Menu

TQN PP.Suryalaya

 

Di dalam Al Quran dan hadits disebutkan sebagai berikut:

1. Allah Taala berfirman, yang bermaksud:
“Dan gaulilah mereka (isteri-isterimu) dengan cara sebaik-baiknya.” ( An Nisa 19)
2. Dan Allah berfirman lagi:
‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban menurut cara yang baik akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan atas isterinya.” ( Al Baqarah : 228)
3. Diceritakan dari Nabi Muhammad S.A.W bahwa baginda bersabda pada waktu haji widak (perpisahan) setelah baginda memuji Allah dan menyanjung-Nya serta menasehati para hadirin yang maksudnya:
‘Ingatlah (hai kaumku), terimalah pesanku untuk berbuat baik kepada para isteri, isteri-isteri itu hanyalah dapat diumpamakan tawanan yang berada di sampingmu, kamu tidak dapat memiliki apa-apa dari mereka selain berbuat baik, kecuali
kalau isteri-isteri itu melakukan perbuatan yang keji yang jelas (membangkang atau tidak taat) maka tinggalkanlah mereka sendirian di tempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Kalau isteri-isteri itu taat kepadamu
maka janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkan mereka.
Ingatlah! Sesungguhnya kamu mempunyai kewajiban terhadap isteri-isterimu dan
sesungguhnya isteri-isterimu itu mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap dirimu. Kemudian kewajiban isteri-isteri terhadap dirimu ialah mereka tidak boleh mengijinkan masuk ke rumahmu orang yang kamu benci. Ingatlah! Kewajiban terhadap mereka ialah bahwa kamu melayani mereka dengan baik dalam soal pakaian dan makanan mereka.
(Riwayat Tarmizi dan Ibnu Majah)
4. Rasulullah S.A.W bersabda yang bermaksud:
“Kewajiban seorang suami terhadap isterinya ialah suami harus memberi makan kepadanya jika ia makan dan memberi pakaian kepadanya jika ia berpakaian dan tidak boleh memukul mukanya dan tidak boleh memperolokkan dia dan juga tidak boleh meninggalkannya kecuali dalam tempat tidur (ketika isteri membangkang).” (Riwayat Abu Daud)
5. Nabi Muhammad S.A.W bersabda yang bermaksud:
“Siapa saja seorang laki-laki yang menikahi perempuan dengan mas kawin sedikit atau banyak sedangkan dalam hatinya ia berniat untuk tidak memberikan hak perempuan tersebut (mas kawinnya) kepadanya. maka ia telah menipunya, kemudian jika ia meninggal dunia, sedang ia belum memberi hak perempuan
tadi kepadanya maka ia akan menjumpai Allah pada hari Kiamat nanti dalam keadaan berzina.”
6. Nabi S.A.W bersabda yang bermaksud “Sesungguhnya yang termasuk golongan
mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang baik budi pekertinya dan mereka yang lebih halus dalam mempergauli keluarganya (isteri anak-anak dan kaum kerabatnya). “
7. Nabi S.A.W bersabda yang bermaksud :
“Orang-orang yang terbaik dari kamu sekalian ialah mereka yang lebih baik dari kamu dalam mempergauli keluarganya dan saya adalah orang yang terbaik dari kamu sekalian dalam mempergauli keluargaku.” (Riwayat lbnu Asakir)
8. Diceritakan dari Nabi S.A.W bahwa baginda bersabda yang bermaksud:
“Barang siapa yang sabar atas budi pekerti isterinya yang buruk, maka Allah memberinya pahala sama dengan pahala yang diberikan kepada Nabi Ayub a.s karena sabar atas cobaan-Nya.” ( Cobaan ke atas Nabi Ayub ada empat hal:
Habis harta bendanya., Meninggal dunia semua anaknya., Hancur badannya., Dijauhi oleh manusia kecuali isterinya benama Rahmah )
” Dan seorang isteri yang sabar atas budi pekerti suaminya yang buruk akan diberi oleh Allah pahala sama dengan pahala Asiah isteri Firaun”.
9. Al Habib Abdullah Al Haddad (seorang Sufi dan Ahli Fiqih terkemuka) berkata:
“seorang laki-laki yang sempurna adalah dia yang mempermudah dalam kewajiban-kewajiban kepadanya dan tidak mempermudah dalam kewajiban-kewajibannya kepada Allah. Dan seorang laki-laki yang kurang ialah dia yang bersifat sebaliknya.”
Maksud dan penjelasan ini ialah seorang suami yang bersikap sudi memaafkan jika isterinya tidak menghias dirinya dan tidak melayaninya dengan sempurna dan lain-lain tetapi ia bersikap tegas jika isterinya tidak melakukan sholat atau puasa
dan lain-lain, itulah suami yang sempurna. Dan seorang suami yang bersikap keras jika isterinya tidak menghias dirinya atau tidak melayaninya dengan sempurna dan lain-lain tetapi bersikap acuh tak acuh (dingin) jika isteri meninggalkan
kewajiban-kewajiban kepada Allah seperti sholat, puasa dan lain-lain, dia seorang suami yang kurang.
10. Dianjurkan bagi seorang suami memperhatikan isterinya (dan mengingatkannya dengan nada yang lembut/halus) dan menafkahinya sesuai kemampuannya dan berlaku tabah (jika disakiti oleh isterinya) dan bersikap halus kepadanya dan
mengarahkannya ke jalan yang baik dan mengajamya hukum-hukum agama yang perlu diketahui olehnya seperti bersuci, haid dan ibadah-ibadah yang wajib atau yang sunat. 
11. Allah Taala berfirman yang bermaksud:
‘Hai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimudan ahli keluargamu dari api Neraka.” ( At Tahrim : 6)
Ibnu Abbas berkata:
“Berilah pengetahuan agama kepada mereka dan berilah pelajaran budi pekerti yang bagus kepada mereka.”
Dan Ibnu Umar dari Nabi S.A.W bahwa baginda bersabda: ‘Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang imam yang memimpin manusia adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas
rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam mengurusi ahli keluarganya. Ia
bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang isteri adalah pemimpin dalam rumah tangganya dan bertanggung jawab alas keluarganya. Seorang hamba adalah pemimpin dalam mengurus harta tuannya, ia bertanggung jawab atas peliharaannya. Seorang laki-laki itu adalah pemimpin dalam mengurusi harta ayahnya, ia bertanggung jawab atas peliharaannya. Jadi setiap kamu sekalian adalah
pemimpin dan setiap kamu harus bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (Muttafaq ‘alai )
12. Nabi S.A.W bersabda yang bermaksud: “Takutlah kepada Allah dalam memimpin isteri-istrimu , karena sesungguhnya mereka adalah amanah yang berada disampingmu, barangsiapa tidak memerintahkan sholat kepada isterinya dan tidak
mengajarkan agama kepadanya, maka ia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.” 
13. Allah Taala berfirman yang bermaksud:
“Perintahkanlah keluargamu agar melakukan sholat.” ( Thaha:132)
14. Diceritakan dan Nabi S.A.W bahwa baginda bersabda yang bermaksud: “Tidak ada seseorang yang menjumpai Allah swt dengan membawa dosa yang lebih besar daripada seorang suami yang tidak sanggup mendidik keluarganya.”


