(Khidmat Manakib di PP.Suryalaya,bulan Maret 2004)
-Rasulullah SAW. adalah rahmat bagi sekalian alam- |
Allah Swt. berfirman di dalam al-Quran : "Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam". (Q.S. al-Anbiyaa' : 107). Maksud dari ayat ini adalah kedatangan Muhammad yang membawa agama Islam kepada kita mestinya menjadi rahmat bagi seluruh alam. Ada Orang yang lebih pintar dari saya mengatakan bahwa seluruh alam maknanya seluruh manusia. Jadi kedatangan agama Islam itu harus menjadi rahmat bagi seluruh manusia.Tidak hanya bagi umat muslim saja, bagi penjahat, bahkan bagi orang-orang kafir. Disinilah yang perlu kita perhatikan baik-baik.
Beberapa arti rahmat diantaranya : anugerah, faedah, manfaat, guna. Sehingga sampailah kita pada kesimpulan bahwaagama Islam diturunkan oleh Allah kepada kita karena ada manfaatnya, tidak menyusahkan malah sebaliknya memudahkan (mengenakkan) kita. Persoalan selanjutnya adalah bagaimana orang-orang kafir, pencuri atau orang yang kecurian mendapat guna juga dari Islam. Sebagai contoh orang yang kecurian diharuskan sabar oleh Islam dalam hal ini. Dalam Islam itu kita mengenal Rukun Islam yang terdiri dari membaca dua kalimah syahadat, menunaikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa dan menunaikan ibadah haji. Jika kita membaca syahadat apakah orang lain mendapatkan manfaatnya atau berguna baginya. Jawabannya "tidak", berarti ayat di atas belum terbukti. Kemudian setiap hari kita shalat, apakah yang didapatkan orang lain dari shalat itu. "Pahala" hanya untuk kita yang melaksanakannya, "tidak" untuk orang lain. Zakat ada manfaatnya, tapi "tidak" untuk orang kafir, apalagi puasa, kita merasakan lapar sementara orang lain tidak mendapatkan apapun. Dan yang terakhir adalah haji, sama juga. Paling-paling oleh-oleh. Itupun hanya untuk orang-orang tertentu saja.
Makanya, banyak yang "tidak senang" kepada Islam karena tidak ada gunanya, menurut sedikit uraian saya tadi. Tapi kita tidak berhenti sampai disini karena Islam itu harus berguna bagi siapa saja menurut surat al-Anbiyaa' : 107 di atas. Islam seharusnya mulia (bersinar) tetapi malah sebaliknya terkutuk akibat "ulah" orang-orang tertentu seperti "Teroris". (begitu orang Barat menyebutnya). Karena itu kita kembali lagi kepada pembahasan di atas bahwa, buah dari pelaksanaan "5 Rukun Islam" ditambah dengan yang lainnya adalah akhlakul karimah. Akhlakul karimah inilah yang mampu memberikan manfaat, memberikan guna atau memberikan faedah untuk semua orang. Sebagai contoh, jika di sebuah kampung yang penduduknya berakhlak baik meskipun orang-orangnya lupa menutup kunci pintu tapi mereka merasa aman karena tidak ada barang yang kehilangan atau dicuri. Tetapi jika sebaliknya (akhlak mereka jelek) maka akan membuat sulit, susah, bahkan kerugian bagi orang lain.
Islam sebagai rahmat dan Akhlakul karimah ini ibarat pohon dengan buahnya. Kalau kita ambil bagian dari pohon tersebut misalkan akarnya, maka pohon itu akan mati. Berbeda jika kita mengambil buahnya, maka pohon tersebut akan tetap berbuah dan bermanfaat terus bagi orang lain. Akhlakul karimah itulah buah dari pengamalan Islam yang benar.Dengan akhlakul karimah ini jangan sampai kita "bertengkar" hanya karena perbedaan dalam masalah ibadah (khilafiyah) misalkan shalatnya tidak memakai "Usholli". Akhlak yang mulia inilah yang akan menentramkan dunia. Sekarang ini Indonesia sedang mengalami "Krisis Kemanusiaan" dalam bahasa Antropologi bukan krisis politik, hukum atau ekonomi. Hakekatnya adalah krisis akhlak. Imam al-Ghozali menjelaskan akhlak dengan beberapa tingkatan.Tingkatan pertama (paling rendah) adalah selalu merasa dilihat Allah. Sampai disini belum muncul akhlakul karimah. Barulah ketika merasa melihat Allah (tingkatan kedua) akan muncul akhlak tersebut dan tingkatan yang paling tinggi takkala merasa bersatu dengan Allah, seseorang akan memiliki akhlak yang paling tinggi.
