“Wahai Mu’adz! Ceritakanlah kepadaku suatu
hadits yang telah engkau dengar langsung dari Rasulullah saw., suatu hadits
yang engkau hafal dan selalu engkau ingat setiap harinya disebabkan oleh sangat
kerasnya hadits tersebut, sangat halus dan mendalamnya hadits tersebut. Hadits
yang manakah yang menurut engkau yang paling penting?”
Kemudian, Khalid bin Ma’dan menggambarkan
keadaan Mu’adz sesaat setelah ia mendengar permintaan tersebut, “Mu’adz
tiba-tiba saja menangis sedemikian rupa sehingga aku menduga bahwa beliau tidak
akan pernah berhenti dari menangisnya. Kemudian, setelah beliau berhenti dari
menangis, berkatalah Mu’adz: Baiklah aku akan menceritakannya, aduh betapa
rinduku kepada Rasulullah, ingin rasanya aku segera bersua dengan beliau”
Selanjutnya Mu’adz bin Jabal ra. mengisahkan
sebagai berikut, “Ketika aku mendatangi Rasulullah saw., beliau sedang
menunggangi unta dan beliau menyuruhku untuk naik di belakang beliau. Maka
berangkatlah aku bersama beliau dengan mengendarai unta tersebut. Sesaat kemudian
beliau menengadahkan wajahnya ke langit, kemudian bersabdalah Rasulullah saw.:”
“Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah
yang memberikan ketentuan (qadha) atas segenap makhluk-Nya menurut
kehendak-Nya, ya Mu’adz!”. Aku menjawab, “Labbaik yaa Sayyidal Mursaliin”.
“Wahai Mu’adz! Sekarang akan aku beritakan
kepadamu suatu hadits yang jika engkau mengingat dan tetap menjaganya maka
(hadits) ini akan memberi manfaat kepadamu di hadhirat Allah, dan jika engkau
melalaikan dan tidak menjaga (hadits) ini maka kelak di Hari Qiyamah hujjahmu
akan terputus di hadhirat Allah Ta’ala!”
“Wahai Mu’adz! Sesungguhnya Allah Tabaraka wa
Ta’ala telah menciptakan tujuh Malaikat sebelum Dia menciptakan tujuh lelangit
dan bumi. Pada setiap langit tersebut ada satu Malaikat yang menjaga khazanah,
dan setiap pintu dari pintu-pintu lelangit tersebut dijaga oleh seorang
Malaikat penjaga, sesuai dengan kadar dan keagungan (jalaalah) pintu tersebut.
1. Maka naiklah al-Hafadzah/malaikat-malaikat
penjaga insan dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang telah ia
lakukan semenjak subuh hari hingga petang hari. Amal perbuatan tersebut tampak
bersinar dan menyala-nyala bagaikan sinar matahari, sehingga ketika al-Hafadzah
membawa naik amal perbuatan tersebut hingga ke Langit Dunia mereka melipat
gandakan dan mensucikan amal tersebut. Dan ketika mereka sampai di pintu Langit
Pertama, berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Pukulkanlah
amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya! Akulah ‘Shaahibul Ghiibah’, yang
mengawasi perbuatan ghiibah (menggunjing orang), aku telah diperintah oleh
Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal ini melewatiku untuk menuju ke langit yang
berikutnya!”
2. Kemudian naiklah pula al-Hafadzah yang lain
dengan membawa amal shalih diantara amal-amal perbuatan seorang hamba. Amal
shalih itu bersinar sehingga mereka melipat-gandakan dan mensucikannya.
Sehingga ketika amal tersebut sampai di pintu Langit Kedua, berkatalah Malaikat
penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal
perbuatan ini ke wajah pemiliknya, karena ia dengan amalannya ini hanyalah
menghendaki kemanfaatan duniawi belaka! Akulah Malakal Fakhr, malaikat
pengawas kemegahan, aku telah diperintah Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal
perbuatan ini melewatiku menuju ke langit berikutnya, sesungguhnya orang
tersebut senantiasa memegahkan dirinya terhadap manusia sesamanya di lingkungan
mereka!”. Maka seluruh malaikat mela’nat orang tersebut hingga petang hari.
