(Dok.225. Status Ustadz Yefi Mieftah)
Ustadz Yefi Mieftah |
Imam Al-Ghazali
dalam Tulisan Hujjatul Islam Imam Al-Ghazaly dari kitab Roudlotut Tholibin
wa-‘Umdatus Salikin, ini kami turunkan karena banyaknya pertanyaan dari pembaca
soal cara membedakan bisikan-bisikan dari dalam hati, apakah dari Allah, nafsu
atau syetan. Red.)
Kajian ini
seputar bisikan-bisikan hati (khawathir) dengan segala bentuknya, upaya
memerangi, mengalahkan dan unggul dalam menghalau perbuatan syetan yang jahat.
Juga tentang berlindung kepada Alloh dari syetan dengan tiga cara:
Pertama, harus
mengetahui godaan, rekayasa dan tipuan syetan.Kedua, hendaknya tidak menanggapi
ajakannya, sehingga qalbu anda tidak bergantung dengan ajakan itu.Ketiga,
langgengkan dzikrullah dalam qalbu dan lisan.
Sebab dzikrullah
bagi syetan seperti penyakit yang menyerang manusia.
Untuk mengetahui
rekayasa godaan syetan, akan tampak pada bisikan-bisikan (khawathir) dan
berbagai macam caranya. Mengenai pengetahuan tentang berbagai macam bisikan
hati, patut diketahui, bahwa bisikan-bisikan itu adalah pengaruh yang muncul di
dalam qalbu hamba yang menjadi pendorong untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu, proses yang sepenuhnya terjadi di dalam qalbu ini berasal dari Alloh -
yang menjadi Pencipta segala sesuatu.
Dalam kaitan
ini, bisikan hati ada empat macam:
Suatu bisikan
yang datang dari Alloh swt. dalam qalbu hamba adalah sebagai bisikan awal,
sehingga Dia disebut dengan Nama al-Khathir (Sang Pembisik).Bisikan yang
relevan dengan watak alam manusia, yang disebutan-nafs (jiwa).Bisikan yang terdorong
oleh ajakan syetan, yang disebut waswas (perasaan ragu-ragu).Bisikan yang juga
datang dari Alloh yang disebut al-Ilham.Al-Khathir adalah bisikan yang datang
dari Alloh swt. sebagai bisikan awal, terkadang berdimensi kebaikan, kemuliaan
dan pemantapan dalam berhujjah. Kadang-kadang berdimensi negatif dan sebagai
ujian.Al-Khathir yang datang dari pemberi Ilham tidak akan terjadi, kecuali
mengandung kebajikan, karena Dia adalah Yang Memberi nasihat dan bimbingan.
Sedangkan al-Khathir yang datang dari syetan, tidak datang kecuali mengandung
elemen kejahatan.
Bisikan ini
terkadang sepintas mengandung kebajikan, tetapi dibalik itu ada makar dan
istidraj (covernya nikmat, dalamnya siksa bencana).Sementara bisikan yang
tumbuh dari hawa nafsu tidak luput dari elemen kejahatannya. Terkadang juga ada
elemen baik tidak sekadar untuk pencapaian kenikmatan saja.
Ada tiga
persoalan yang harus ketahui di sini:
Pertama-tama,
beberapa ulama berkata bahwa jika ingin mengenal dan mengetahui perbedaan
antara bisikan kebaikan dan bisikan kejahatan, maka pertimbangkan dengan tiga
ukuran nilai (mawazin), yang dapat mendeteksinya:Apabila bisikan itu relevan
dengan syariat, berarti baik. Jika sebaliknya - baik karena rukhshah atau
syubhat, maka tergolong bisikan jahat.
Manakala dengan
mizan(ukuran nilai) itu tidak diperoleh kejelasan perbedaan masing-masing,
sebaiknya konfirmasikan dengan teladan orang-orang saleh. Jika sesuai dengan
teladan mereka, maka ikutilah, jika tidak ada kebaikan, berarti hanya suatu
keburukan.
Apabila dengan
ukuran nilai (miizan) demikian masih belum menemukan kejelasan, konfrontasikan
dengan motivasi yang terdapat pada nafs (ego) dan hawa (kesenangan). Jika
ukuran nilainya merujuk sekadar pada kecenderungan nafs (ego) yakni
kecenderungan naluriah dan bukan untuk mencari harapan (raja’) dari Alloh,
tentu saja termasuk keburukan.