KESIMPULAN TANGGUNG JAWAB SUAMI

1. Menjadi pemimpin anak isteri di dalam rumah tangga.
2. Mengajarkan ilmu fardhu ‘ain (wajib) kepada anak isteri yaitu ilmu tauhid, fiqih dan tasawuf.
Ilmu tauhiddiajarkan supaya aqidahnya sesuai dengan aqidah Ahli Sunnah wal Jamaah. 
Ilmu fiqih diajarkan supaya segala ibadahnya sesuai dengan kehendak agama.
Ilmu tasawuf diajarkan supaya mereka ikhlas dalam beramal dan dapat menjaga segala amalannya daripada dirusakkan oleh rasa riya’ (pamer), bangga, menunjuk-nunjuk orang lain dan lain-lain.
3. Memberi makan, minum, pakaian dan tempat tinggal dari uang dan usaha yang halal.
Ada ulama berkata:
‘Sekali memberi pakaian anak isteri yang menyukakan hati mereka dan halal maka suami mendapat pahala selama 70 tahun.”
Tidak menzalimi anak isteri yaitu dengan:
1. Memberikan pendidikan agama yang sempurna.
2. Memberikan nafkah lahir dan batin secukupnya.
3. Memberi nasihat serta menegur dan memberi panduan/ petunjuk jika melakukan maksiat atau kesalahan.
4. Apabila memukul jangan sampai melukakan (melampaui batas).
5. Memberi nasihat jika isteri gemar bergunjing/bergosip, mengomel serta melakukan sesuatu yang bertentangan dengan perintah agama.
6. Melayani isteri dengan sebaik-baik pergaulan. 
7. Berbicara dengan isteri dengan lemah-lembut.
8. Memaafkan keterlanjurannya tetapi sangat memperhatikan kesesuaian tingkah lakunya dengan syariat.
9. Kurangkan perdebatan.
10. Memelihara harga diri / kehormatan mereka.

Berdasarkan uraian tersebut di atas tidak sepatutnya para pesuluk dengan alasan untuk belajar makrifatullah meninggalkan keluarganya untuk belajar tanpa memberikan nafkah yang cukup. Apalagi sampai menelantarkan keluarganya dengan alasan belajar thariqoh/tarekat,  sebab syariat dan hakikat harus selalu berjalan seiring. Meluangkan waktu untuk bekerja mencari nafkah buat keluarganya juga merupakan riyadhoh (melatih qolbu untuk tawadhu) dan juga termasuk jihad fisabilillah serta menjalankan perintah Allah SWT. sebagaimana terkandung dalam AL-Quran dan Hadist.
Wallohumuafiq...
- dari berbagai sumber.

Posting Komentar

 
Top