Di dalam kamus Mukhtaar al-Shihaah, Imam al-Raziy menyatakan, bahwa al-syahiid bermakna al-qatiil
fi sabilillah (orang yang gugur di jalan Allah).[1] Al-Barkatiy, di dalam Qawa'id
al-Fiqhiyyahmenyatakan, "al-Syahadah kadang-kadang merupakan
sebutan dari al-Syahiid; yakni al-qathlu fi sabilillah (gugur di jalan
Allah)."[2]
Imam al-Jurjaniy, di dalam kitab al-Ta'rifaat mendefinisikan
syahid dengan; setiap Muslim yang gugur dalam keadaan terdzalimi, kematiannya
tidak mewajibkan adanya kompensasi harta, bukan al-murtats; yakni
orang yang dibawa dari kancah peperangan –setelah perang berakhir— dalam
keadaan terluka parah, kemudian meninggal dunia[3].
Definisi Syahid Menurut Empat
Madzhab
Para ulama fikih juga berbeda pendapat dalam mendefinisikan syahid serta
ketentuan hukum bagi orang yang mati syahid.
Madzhab Hanafiyyah
Di dalam kitab Tuhfat al-Fuqaha' dinyatakan, "Orang
yang mati syahid itu ada dua macam. Pertama, syahid yang dimandikan
jenazahnya. Kedua, syahid yang tidak dimandikan jenazahnya. Adapun
syahid yang jenazahnya tidak dimandikan misalnya adalah syuhada'
Uhud."[4]
Di dalam kitab al-Bidaayah, dan kitab Syarahnya, al-'Inayah disebutkan,
"Syahiid adalah orang yang dibunuh oleh kaum Musyrik, atau meninggal di
medan perang dengan meninggalkan bekas-bekas (terbunuh), yaitu terluka di
bagian luar maupun dalam, seperti keluarnya darah dari mata, dan lain
sebagainya."[5]
Imam Syaukani, di dalam kitab Fath al-Qadiir menyatakan,
bahwa syahiid tidak dimandikan jenazahnya dan bajunya tidak ditanggalkan, bukan
karena kemutlakannya, akan tetapi lebih umum daripada hal itu….Sedangkan
al-murtats dan selainnya adalah syahiid…Orang yang dibawa dari peperangan dalam
keadaan luka dan masih ada tanda-tanda kehidupan (al-murtats), jika kemudian
meninggal, maka wajib dimandikan.."[6] Oleh karena itu, Rasulullah
saw memandikan Sa'ad bin Mu'adz yang akhirnya mati syahid setelah dibawa dari
peperangan dalam keadaan luka.[7]
Di dalam kitab al-Sair al-Kabiir dinyatakan, bahwa orang yang
terluka di medan jihad, kemudian meninggal setelah dibawa pergi dari peperangan,
maka orang tersebut terkategori syahid di akherat. Akan tetapi, orang
tersebut diperlakukan sebagaimana orang yang meninggal biasa; yakni dimandikan
dan dikafani.[8]
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa definisi syahid menurut
madzhab Hanafi adalah seorang Muslim yang meninggal dunia di kancah peperangan
melawan kaum kafir, dan tidak al-murtats.[9]
Madzhab Malikiyyah
Menurut madzhab Malikiyyah, syahiid adalah orang
yang terbunuh di dalam peperangan saja, meskipun ia terbunuh di negeri Islam
sendiri karena ada serangan musuh atas kaum Muslim. Termasuk syahid juga,
jika seseorang tidak terbunuh dalam kancah peperangan, akan tetapi terbunuh
karena lengah, tertidur, atau dibunuh oleh saudaranya Muslim karena disangka
orang kafir, atau terjatuh dari kuda, terkena pedang atau panahnya sendiri,
jatuh ke dalam sumur atau jurang, meskipun ia dalam keadaan junub atau
haidl. Namun tidak termasuk syahid, orang yang dibawa dari medan
peperangan dalam keadaan hidup, kemudian ia meninggal dunia, dan perang telah
berakhir. Ketentuan ini tidak berlaku bagi al-maghmuur ,
yakni orang yang dibawa dari kancah peperangan, ketika perang telah berakhir,
dan ia mendapatkan luka yang sangat parah hingga tidak sempat makan,
minum, dan berbicara hingga akhirnya meninggal dunia. Al-Maghmuur dihukumi syahiid,
seperti orang yang gugur di medan jihad.[10]
Madzhab Syafi'iyyah
Al-Syiraaziy mendefinisikan syahid dengan, "Seorang Muslim yang gugur
dalam kancah jihad melawan orang-orang kafir karena sebab memerangi orang kafir
sebelum berakhirnya peperangan, maka ia adalah syahid."[11]
Imam Nawawiy dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan, "Syahiid
yang tidak dimandikan dan disholatkan jenazahnya adalah, orang yang gugur
disebabkan perang melawan kaum kafir dan dalam keadaan sedang berperang melawan
orang kafir, baik terbunuh oleh kaum kafir, terkena pedang seorang Muslim
karena tidak sengaja, terkena sabetan pedangnya sendiri, jatuh dari kudanya,
terkena lemparan daabbah (alat perang jaman dahulu) lalu
gugur, atau terkena lemparan daabbah kaum Muslim sendiri, dan lain sebagainya;
atau terkena lemparan anak panah yang tidak diketahui apakah dilempaskan oleh
seorang Muslim maupun kafir, atau ia telah ditemukan dalam keadaan gugur ketika
perang telah berakhir dan tidak diketahui sebab kematiannya; sama saja apakah
ia meninggalkan bekas darah atau tidak. Sama saja
apakah ia gugur pada saat berperang, maupun pada saat lain (bukan pada saat
sedang berperang), maka, jika ia gugur dengan sebab-sebab tersebut sebelum
berakhirnya peperangan –baik ia sudah makan, minum, maupun berbicara (memberi
wasiat) atau belum sempat melakukan hal itu, maka menurut kami, semuanya layak
mendapatkan sebutan syahid."[12]
Inilah definisi syahid menurut madzhab Syafi'iyyah.