Beberapa arti rahmat diantaranya : anugerah, faedah, manfaat, guna. Sehingga sampailah kita pada kesimpulan bahwaagama Islam diturunkan oleh Allah kepada kita karena ada manfaatnya, tidak menyusahkan malah sebaliknya memudahkan (mengenakkan) kita. Persoalan selanjutnya adalah bagaimana orang-orang kafir, pencuri atau orang yang kecurian mendapat guna juga dari Islam. Sebagai contoh orang yang kecurian diharuskan sabar oleh Islam dalam hal ini. Dalam Islam itu kita mengenal Rukun Islam yang terdiri dari membaca dua kalimah syahadat, menunaikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa dan menunaikan ibadah haji. Jika kita membaca syahadat apakah orang lain mendapatkan manfaatnya atau berguna baginya. Jawabannya "tidak", berarti ayat di atas belum terbukti. Kemudian setiap hari kita shalat, apakah yang didapatkan orang lain dari shalat itu. "Pahala" hanya untuk kita yang melaksanakannya, "tidak" untuk orang lain. Zakat ada manfaatnya, tapi "tidak" untuk orang kafir, apalagi puasa, kita merasakan lapar sementara orang lain tidak mendapatkan apapun. Dan yang terakhir adalah haji, sama juga. Paling-paling oleh-oleh. Itupun hanya untuk orang-orang tertentu saja.
Makanya, banyak yang "tidak senang" kepada Islam karena tidak ada gunanya, menurut sedikit uraian saya tadi. Tapi kita tidak berhenti sampai disini karena Islam itu harus berguna bagi siapa saja menurut surat al-Anbiyaa' : 107 di atas. Islam seharusnya mulia (bersinar) tetapi malah sebaliknya terkutuk akibat "ulah" orang-orang tertentu seperti "Teroris". (begitu orang Barat menyebutnya). Karena itu kita kembali lagi kepada pembahasan di atas bahwa, buah dari pelaksanaan "5 Rukun Islam" ditambah dengan yang lainnya adalah akhlakul karimah. Akhlakul karimah inilah yang mampu memberikan manfaat, memberikan guna atau memberikan faedah untuk semua orang. Sebagai contoh, jika di sebuah kampung yang penduduknya berakhlak baik meskipun orang-orangnya lupa menutup kunci pintu tapi mereka merasa aman karena tidak ada barang yang kehilangan atau dicuri. Tetapi jika sebaliknya (akhlak mereka jelek) maka akan membuat sulit, susah, bahkan kerugian bagi orang lain.
Islam sebagai rahmat dan Akhlakul karimah ini ibarat pohon dengan buahnya. Kalau kita ambil bagian dari pohon tersebut misalkan akarnya, maka pohon itu akan mati. Berbeda jika kita mengambil buahnya, maka pohon tersebut akan tetap berbuah dan bermanfaat terus bagi orang lain. Akhlakul karimah itulah buah dari pengamalan Islam yang benar.Dengan akhlakul karimah ini jangan sampai kita "bertengkar" hanya karena perbedaan dalam masalah ibadah (khilafiyah) misalkan shalatnya tidak memakai "Usholli". Akhlak yang mulia inilah yang akan menentramkan dunia. Sekarang ini Indonesia sedang mengalami "Krisis Kemanusiaan" dalam bahasa Antropologi bukan krisis politik, hukum atau ekonomi. Hakekatnya adalah krisis akhlak. Imam al-Ghozali menjelaskan akhlak dengan beberapa tingkatan.Tingkatan pertama (paling rendah) adalah selalu merasa dilihat Allah. Sampai disini belum muncul akhlakul karimah. Barulah ketika merasa melihat Allah (tingkatan kedua) akan muncul akhlak tersebut dan tingkatan yang paling tinggi takkala merasa bersatu dengan Allah, seseorang akan memiliki akhlak yang paling tinggi.
Dzikir Jahar dan dzikir Khofi kita lakukan dalam upaya untuk selalu mengingat Allah yang merupakan sebuah latihan untuk memunculkan akhlakul karimah karena selalu merasa dilihat Allah. Juga dengan berpuasa karena hal ini merupakan ibadah yang merupakan usaha untuk mencontoh sifat Tuhan seperti tidak makan dan minum, bersetubuh karena Allahpun tidak makan dan minum dan tidak beranak.
-Tambahan Tulisan : KULIAH SHUBUH,TERUSLAH BERDZIKIR,
Oleh : Ajengan H. Uu Sanusi-
Jauh sebelum mendapatkan talqin Dzikir kita sudah mengucapkan kalimat "Laa Ilaaha Illallah" bahkan pengetahuan tentang "Allah". Tetapi itu semua belum bisa menjadikan hati kita tentram karena tidak tembus sampai kedalam hati. Dzikir inilah yang menambah ketebalan iman dalam hati kita. Beruntung kita dipertemukan dengan Ahli Iman, Ahli Allah, Guru Mursyid kita sehingga mengerti betapa pentingnya dzikrullah ini bahkan ketika berada di alam kubur.
Memang besar sekali tantangan dan hambatan yang kita hadapi baik yang datang dari dalam diri kita sendiri ataupun dari luar. Sebagai contoh keluarga dan saudara saya sendiripun banyak yang mencemoohkannya. Mesjid tempat saya memberikan khutbah, pengajian, atau ceramah tidak menerima saya lagi. Sehingga suatu hari saya datang menghadap Pangersa Abah tentang semua ini. Beliau menjawab, "Alus euy, nitah jongjon" (Bagus itu, artinya kamu disuruh tenang untuk mengamalkan Dzikir ini). Jadi apapun yang dikatakan oleh orang lain tentang dzikir ini, terus saja amalkan karena kita sendiri yang akan merasakannya.
-Sumber tulisan : www.suryalaya.org
Posting Komentar
Posting Komentar