Kedua, apabila
ingin membedakan antara bisikan kejahatan yang bermula dari sisi syetan, atau
dari sisi nafs (ego) ataukah bisikan itu dari sisi Alloh swt., perlu anda perhatikan
tiga hal ini:Jika anda menemui bisikan yang kokoh, permanen, sekaligus
konsisten pada satu hal, maka bisikan itu datang dari Alloh swt., atau dari
nafs (jika menjauhkan diri dari Alloh). Namun jika bisikan itu menciptakan
keraguan dan mengganjal dalam hati , maka itu muncul dari syetan.
Apabila bisikan
itu jumpai setelah melakukan dosa, berarti itu datang dari Allah sebagai bentuk
sanksi dari-Nya kepada anda. Jika bukan muncul dari akibat dosa, bisikan itu
datang dari diri anda, yang berarti dari syetan.Jika anda temui bisikan itu
tidak melemahkan atau tidak mengurangi dari dzikir kepada Alloh swt., tetapi
bisikan itu tidak pernah berhenti, berarti dari hawa nafsu. Sebaliknya, jika
melemahkan dzikir berarti dari syetan.
Ketiga, apabila
ingin membedakan apakah bisikan kebaikan itu datang dari Allah swt. atau dari
malaikat, maka perlu diperhatikan tiga hal pula:
Manakala
melintas sekejap saja, maka datang dari Alloh swt. Namun jika berulang-ulang,
berarti datang dari malaikat, karena kedudukannya sebagai penasihat manusia.
Manakala bisikan
itu muncul setelah usaha yang sungguh-sungguh dan ibadah yang lakukan, berarti
datang dari Alloh swt. Jika bukan demikian,bisikan itu datang dari
malaikat.Apabila bisikan itu berkenaan dengan masalah dasar dan amal batin,
bisikan itu datang dari Alloh swt. Tetapi jika berkaitan dengan masalah furu`
dan amal-amal lahiriah, sebagian besarnya dari malaikat. Sebab, menurut
mayoritas ahli tasawuf malaikat tidak memiliki kemampuan untuk mengenal batin
hamba Alloh.
Sementara itu,
bisikan untuk suatu kebaikan yang datang dari syetan, merupakan istidraj menuju
amal kejahatan yang lantas menjadi berlipat-lipat, maka perlu memperhatikan
dengan cermat:
Lihatlah,
apabila dalam diri anda, pada salah satu perbuatan jika berasal dari bisikan di
dalam hati dengan penuh kegairahan tanpa disertai rasa takut, dengan
ketergesa-gesaan bukan dengan waspada dengan tanpa perasaan aman, ketakutan
pada Alloh, dengan bersikap buta terhadap dampak akhirnya, bukan dengan mata
batin, ketahuilah bahwa bisikan itu berasal dari syetan. Maka jauhilah, Bisikan
seperti itu, harus jauhi.
Sebaliknya jika
bisikan itu muncul bukan seperti bisikan-bisikan di atas, berarti : datang dari
Alloh swt., atau dari malaikat.
Saya katakan,
bahwa semangat yang membara dapat mendorong manusia untuk segera melakukan
aktivitas, tanpa adanya pertimbangan dari mata hatinya, tanpa mengingat pahala
bisa menjadi faktor yang membangkitkan kondisi itu semua.Sedangkan cara
hati-hati adalah cara-cara yang terpuji dalam beberapa segi.
Khauf, lebih cenderung
seseorang untuk berusaha menyempurnakan dan mempraktekkan suatu perbuatan yang
benar dan bisa diterima Alloh atas amal perbuatan itu.
Adapun
perspektif hasil akhir suatu amal, hendaknya membuka mata hati dengan cermat
dalam diri ada keyakinan bahwa amal tersebut adalah amalan yang lurus dan baik,
atau adanya pandangan mengharapkan keridhaanNYA di akhirat kelak. Ketiga
kategori di atas harus ketahui dan sekaligus anda jaga. Sebab, semuanya
mengandung ilmu-ilmu yang rumit sehingga sulit didapatkan dan rahasia-rahasia
yang mulia.
Maka IQRO
BISMIROBBIKA
Posting Komentar
terimakasih atas ilmunya
sami-sami kang...
Posting Komentar