Sedemikian agungnya syariat qurban, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami” (HR Ibnu Majah & Al-Hakim).
Yakinlah, bagi mereka yang berqurban, Allah akan segera memberikan ganti biaya qurban yang dia keluarkan. Karena setiap pagi Allah mengutus dua malaikat. Malaikat yang pertama berdoa: “Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak,” sedangkan malaikat yang kedua berdoa: “Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi orang pelit yang menahan hartanya” (HR Bukhari & Muslim).
Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla mensyariatkan ‘udhiyah (berkorban) sebagai sarana untuk bertaqarrub kepada-Nya dan sebagai kemurahan untuk umat manusia pada hari raya. Allah telah memerintahkan kepada bapak para Nabi, Ibrahim 'alaihis salam supaya menyembelih anaknya, Ismail. Lalu beliau menyambut perintah Allah tadi tanpa ragu. Karenanya Allah Ta’ala memberikan ganti dari langit sebagai tebusan bagi anaknya, “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Al-Shafat: 107).
Sejak saat itulah, umat manusia menyembelih hewan ternak dalam rangka melaksanakan perintah Allah dengan mengalirkan darah. Dan berkurban merupakan amal ketaatan yang sangat utama.
Kemudian sunnah ini diperintahkan kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan beliau telah melaksanakannya. Diriwayatkan dalam Shahihain, “Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam berkurban dua ekor domba yang putih dan bertanduk. Beliau menyembelih sendiri dengan kedua tangannya sambil menyebut nama Allah dan bertakbir serta meletakkan kakinya di samping lehernya.”
Dan dalam riwayat lain dari Ibnu Umar radhiyallaahu 'anhuma, “Adalah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam selama sepuluh tahun tinggal di Madinah, beliau selalu menyembelih kurban.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi).
Sudah selayaknya setiap muslim bersemangat dalam mengikuti sunnah Nabinya Shallallahu 'Alaihi Wasallam untuk berkurban. Semoga dengan demikian, dia akan menjadi orang mendapatkan kecintaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 31)
Keutamaan Berkurban
Di antaranya sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,
مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ
“Tidak ada satu amalan yang dikerjakan anak Adam pada hari nahar (hari penyembelihan) yang lebih dicintai oleh Alah 'Azza wa Jalla daripada mengalirkan darah. Sungguh dia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, kuku dan rambutnya. Sesunggunya darahnya akan sampai kepada Allah 'Azza wa Jalla sebelum jatuh ke tanah… ” (HR. Ibnu Majah dan al-Tirmidzi)
Dan sabda beliau ketika di tanya apakah sembelihan ini, maka beliau menjawab, “Tuntunan ayah kalian Ibrahim.” Mereka bertanya, “Apa bagian kita darinya/apa pahala yang akan kita dapatkan?” Beliau menjawab, "Setiap helai rambut, akan dibalasi dengan satu kebaikan.” Lantas mereka bertanya, "Bagaimana dengan bulu (domba)?” Maka beliau menjawab, "Setiap bulu juga akan dibalas dengan satu kebaikan.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Hukum Berkurban Bagi yang Mampu
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum berkurban bagi yang mampu, antara wajib dan sunnah mu’akkadah. Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat, berkurban hukumnya sunnah mu’akkadah. Meninggalkannya, padahal mampu, termasuk sikap yang dibenci (makruh).
Sebagian ulama yang lain berpendapat hukumnya wajib bagi setiap keluarga muslim yang mampu melaksanakannya. Hal tersebut didasarkan kepada firman Allah Ta’ala,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)
Dan juga sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, “Siapa yang telah menyembelihnya sebelum shalat, hendaknya dia mengulanginya.” (Muttafaaq ‘alaih)
Sikap yang paling selamat yang selayaknya diambil seorang muslim, tidak meninggalkan berkurban ketika mampu, karena melaksanakan berkurban merupakan sikap yang melepaskan dirinya dari tanggungan dan tuntutan. Dan keluar darinya adalah lebih selamat. Sedangkan bagi yang tidak mampu, tidak memiliki harta kecuali sekedar mencukupi kebutuhan pokok keluarganya, maka berkorban tidak wajib atas mereka. Sedangkan siapa yang memiliki tanggungan hutang, maka selayaknya mendahulukan pembayaran hutang atas berkurban. Karena melepaskan diri dari beban tanggungan ketika mampu hukumnya wajib.
(Sumber tulisan : Ustadz Yusuf Mansur Network)
Posting Komentar
Posting Komentar