Madzhab Hanaabilah
Menurut madzhab Imam Ibnu Hanbal, syahid yang mendapatkan perlakukan khusus
dalam semua hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan jenazahnya setelah ia
gugur sebagai seorang syuhadaa' adalah, "Orang yang gugur di medan
jihad melawan orang kafir, baik laki-laki maupun perempuan, sudah maupun belum
baligh; baik dibunuh oleh kaum kafir, ataupun terkena senjatanya sendiri lalu
terbunuh. Ada pula yang dihukumi syahid di akherat, tapi tidak syahid di
dunia. Yaitu, orang yang dibawa dari medan peperangan dalam keadaan luka
parah, atau terjatuh dari kudanya kemudian mati; atau ditemukan telah meninggal
dunia namun tidak meninggalkan bekas darah; atau mati syahid dalam keadaan
junub."[13]
Keutamaan Mati Syahid
Al-Quran dan Sunnah telah menuturkan keutamaan dan keagungan yang yang mati
syahid. Di dalam al-Quran, Allah swt berfirman;
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ
قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ
يُرْزَقُونَ(169)فَرِحِينَ بِمَا ءَاتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا
خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (170) يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ
اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu
mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. mereka
dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada
mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di
belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.Mereka bergirang hati dengan
ni`mat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan
pahala orang-orang yang beriman."[Ali Imron:169-170]
Di dalam Shahih Muslim dituturkan sebuah riwayat dari Masruq, bahwasanya ia
berkata:
سَأَلْنَا عَبْدَ اللَّهِ عَنْ
هَذِهِ الْآيَةِ وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ قَالَ أَمَا إِنَّا قَدْ
سَأَلْنَا عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ أَرْوَاحُهُمْ فِي جَوْفِ طَيْرٍ خُضْرٍ لَهَا
قَنَادِيلُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَسْرَحُ مِنْ الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ
ثُمَّ تَأْوِي إِلَى تِلْكَ الْقَنَادِيلِ فَاطَّلَعَ إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ
اطِّلَاعَةً فَقَالَ هَلْ تَشْتَهُونَ شَيْئًا قَالُوا أَيَّ شَيْءٍ نَشْتَهِي
وَنَحْنُ نَسْرَحُ مِنْ الْجَنَّةِ حَيْثُ شِئْنَا فَفَعَلَ ذَلِكَ بِهِمْ ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ فَلَمَّا رَأَوْا أَنَّهُمْ لَنْ يُتْرَكُوا مِنْ أَنْ يُسْأَلُوا
قَالُوا يَا رَبِّ نُرِيدُ أَنْ تَرُدَّ أَرْوَاحَنَا فِي أَجْسَادِنَا حَتَّى
نُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مَرَّةً أُخْرَى فَلَمَّا رَأَى أَنْ لَيْسَ لَهُمْ
حَاجَةٌ تُرِكُوا
"'Kami pernah bertanya kepada Abdullah bin Mas'ud tentang ayat ini (Ali
Imron:169), Lalu, ia berkata, "Sungguh, saya pernah bertanya tentang
ayat ini kepada Rasulullah saw. Beliau menjawab, "Arwah-arwah mereka
berada di perut-perut burung hijau, dimana mereka memiliki pelita-pelita yang
tergantung di 'Arsy. Mereka bisa keluar dari surga sekehendak hati mereka,
kemudian menetap kembali ke pelita-pelita itu. Rabb mereka pun
menyaksikan mereka, dan bertanya, "Apakah kamu tidak melupakan
sesuatu? Mereka menjawab, "Apa yang kami lupakan? Sedangkan kami
bisa keluar dari surga sekehendak kami. Allah swt menanyakan hal
itu kepada mereka tiga kali. Ketika mereka menyadari bahwa mereka harus
memohon kepada Allah swt, mereka berkata, "Ya Rabb, kami mohon agar Engkau
mengembalikan arwah-arwah kami ke jasad kami, hingga kami bisa terbunuh lagi di
jalanMu sekali lagi."[HR. Imam Muslim]Imam Nawawiy menyatakan, bahwa
hadits ini menunjukkan bahwa Allah swt begitu mengagungkan dan memulyakan
kedudukan orang-orang yang mati syahid.[14]
Imam Bukhari dan Muslim juga mengisahkan sebuah riwayat dari Anas bin Malik,
bahwasanya Nabi saw bersabda:
مَا أَحَدٌ يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ يُحِبُّ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا وَلَهُ مَا عَلَى الْأَرْضِ
مِنْ شَيْءٍ إِلَّا الشَّهِيدُ يَتَمَنَّى أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا
فَيُقْتَلَ عَشْرَ مَرَّاتٍ لِمَا يَرَى مِنْ الْكَرَامَةِ
"Tak seorangpun yang masuk ke dalam surga yang berhasrat kembali ke
dunia, dan ia tidak menginginkan apapun di dunia ini selain mati syahid.