3. Dan naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal
seorang hamba yang lain. Amal tersebut demikian memuaskan dan memancarkan
cahaya yang jernih, berupa amal-amal shadaqah, shalat, shaum, dan berbagai amal
bakti (al-birr) yang lainnya. Kecemerlangan amal tersebut telah membuat
al-Hafadzah takjub melihatnya, mereka pun melipat-gandakan amal tersebut dan
mensucikannya, mereka diizinkan untuk membawanya. Hingga sampailah mereka di
pintu Langit Ketiga, maka berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah:
“Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya! Akulah
‘Shaahibil Kibr’, malaikat pengawas kesombongan, aku telah diperintah oleh
Rabb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan seperti ini lewat dihadapanku
menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya pemilik amal ini telah berbuat
takabbur di hadapan manusia di lingkungan (majelis) mereka!”
4. Kemudian naiklah al-Hafadzah yang lainnya dengan
membawa amal seorang hamba yang sedemikian cemerlang dan terang benderang
bagaikan bintang-bintang yang gemerlapan, bagaikan kaukab yang diterpa cahaya.
Kegemerlapan amal tersebut berasal dari tasbih, shalat, shaum, haji dan umrah.
Diangkatlah amalan tersebut hingga ke pintu Langit Keempat, dan berkatalah
Malaikat penjaga pintu langit kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian!
Pukulkanlah amal ini ke wajah, punggung, dan perut dari si pemiliknya! Akulah
‘Shaahibul Ujbi’, malaikat pengawas ‘ujub (mentakjubi diri sendiri), aku telah
diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini melewatiku
menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya si pemilik amal ini jika mengerjakan
suatu amal perbuatan maka terdapat ‘ujub (takjub diri) didalamnya!”
5. Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal
seorang hamba hingga mencapai ke Langit Kelima, amalan tersebut bagaikan
pengantin putri yang sedang diiring diboyong menuju ke suaminya. Begitu sampai
ke pintu Langit Kelima, amalan yang demikian baik berupa jihad, haji dan umrah
yang cahayanya menyala-nyala bagaikan sinar matahari. Maka berkatalah malaikat
penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal
perbuatan ini ke wajah pemiliknya dan pikulkanlah pada pundaknya! Akulah
‘Shaahibul Hasad’, malaikat pengawas hasad (dengki), sesungguhnya pemilik amal
ini senantiasa menaruh rasa dengki (hasad) dan iri hati terhadap sesama yang
sedang menuntut ilmu, dan terhadap sesama yang sedang beramal yang serupa
dengan amalannya, dan ia pun juga senantiasa hasad kepada siapapun yang
berhasil meraih fadhilah-fadhilah tertentu dari suatu ibadah dengan berusaha
mencari-cari kesalahannya! Aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak
membiarkan amalan seperti ini melewatiku untuk menuju ke langit berikutnya!”
6. Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal
perbuatan seorang hamba yang memancarkan cahaya yang terang benderang seperti
cahaya matahari, yang berasal dari amalan menyempurnakan wudhu, shalat yang
banyak, zakat, haji, umrah, jihad, dan shaum. Amal perbuatan ini mereka angkat
hingga mencapai pintu Langit Keenam. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu ini
kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke
wajah pemiliknya, sesungguhnya sedikitpun ia tidak berbelas kasih kepada
hamba-hamba Allah yang sedang ditimpa musibah (balaa’) atau ditimpa sakit,
bahkan ia merasa senang dengan hal tersebut! Akulah ‘Shaahibur-Rahmah’,
malaikat pengawas sifat rahmah (kasih sayang), aku telah diperintahkan Rabb-ku
untuk tidak membiarkan amal perbuatan seperti ini melewatiku menuju ke langit
berikutnya!”
