[Status Suriyanto AlMaliki Dok.No.427 di Facebook Pemuda TQN Suryalaya]
Memang Rasulullah S.A.W tidak pernah melakukan seremoni peringatan hari
lahirnya. Kita belum pernah menjumpai suatu hadits/nash yang menerangkan bahwa
pada setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal (sebagian ahli sejarah mengatakan 9 Rabiul
Awwal), Rasulullah S.A.W mengadakan upacara peringatan hari kelahirannya.
Bahkan ketika beliau sudah wafat, kita belum pernah mendapati para shahabat
r.a. melakukannya. Tidak juga para tabi`in dan tabi`it tabi`in.
Menurut Imam As-Suyuthi,
tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah saw
ini dengan perayaan yang meriah luar biasa adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id
Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (l. 549 H. - w.630 H.). Tidak kurang
dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari
peringatan maulid ini. Intinya menghimpun semangat juang dengan membacakan
syi’ir dan karya sastra yang menceritakan kisah kelahiran Rasulullah SAW.
Di antara karya yang paling
terkenal adalah karya Syeikh Al-Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran
Nabi SAW dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham (puisi). Saking populernya,
sehingga karya seni Barzanji ini hingga hari ini masih sering kita dengar
dibacakan dalam seremoni peringatan maulid Nabi SAW.
Maka sejak itu ada tradisi
memperingati hari kelahiran Nabi SAW di banyak negeri Islam. Inti acaranya
sebenarnya lebih kepada pembacaan sajak dan syi`ir peristiwa kelahiran
Rasulullah SAW untuk menghidupkan semangat juang dan persatuan umat Islam dalam
menghadapi gempuran musuh. Lalu bentuk acaranya semakin berkembang dan
bervariasi.
Di Indonesia, terutama di
pesantren, para kyai dulunya hanya membacakan syi’ir dan sajak-sajak itu, tanpa
diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide untuk memanfaatkan momentum
tradisi maulid Nabi SAW yang sudah melekat di masyarakat ini sebagai media
dakwah dan pengajaran Islam. Akhirnya ceramah maulid menjadi salah satu inti
acara yang harus ada, demikian juga atraksi murid pesantren. Bahkan sebagian
organisasi Islam telah mencoba memanfaatkan momentum itu tidak sebatas seremoni
dan haflah belaka, tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti
bakti sosial, santunan kepada fakir miskin, pameran produk Islam, pentas seni
dan kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat.
Kembali kepada hukum
merayakan maulid Nabi SAW, apakah termasuk bid`ah atau bukan?
Memang secara umum para
ulama salaf menganggap perbuatan ini termasuk bid`ah. Karena tidak pernah
diperintahkan oleh Rasulullah saw dan tidak pernah dicontohkan oleh para
shahabat seperti perayaan tetapi termasuk bid’ah hasanah (sesuatu yang baik),
Seperti Rasulullah SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara
berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setia hari Senin Nabi SAW berpuasa
untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ” : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ . رواه مسلم
“Dari Abi Qotadah
al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari
senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu
diturunkan kepadaku.” (H.R. Muslim)
Kita dianjurkan untuk
bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita. Termasuk kelahiran
Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat kepada alam semesta. Allah SWT berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: ‘Dengan kurnia
Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan
rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’ ”
(QS.Yunus:58).
Ada sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Hadits itu menerangkan bahwa pada setiap hari
senin, Abu Lahab diringankan siksanya di Neraka dibandingkan dengan hari-hari
lainnya. Hal itu dikarenakan bahwa saat Rasulullah saw lahir, dia sangat
gembira menyambut kelahirannya sampai-sampai dia merasa perlu membebaskan
(memerdekakan) budaknya yang bernama Tsuwaibatuh Al-Aslamiyah.
Jika Abu Lahab yang non-muslim
dan Al-Qur’an jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan
kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW, maka bagaimana dengan orang yang
beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah SAW?
HM Cholil Nafis MA
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul
Masa’il (LBM) PBNU
(COPAS NU ONLINE)
(Bersambung ke Bagian
Kedua)
Posting Komentar
Posting Komentar