SLEMAN - Biasanya, warga yang
beragama Muslim menjadikan seperangkat alat shalat sebagai mahar pernikahan atau mas kawin
perkawinan.
Namun, Kantor Kementrian Agama
Kabupaten Sleman menganjurkan mahar lain bagi pengantin setempat yakni bibit
atau batang pohon.
Anjuran itu disebarkan ke seluruh kepala Kantor Urusan Agama dan penghulu
setempat mulai 1 Januari 2014.
Penghulu diminta menganjurkan
calon pengantin menggunakan bibit pohon sebagai mahar atau menanam pohon
sebagai monumen peristiwa pernikahan. Kantor Kemenag juga menghimbau agar souvenir
pernikahan juga berupa bibit tanaman.
Program yang disebut Pernikahan Hijau Lestari tersebut untuk
meningkatkan peran Kementrian Agama dalam menciptakan kelestarian alam dan
menyukseskan gerakan menanam satu miliar pohon.
Kebijakan tersebut dinilai cocok diterapkan di Sleman karena letak geografisnya
menjadi penyangga kebutuhan air di wilayah Sleman, Kota Yogyakarta, dan
Kabupaten Bantul.
"Ketika memberikan mas kawin, pohon itu tidak hanya bermanfaat bagi istri
tetapi juga bagi masyarakat dan memenuhi kebutuhan air serta kelestarian
lingkungan," ungkap Kepala Kantor Kemenag Sleman, M. Lutfi Hamid ditemui
di Sleman, Senin (20/1/2014).
Setiap tahun, sedikitnya terdapat 6.000 pernikahan di Sleman. Dengan jumlah
itu, minimal ada 6.000 pohon yang ditanam di Sleman.
Kebijakan tersebut diklaim mendapat respon positif dari masyarakat.
"Melihat animo yang ditunjukkan, masyarakat merespon positif dan kami akan
lanjutkan sosialisasi ini," ujar Lutfi.
Himbauan mahar pohon saat ini masih terbatas untuk calon pengantin Muslim.
Lutfi mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil untuk memberikan masukan terkait mahar pohon.
"Untuk pengantin non-Muslim, kami berkoordinasi dengan Dinas Catatan Sipil
karena di sana yang memberikan catatan pernikahan," ujarnya.
Himbauan penanaman pohon tidak hanya dilakukan untuk institusi perkawinan di
Sleman. Setiap sekolah madrasah dan Pondok Pesantren setempat juga diminta
untuk memanfaatkan lingkungan lembaga pendidikan dengan penanaman pohon.
Kepala Madrasah dan pengasuh ponpes juga diminta membuat taman dengan pola
penanaman hidroponik dan memanfaatkan air limbah wudhu untuk pemeliharaan ikan.
Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kantor Kemenag Sleman, Abdul Haris Nufika
mengatakan setiap madrasah diminta menanam 1.000 pohon.
Ada 109 Madrasah di wilayah Sleman dan sekitar 79 ponpes yang mendapat himbauan
tersebut. "Pohon itu bisa ditanam di pinggir jalan, kampung, dan wilayah
lain, tidak hanya di lingkungan sekolah," ujarnya.
Meski demikian, Kemenang tidak memberikan stimulan biaya untuk program
penanaman pohon tersebut. Karena itu, sejumlah sekolah masih menilai keberatan
untuk menanam hingga 1.000 pohon."Kami masih memberikan himbauan ke setiap
madrasah untuk ikut serta dalam program tanam pohon," ujarnya menjelaskan.
Sementara itu, Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman, Ephipana
Kristiyani mengatakan program penanaman pohon di Sleman bermanfaat mengingat
lahan tertutup masih kurang di wilayah setempat.
Jumlah lahan terbuka bertambah sejak erupsi Gunung Merapi 2010. "Selain
memenuhi fungsi ekologis, penanaman pohon ini berfungsi memenuhi kebutuhan air
tanah dan menyediakan oksigen," ungkapnya.
Di wilayah Sleman, Ephipana mengakui ada degradasi lingkungan. Hal itu terlihat
dari tinggi muka air tanah di sejumlah lokasi yang menurun.
Dari hasil kajian lingkungan, pada 2050 mendatang jumlah penduduk dan potensi
air tanah akan seimbang. Karena itu, ada potensi masyarakat setempat kekurangan
air tanah.
Kantor Lingkungan Hidup menganjurkan jenis pohon untuk mahar berasal dari
tanaman konservasi dan pohon buah.
Tanaman konservasi tersebut
antaralain Beringin dan Mahoni. "Kalau bisa, pohon itu ditanam di lokasi
calon rumah pengantin itu," ujarnya.
Sumber: republika.co.id
Posting Komentar
Posting Komentar