7. Dan naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal
perbuatan seorang hamba yang lain, amal-amal berupa shaum, shalat, nafaqah,
jihad, dan wara’ (memelihara diri dari perkara-perkara yang haram dan
subhat/meragukan). Amalan tersebut mendengung seperti dengungan suara lebah,
dan bersinar seperti sinar matahari. Dengan diiringi oleh tiga ribu malaikat,
diangkatlah amalan tersebut hingga mencapai pintu Langit Ketujuh. Maka
berkatalah malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Berhentilah kalian!
Pukulkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya, pukullah anggota badannya dan
siksalah hatinya dengan amal perbuatannya ini! Akulah ‘Shaahibudz-Dzikr’, malaikat
pengawas perbuatan mencari nama-diri (ingin disebut-sebut namanya), yakni
sum’ah (ingin termashur). Akulah yang akan menghijab dari Rabb-ku segala amal
perbuatan yang dikerjakan tidak demi mengharap Wajah Rabb-ku! Sesungguhnya
orang itu dengan amal perbuatannya ini lebih mengharapkan yang selain Allah
Ta’ala, ia dengan amalannya ini lebih mengharapkan ketinggian posisi (status)
di kalangan para fuqaha (para ahli), lebih mengharapkan penyebutan-penyebutan
(pujian-pujian) di kalangan para ulama, dan lebih mengharapkan nama baik di
masyarakat umum! Aku telah diperintah oleh Rabb-ku untuk tidak membiarkan
amalan seperti ini lewat dihadapanku! Setiap amal perbuatan yang tidak
dilakukan dengan ikhlash karena Allah Ta’ala adalah suatu perbuatan riya’, dan
Allah tidak akan menerima segala amal perbuatan orang yang riya’!”
Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal
perbuatan seorang hamba berupa shalat, zakat, shaum, haji, umrah, berakhlak
baik, diam, dan dzikrullah Ta’ala. Seluruh malaikat langit yang tujuh
mengumandang-kumandangkan pujian atas amal perbuatan tersebut, dan diangkatlah
amalan tersebut dengan melampaui seluruh hijab menuju ke hadhirat Allah Ta’ala.
Hingga sampailah dihadhirat-Nya, dan para malaikat memberi kesaksian kepada-Nya
bahwa ini merupakan amal shalih yang dikerjakan secara ikhlash karena Allah
Ta’ala.
Maka berkatalah Allah Ta’ala kepada al-Hafadzah,
“Kalian adalah para penjaga atas segala amal perbuatan hamba-Ku, sedangkan Aku
adalah Ar-Raqiib, Yang Maha Mengawasi atas segenap lapisan hati sanubarinya!
Sesungguhnya ia dengan amalannya ini tidaklah menginginkan Aku dan tidaklah
mengikhlashkannya untuk-Ku! Amal perbuatan ini ia kerjakan semata-mata demi
mengharap sesuatu yang selain Aku! Aku yang lebih mengetahui ihwal apa yang
diharapkan dengan amalannya ini! Maka baginya laknat-Ku, karena ini telah
menipu orang lain dan telah menipu kalian, tapi tidakklah ini dapat menipu Aku!
Akulah Yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib, Maha Melihat segala apa
yang ada di dalam hati, tidak akan samar bagi-Ku setiap apa pun yang tersamar,
tidak akan tersembunyi bagi-Ku setiap apa pun yang bersembunyi! Pengetahuan-Ku
atas segala apa yang akan terjadi adalah sama dengan Pengetahuan-Ku atas segala
yang baqa (kekal), Pengetahuan-Ku tentang yang awal adalah sama dengan
Pengetahuan-Ku tentang yang akhir! Aku lebih mengetahui perkara-perkara yang
rahasia dan lebih halus, maka bagaimana Aku dapat tertipu oleh hamba-Ku dengan
ilmunya? Bisa saja ia menipu segenap makhluk-Ku yang tidak mengetahui, tetapi Aku
Maha Mengetahui Yang Ghaib, maka baginya laknat-Ku!”
