tahun 1955 di Sueileh, Yordania. Beliau berkhalwat selama
6 bulan. Kekuatan dan kemurnian dalam setiap kehadiran beliau mampu menarik
ribuan murid di Sueileh dan desa-desa sekitarnya, Ramta dan Amman menjadi
penuh oleh murid-muridnya.Ulama, pejabat resmi dan banyak kalangan tertarik akan pencerahan
dan kepribadian beliau.
Ketika baru mempunyai 2 orang anak, satu perempuan dan satu
laki-laki, syaikh Nazim dipanggil oleh grandsyaikh Abdullah. “ Aku menerima
perintah dari Nabi untukmu agar melakukan khalwat di masjid Abdul Qadir Jailani
di Baghdad. Pergilah kesana dan lakukan khalwat selama 6 bulan.”
Syaikh Nazim bercerita mengenai peristiwa ini :
Aku tidak bertanya apapun pada grandsyaikh. Aku bahkan
tidak pulang ke rumah. Aku langsung melangkahkan kakiku menuju Marja, di
dalam kotanya. Tidak pernah terlintas dalam benakku ‘aku butuh pakaian,
uang atau
makanan’ . Ketika beliau berkata ‘Pergilah!’ maka aku
segera pergi. Aku memang ingin melakukan khalwat bersama syaikh Abdul
Qadir Jailani.
Ketika sampai di kota , aku melihat seorang
laki-laki yang sedang menatapku. Dia mengenalku. “Syaikh Nazim, anda
mau kemana ? “
“Ke Baghdad.” jawabku. Ternyata dia murid grandsyaikh. “
Saya juga mau kesana.” Kamipun berangkat dengan naik truk yang penuh
dengan muatan barang untuk dikirim ke Baghdad.
Ketika memasuki masjid Syaikh Abdul Qadir Jailani, ada
seorang laki-laki tinggi besar yang berdiri di pintu. Dia memanggilku,”
Syaikh Nazim !”
“Ya,” jawabku.
“ Saya ditunjuk untuk melayani anda selama tinggal
disini. Mari ikut saya.”
Sebenarnya aku terkejut akan hal ini, namun dalam
thariqat segala hal telah diatur dalam Kehendak Ilahi. Aku mengikutinya sampai
ke makam sang Ghawth. Aku mengucapkan salam pada kakek buyutku,
Syaikh Abdul Qadir Jailani.
Sambil menunjukkan kamarku, orang itu mengatakan, ‘‘Setiap
hari aku akanmemberimu semangkuk sup dan sepotong roti.’’
Aku keluar dari kamar hanya untuk menunaikan shalat 5 waktu
saja. Aku mencapai sebuah maqam dimana aku mampu khatam Al Qur’an dalam
waktu 9 jam. Setiap harinya aku membaca Lha ilaha ill-Allah 124.000 kali dan
shalawat 124.000 kali ditambah membaca seluruh Dalail al-khayrat, dan membaca
313.000 kali Allah, Allah, dan seluruh ibadah yang dibebankan padaku. ‘Penglihatan-penglihatan
spiritual’ mulai bermunculan mengantarku dari satu maqam ke maqam lain sampai
akhirnya aku menjadi fana’ dalam hadirat Allah.
Suatu hari aku mendapat penglihatan bahwa syaikh Abdul Qadir
Jailani memanggilku menuju makamnya. Kata beliau, ‘ Oh, cucuku, aku
sedang menunggumu di makamku, datanglah !” Aku bergegas mandi, shalat 2
rekaat dan berjalan menuju makam beliau yang hanya beberapa langkah dari
kamarku. Sesampai disana, aku mulai bermuraqaba. “ as-salam alayka ya
jaddi’ ( semoga kedamaian tercurah padamu, kakekku ) “
Segera aku melihat beliau keluar dari makam dan berdiri
disampingku.Dibelakang beliau ada sebuah singgasana indah yang dihiasi
batu-batu mulia. Kata beliau “ Mendekat dan duduklah bersamaku
di singgasana itu.”
Kami duduk layaknya seorang kakek dan cucunya. Beliau
tersenyum danmengatakan :
“Aku bahagia denganmu, Nazim Effendi. Maqam syaikh kamu,
Abdullah al-Faiz ad-Daghestani amat tinggi dalam thariqat Naqsybandi. Aku
ini kakekmu.Sekarang aku turunkan padamu, langsung dariku, kekuatan yang
dipegang oleh Ghawth. Aku bay’at kamu dalam thariqat Qadiriah sekarang.”
Kemudian grandsyaikh nampak dihadapanku, Nabi (saw ) pun
hadir, juga Shah Naqsyband. Syaikh Abdul Qadir Jailani berdiri memberi
hormat pada Nabi beserta para syaikh yang hadir, akupun melakukannya. Kata beliau
:
‘ Ya Nabi, Ya Rasulullah, aku kakek dari cucuku ini. Aku
bahagia dengan kemajuannya dalam thariqat Naqsybandi dan aku ingin menambahkan
thariqat Naqsybandi pada maqamku. ‘
Nabi tersenyum dan melihat pada Shah Naqsyband, selanjutnya
Shah Naqsyband melihat pada Grandsyaikh Abdullah. Inilah adab pimpinan
yang baik, karena Syaikh Abdullah yang masih hidup pada saat itu. Grandsyaikh
menerima rahasia thariqat Naqsybandi yang diterima beliau dari Shah Naqsyband
melalui silsilah Nabi, dari Abu Bakr as-Siddiq, agar ditambahkan pada maqam
syaikh Abdul Qadir Jailani.
Ketika syaikh Nazim merampungkan khalwatnya, dan akan segera
meninggalkan makam kakeknya dan mengucapkan salam perpisahan. Syaikh Abdul
Qadir Jailani muncul dan memperbarui bay’at syaikh Nazim dalam thariqat
Qadiriah. Kata Kakeknya, “ Cucuku, aku akan memberimu kenang-kenangan
karena telah berkunjung ke sini.” Beliau memeluk syaikh Nazim dan
memberinya 10 buah koin yang merupakan mata uang di jaman beliau dulu hidup. Koin
itu masih disimpan syaikh Nazim sampai hari ini.
Sebelum pergi, syaikh Nazim memberi tanda kenangan jubah pada
syaikh yang telah melayani beliau selama khalwat disana. “ Aku memakai
jubah ini selama masa khalwat, sebagai alas tidurku, bahkan juga saat shalat
dan dzikir.Simpanlah, Allah beserta Nabi akan memberkahimu.” Syaikh itu
mengambil jubah, menciumnya dan memakainya. Syaikh Nazim meninggalkan Baghdad dan
kembali keDamaskus, Syria.
Bersambung ke Bagian IV
Posting Komentar
Posting Komentar