Setiap orang yang beriman hendaknya jangan sampai suka memperlihatkan sikap tidak baik, merasa diri kita lebih mulia daripada orang lain. Ingin menghina pada orang lain. Ingin menghina kepada sesama, karena Allah telah berfirman : Wahai orang-orang yang beriman jangan suka menghina segolongan diantara kamu kepada golongan lainnya siapa tahu lebih baik yang dihina daripada yang menghina. Hal ini perlu mengapatkan perhatian kita sepenuhnya, sebab hal tersebut secara tidak sadar kita lakukan. Kadang-kadang dirasakan seperti becanda saja, padahal kalau tidak cepat bertobat, bisa menimbulkan dzolim. Artinya menjadi orang yang selalu merasa kegelapan. Gelap dalam arti pikiran dan perasaan. Masalah seperti ini dipandang penting dalah tarekat, sampai ada istilah Muroqobah. Itu gunanya untuk merasakan gerak-gerik kita. Mulai dari ucapan, kelakuan termasuk i'tikad. Jelas tentang hal ini jangan sampai disepelekan.
Seperti yang diterangkan dalam surat at-Taubat dalam al-Quran: Wa ammalladziina fii quluubiHim marodhun fazaadatHum rijsan ilaa rijsiHim wa maa tuuwaHum kaafirinn. Artinya : Orang-orang yang dalam hatinya berpenyakit, gerakan nafsu, ujub, riya, takabur, sombong, bohong, dzolim, khianat, jahat, dengki, benci dan seterusnya. Memang untuk menghina orang lain itu pekerjaan gampang tidak perlu repot-repot. Penyakit tersebut hampir tidak terasa, walaupun ia telah menyusup memasuki daerah perasaan kita. Tetapi kalau kita teliti dengan "kacamata rasa", baru kita menyadari bahwa perasaan kita sudah hampir ambruk. Sebab akibat lupa meneliti diri, bisa menimbulkan keinginan dalam hati untuk menghina orang lain. Padahal dirinya sendiri belum tentu benar. Pada dirinya sendiri banyak hal yang harus disingkirkan, yang pantas jadi ejekan, yang pantas ditiadakan, yang pantas dimusnahkan dan masih banyak kejelekan lainnya. Oleh karena itu sampai kita sempat melihat badan orang lain. Memang begitu lumrahnya, kotoran secuil pada badan orang lain kelihatan jelas, tapi badan sendiri sekujur tubuh penuh dengan kotoran yang menjijikan sama sekali tidak merasa. Lalau apa gunanya kita berdzikir? Kalau keadaan kita masih begitu juga. Padahal dzikir itu adalah sesuatu yang dapat menjadi garis pemisah antara yang baik dan yang jelek.
Dari ucapan saja sudah jelas, yaitu : Tidak ada Tuhan yang disembah kecuali Allah Swt. Perintah ini benar-benar sudah jelas dengan ucapan yang nyata. Hasilnya hendaknya supaya berbekas pada amal, supaya tembus sampai i'tikad dengan benar-benar kokoh kuat, bisa memisahkan antara yang baik dan yang buruk. Dzikir dengan lisan, yang tembus ke dalam hati, langsung tembus ke rasa akan memperlihatkan hasil kebaikan yang nyata pada diri kita. Jangan pura-pura sedang dihadapan umum seperti bersahabat tidak memperlihatkan rasa benci tapi dibelakangnya sebaliknya. Jangan sampai begitu. Singkirkan sifat seperti itu. Untuk apa kita amalkan dzikir yang dua macam yaitu dzikir Jahar yang diucapkan dan dzikir khofi yang diingatkan. Kedua macam dzikir itu guna memberantas segala macam kesalahan. dari kesalahan besar, sedang dan kecil. Dari kesalahan yang terdengar sampai yang tidak kedengaran. Oleh karena itu harus bisa menjelmakan menjadi satu pendirian yang benar-benar Shaleh sehingga bisa menghindarkan diri dari amal yang tidak diridhoi Allah Swt.
SEMUA MILIK ALLAH
Semua yang ada di bumi ini, akan binasa. Dan yang tetap abadi hanyalah Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Mulia. Termasuk kita manusia akan hancur binasa. Jadi mengapa merasa ingin memiliki. Semuanya milik Allah. Apalagi kalau milik Allah tersebut kita gunakan untuk hal-hal yang tidak baik seperti menghina orang lain sehingga timbul perselisihan, perkelahian sehingga membuat orang tidak senang. Oleh karena itu, kita harus pasrah dan terbuka. Yakinkan bahwa diri kita tidak punya apa-apa. Tidak pernah mengadakan apa-apa. Tidak pernah membantu apa-apa. Tidak pernah menambah apa-apa. Kita tidak kaya, buka miskin. Tidak pintar bukan bodoh. Semua pemberian Allah. Kita tidak punya dan tidak memiliki sesuatu. Coba bayangkan, kalau dalam hati kita ada sedikit saja rasa memiliki, apalagi sampai tidak terasa terucapkan, itu sama saja artinya dengan mengambil hak Allah.
Kita harus terus berpegang teguh kepada Allah yang Maha Kuasa. Agar mendapat perlindungan sepenuhnya dari-Nya. Penuh pertolongan Allah, penuh dengan petunjuk Allah, penuh dengan hidayah Allah, penuh dengan kasih Allah. Tapi sebaliknya, apabila AKU yang merasa, aku yang punya, itu artinya mengambil wewenang Allah. Akibatnya kita akan dipenuhi kebingungan, kesusahan. Meskipun kaya, pintar tapi hatinya penuh dengan kebingungan. Sebagai sorang mu'min, selamanya harus merasa gembira. Kenapa tidak? Seumur hidup merasa dipelihara oleh Allah. Jika tidak memiliki perasaan tersebut maka perasaan kita akan bingung dan susah selamanya. Semoga Allah mengampuni kita semua.
Bagi kita yang sedang belajar tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah Suryalaya, mari intropeksi diri. Tingkatkan amal ibadah kita sehingga kita menjadi hamba-Nya. Koreksi diri, sehingga bisa memisahkan yang baik dan yang buruk. Tumbuhkan rasa saling menghormati, menyayangi, tolong menolong supaya kita berada dalam ridhonya. Tidak ada jalan lain kecuali dengan menggunakan dzikir sebagai alatnya. Fainna dzikro saeful mu'miniin. Sesungguhnya dzikir itu pedangnya orang-orang yang beriman. Dzikir itu untuk membasmi, menyingkirkan segala godaan syetan, bujukan nafsu yang datangnya dari luar dan dalam. Setelah kita memiliki senjatanya, tinggal digunakan dengan sebaik-baiknya. insya Allah terbuka pintu kebahagiaan dunia dan akhirat. amin ya robbal 'alamiin.
- Diposting ulang oleh : Dokumen Pemuda TQN Suryalaya
- Sumber : http://www.suryalaya.org/ver2/manakib.html
Posting Komentar
Posting Komentar