Lalu berkatalah malaikat yang tujuh dan 3000
malaikat yang mengiringi, “Yaa Rabbana, tetaplah laknat-Mu baginya dan laknat
kami semua atasnya!”, maka langit yang tujuh beserta seluruh penghuninya menjatuhkan
la’nat kepadanya.
Setelah mendengar semua itu dari lisan
Rasulullah saw. maka menagislah Mu’adz dengan terisak-isak, dan berkata, “Wahai
Rasulullah! Engkau adalah utusan Allah sedangkan aku hanyalah seorang Mu’adz,
bagaimana aku dapat selamat dan terhindar dari apa yang telah engkau sampaikan
ini?”
Berkatalah Rasulullah saw., “Wahai Mu’adz!
Ikutilah Nabi-mu ini dalam soal keyakinan sekalipun dalam amal perbuatanmu
terdapat kekurangan. Wahai Mu’adz! Jagalah lisanmu dari kebinasaan dengan
meng-ghiibah manusia dan meng-ghiibah saudara-saudaramu para pemikul
Al-Qur’aan. Tahanlah dirimu dari keinginan menjatuhkan manusia dengan apa-apa
yang kamu ketahui ihwal aibnya! Janganlah engkau mensucikan dirimu dengan jalan
menjelek-jelekan saudara-saudaramu! Janganlah engkau meninggikan dirimu dengan
cara merendahkan saudara-saudaramu! Pikullah sendiri aib-aibmu dan jangan
engkau bebankan kepada orang lain”
“Wahai Mu’adz! Janganlah engkau masuk kedalam
perkara duniamu dengan mengorbankan urusan akhiratmu! Janganlah berbuat riya’
dengan amal-amalmu agar diketahui oleh orang lain dan janganlah engkau bersikap
takabbur di majelismu sehingga manusia takut dengan sikap burukmu!”
“Janganlah engkau berbisik-bisik dengan
seseorang sementara di hadapanmu ada orang lain! Janganlah engkau
mengagung-agungkan dirimu dihadapan manusia, karena akibatnya engkau akan
terputus dari kebaikan dunia dan akhirat! Janganlah engkau berkata kasar di
majelismu dan janganlah engkau merobek-robek manusia dengan lisanmu, sebab
akibatnya di Hari Qiyamah kelak tubuhmu akan dirobek-robek oleh anjing-anjing
neraka Jahannam!”
“Wahai Mu’adz! Apakah engkau memahami makna
Firman Allah Ta’ala: ‘Wa naasyithaati nasythan!’ (‘Demi yang
mencabut/menguraikan dengan sehalus-halusnya!’, An-Naazi’aat [79]:2)? Aku berkata,
“Demi bapakku, engkau, dan ibuku! Apakah itu wahai Rasulullah?”
Rasulullah saw. bersabda, “Anjing-anjing di
dalam Neraka yang mengunyah-ngunyah daging manusia hingga terlepas dari
tulangnya!”
Aku berkata, “Demi bapakku, engkau, dan ibuku!
Ya Rasulullah, siapakah manusia yang bisa memenuhi seruanmu ini sehingga
terhindar dari kebinasaan?”
Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Mu’adz,
sesungguhnya hal demikian itu sangat mudah bagi siapa saja yang diberi
kemudahan oleh Allah Ta’ala! Dan untuk memenuhi hal tersebut, maka cukuplah
engkau senantiasa berharap agar orang lain dapat meraih sesuatu yang engkau
sendiri mendambakan untuk dapat meraihnya bagi dirimu, dan membenci orang lain
ditimpa oleh sesuatu sebagaimana engkau benci jika hal itu menimpa dirimu sendiri!
Maka dengan ini wahai Mu’adz engkau akan selamat, dan pasti dirimu akan
terhindar!”
Khalid bin Ma’dan berkata, “Sayyidina Mu’adz bin
Jabal ra. sangat sering membaca hadits ini sebagaimana seringnya beliau membaca
Al-Qur’aan, dan sering mempelajari hadits ini sebagaimana seringnya beliau
mempelajari Al-Qur’aan di dalam majelisnya”.
.
Posting Komentar
Posting Komentar