Ia begitu berharap bisa kembali ke dunia, kemudian terbunuh sebanyak 10 kali,
ketika memahami keutamaannya (syahid)."[HR. Shahih Bukhari]
Imam Turmudziy di dalam Sunan al-Turmudziy meriwayatkan
sebuah hadits dari Miqdam bin Ma'dikariba, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ
سِتُّ خِصَالٍ يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ وَيَرَى مَقْعَدَهُ مِنْ
الْجَنَّةِ وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَيَأْمَنُ مِنْ الْفَزَعِ
الْأَكْبَرِ وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ الْيَاقُوتَةُ مِنْهَا
خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا وَيُزَوَّجُ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ
زَوْجَةً مِنْ الْحُورِ الْعِينِ وَيُشَفَّعُ فِي سَبْعِينَ مِنْ أَقَارِبِهِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ
"Orang yang mati syahid berhak mendapatkan enam keutamaan; dosanya
terampuni berbarengan dengan darah yang tertumpah pertama kali, diperlihatkan
tempat duduknya kelak di surga, dijauhkan dari adzab kubur, diselamatkan dari
faz' al-akbar (ketakutan besar), merasakan manisnya iman, beristerikan
bidadari, dan diberi hak memberikan syafa'at 70 orang kerabatnya."[HR.
Imam Turmudziy]. Menurut Abu 'Isa, hadits ini hasan shahih gharib.
Di dalam Shahih Muslim diututurkan sebuah riwayat dari 'Abdullah bin 'Amru bin
al-'Ash, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ
ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ
"Gugur di jalan Allah akan menutup semua dosa, kecuali
hutang."[HR. Imam Muslim] Imam Nawawiy, di dalam Syarah
Shahih Muslim menjelaskan makna hadits ini sebagai berikut,"Adapun
sabda Rasulullah saw, "kecuali hutang" merupakan perumpamaan untuk
semua hak anak Adam. Jihad dan syahadah (syahid), dan amal kebaikan yang
lain tidak mampu menutupi (menebus) hak-hak anak Adam. Yang bisa ditutup
atau ditebus hanyalah hak Allah swt."[15]
Inilah sebagian nash yang menjelaskan keutamaan dan keagungan mati
syahid. Masih banyak nash-nash lain yang menuturkan keluhuran mati
syahid.
[1] Imam al-Raziy, Mukhtaar al-Shihaah, hal. 349
[2] al-Barkatiy, Qawa'id
al-Fiqhiyyah, juz 1/342
[3] Imam al-Jurjaniy, al-Ta'riifaat, juz
1/170
[4] Tuhfat al-Fuqaha', juz 1/210
[5] al-'Inayah Syarh al-Hidaayah,
juz 2/142
[6]Fath al-Qadiir, juz
2/146
[7]Tuhfat al-Fuqaha, juz
1/211
[8]al-Sair al-Kabiir,juz
1/232. Di dalam kitab Badai' al-Shanai' disebutkan tujuh
syarat syahid dalam hukum dunia, (1) orang tersebut terbunuh, (2) ia adalah
pihak yang didzalimi, (3) tidak ada kompensasi harta atas jiwanya….sehingga,
jika ia terbunuh karena tidak sengaja, ataau mirip sengara…ia tidak memperoleh
syahid, (4) ia bukan al-murtats, (5) muslim, (6) mukallaf. Point keenam
ini merupakan syarat yang ditetapkan oleh Imam Abu Hanifah. Sedangkan Abu
Yusuf dan Mohammad, mukallaf bukan syarat syahid. (7) suci dari janabat.
Syarat ketujuh ini ditetapkan oleh Abu Hanifah, sedangkan menurut Abu Yusuf dan
Mohammad, ini bukan syarat.
[9] Dr. Mohammad Khair haekal, al-Jihad
wa al-Qitaal, juz 2/1200
[10] Al-Dardiriy, al-Syarah
al-Kabiir, juz 1/425-426
[11] al-Syiraaziy, al-Muhadzdzab,
juz 1/135
[12]Imam
al-Nawawiy, al-Majmuu', juz 5/261
[13] Ibnu
Qudamah, al-Mughniy, juz 2/301-305
[14] Imam
Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, juz 8/93
[15] Imam
Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, juz 8/88
SUMBER: 10109472.blog.unikom.ac.id
Posting Komentar
Posting Komentar