Menu

TQN PP.Suryalaya

 


(Khidmat Manakib di PP.Suryalaya,September 2006
Oleh: Ajengan KH. Drs. Wahfiudin, MBA.)
(Allah Maha Adil dan Maha Mengasihi)

Musibah memiliki hikmah antara lain untuk menghapus dosa orang yang melakukan kesalahan. Dalam sebuah hadits sahih Bukhari dikatakan “tidaklah sebuah musibah menimpa seseorang yang beriman kecuali Allah menghapus dosa orang itu walaupun dosa itu hanya duri yang menusuk kaki”. Jadi, dengan demikian sebuah musibah bisa dikatakan adzab, tapi dengan adzab itu akan mengikis dosa para pendosa tersebut, sehingga pendosa itu mati, maka matinya tanpa memiliki dosa. Dengan demikian yang merupakan adzab bagi para pendosa itu ternyata rahmat Allah. Tertulis dalam sebuah hadits “Suatu saat Rasulullah SAW bertanya, siapakah menurut kalian yang disebut syahid? Para sahabat menjawab adalah orang yang mati terbunuh di jalan Allah, kata Nabi kalau begitu sedikit sekali umatku yang mati syahid, sahabat Nabi bertanya memang siapa lagi yang bisa syahid ya Rasulullah? Orang yang mati normal di dalam kehidupan yang pernah ketaatan kepada Allah termasuk syahid.
Jadi, apabila terjadi musibah yang besar, sehingga orang yang kena musibah itu mati, maka orang yang terkena musibah tersebut terhapus dosanya. Dengan demikian, musibah itu bisa dikatakan adzab badi pendosa juga bisa dikatakan rahmat dari Allah.
Musibah yang ditimpa terhadap orang yang tidak berdosa maka itu merupakan ujian. Setiap manusia beriman pasti akan mendapatkan ujian dari Allah. Sebagaimana firman Allah: Artinya: “Apakah manusia-manusia itu akan menyangka mereka akan dibiarkan begitu saja, mereka berkata: kami beriman, padahal mereka belum diuji”. Dengan demikian, agar pengakuan keimanan diterima oleh Allah, maka harus siap menghadapi ujian. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mulk Artinya: “Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu”

Musibah bagi orang yang tidak berdosa merupakan ujian. Orang yang ridho terhadap ujian dari Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya walaupun orang tersebut mati. Disamping itu musibah dapat disebut sebagai peringatan, yaitu bagi orang yang tidak tertimpa langsung oleh musibah tersebut. Dengan adanya musibah tersebut membangkitkan kembali rasa kasih saying terhadap sesama manusia. Seperti saling tolong menolong, membantu para korban dan lain-lain. Musibah-musibah yang terjadi menjadi sarana untuk melakukan amal shaleh, disamping menjadi ladang amal, musibah juga menjadi sarana untuk melaksanakan silaturahmi seperti contoh melihat orang-orang yang tertimpa musiab di tempat lain, segala sesuatu yang diberikan Allah kepada manusia adalah rahmat. Rahmat Allah dapat muncul dalam bentuk serba indah, tetapi kadangkala muncul dalam bentuk menyeramkan contoh seperti musibah. Musibah merupakan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Orang yang ridho terhadap segala sesuatu pemberian Allah, maka orang tersebut tidak akan berburuk sangka kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam hadits qudsi: Artinya: “Aku (Allah) ini tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-Ku”.
Orang yang selalu berbaik sangka kepada Allah, maka Allah akan selalu memberikan kebaikan kepada hamba-Nya. Dalam dimensi tasawuf sebagaimana tertulis dalam hadits qudsi, Allah menciptakan makhluk agar makhluk mengagumi kebesaran Allah, tetapi di dalam makluk tersebut, Allah tempatkan hub atau mahabbah, maka dengan demikian setiap makhluk memiliki mahabbah di dalam dirinya. Dengan mahabbah tersebut seorang hamba dapat menyaksikan kebesaran Allah. Dengan demikian Allah mencintai dirinya, Allah mencipta makhluknya dengan rasa cinta di dalamnya supaya makhluk mencintai Allah.

-Sumber: www.suryalaya.org

Posting Komentar

 
Top