Oleh Nashih Nashrullah-
“Anu matak ulah rek
kajongjonan, ngeunah dewek henteu lian”
Kalimat itu, kurang lebih bermakna janganlah acuh tak acuh dan hanya
menyenangkan diri sendiri. Penggalan petuah bijak Pendiri Pesantren Patapan Suryalaya
Kajembaran Rahmaniyah atau disingkat dengan Suryalaya, Tanjungkerta
Pageurageung, Tasikmalaya almarhum Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang
terabadikan dalam risalah Tanbih. Kumpulan wasiat yang hingga sekarang
menjadi pegangan bagi para santri dan pengikut Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah
(TQN) di Suryalaya.
Ada empat poin utama nasihat yang disampaikan oleh penyebar TQN di wilayah Jawa
Barat itu, pada intinya menekankan keseimbangan dalam segala hal. Cinta agama
harus taat pada negara, saleh ritual juga harus peka sosial.
Bahkan, nyaris keempat poin tersebut menekankan pentingnya kesalehan sosial,
mengiringi kesalehan indivudal. Sina logor dina liang jarum, ulang sereg
di buana. Hendaklah bersikap budiman, tertib, dan damai. Jangan sesekali
timbul persengketaaan, tidak lain tujuannya adalah budi utama jasmani
sempurna (cageur-bageur).
Sejak berdiri 5 September 1905, di bawah kepemimpinan tokoh yang dikenal dengan
Abah Sepuh tersebut pesantren menjadi simbol sekaligus bukti dari keluhuran
Islam. Kehadirannya menjadi oase di tengah kegersangan mental dan keterpurukan
fisik warga setempat. Kekuatan spiritual keluarga besar pesantren tak bersifat
rigid, terkungkung, justru menjelma menjadi daya dorong luarbiasa bagi
terciptanya perbaikan, sebab itulah hakikat Islam. Sebuah perubahan.
Abah Sepuh yang wafat pada 25 Januari 1956 itu, mampu memanifestasikan Islam
sebagai jalan hidup, tidak hanya secara vertikal, tetapi juga horizontal. Abah
membangun irigasi serta bendungan untuk mengairi sawah penduduk, yang lantas
dinamakan Bendungan Nur Muhammad. Sedangkan guna mendongkrak perekonomian, Abah
Sepuh mendirikan pasar.
Kepedulian terhadap lingkungan telah mendarah daging kepada ahli warisnya,
yakni KH Shohibul Wafa Tajul Arifin. Di bawah kearifannya, pesantren Suryalaya
ibarat sang surya, yang menebarkan manfaat bagi alam semesta. Selaras dengan
arti kata Suryalaya itu sendiri surya berarti matahari sedangkan laya bermakna
terbit.
Tonggak prestasi figur yang
akrab disapa Abah Anom itu, ialah mendirikan Pesantren Remaja Inabah pada 1971.
Pesantren tersebut unik, lantaran menggunakan ajaran dan tuntunan agama untuk
terapi penyembuhan para korban penyalahgunaan narkoba.
Menteri Agama Suryadharma Ali,
menaruh hormat atas sumbangsih Pondok Pesantren Suryalaya. Umat Islam saat ini, dituntut
berperan aktif bagi masyarakat di berbagai bidang mulai dari
keagamaan, sosial, ekonomi, hingga politik. Bermodalkan kepekaan terhadap sesama dan lingkungan serta bekal sumber daya
manusia yang mumpuni, umat mesti menjadi tonggak perubahan bangsa dan negara.
Bila masyarakat miskin, maka ini berarti umat Islam miskin. Jika sejahtera maka
maknanya Muslim sejahtera."Kuncinya di umat Islam,"katanya saat
menghadiri Maulid Nabi Muhammad S.A.W (Sekaligus Acara Manaqib Sayyidi Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani qs., red) di Pondok Pesantren Suryalaya,Pager Ageung,Tasikmalaya, Senin (13/1/2014).
Sumber tulisan: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/14/01/17/mzjov7-pesantren-suryalaya-potret-kesejukan-islam
Posting Komentar
Posting Komentar