Sambungan dari bagian II
InsyaAllah bersambung ke Bagian IV
Syaikh Abul
Qasim Al-Qusyairy berkata, “Saya telah mendengar Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq
berkata, “Saya pernah mendatangi Imam ABu Bakar bin Faruk. Ketika saya
melihatnya, kedua matanya bercucuran air mata. Kukatakan kepadanya bahwa Allah
akan emnyelamatkan dan menyembuhkanmu.
Ia menjawab, “Engkau tidak akan pernah
melihatku takut mati, tetapi saya takut dibalik mati itu.”‘Diriwayatkan dari
‘A’isyah RA mengatakan, “Pernah kutanyakan kepada RasuluLlah SAW tentang
ayat yang berbunyi, “Walladziina yu’tuuna maa uutuu waquluubuhum
wajilah” yang artinya.”Dan orang-orang yang memberikan sesuatu yang telah
diberikan, sedangkan hati mereka takut karena mereka akan kembali kepada
Tuhannya”.Apakah mereka orang-orang yang dimaksud dalam ayat di atas adalah
orang-orang yang minum khamr dan orang-orang yang mencuri ? Beliau menjawab,
“Tidak, tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa , salat dan bersedekah.
Mereka takut amalnya tidak diterima oleh Allah SWT”. Hal ini yang dimaksud
dalam ayat, “ulaa-ikalladziina yusaari’uuna fil khairaati wahum lahaa
saabiquun” yang artinya, “Mereka adalahorang-orang yang berlomba-lomba
dalam kebaikan dan mereka termasuk orang yang menang”.
Menurut AbduLlah
bin Mubarak, takut tidak akan pernah bangkit sehingga ia tertanam di dalam hati
dengan konsistensi pendekatan , baik secara samar maupun terang-terangan.
Sedangkan menurut Ibrahim bin Syaiban , apabila takut tertanam di dalam hati ,
maka segala keinginan hawa nafsu dan cinta dunia akan terbakar dan tertolak.
Menurut satu pendapat, takut merupakan kekuatan ilmu sesuai dengan perjalanan
hukum . Sedangkan pendapat lain mengatakan, takut merupakan gerak hati karena
keagungan Tuhan. Abu Sulaiman Ad-Darani berkata,”Hati jangan sampai
terkalahkan kecuali dengan takut. Apabila harapan dapat mengalahkan hati, maka
ia akan rusak”. Selanjutnya ia berkata, “Apabila sikap takut telah ditanamkan,
maka (derajat) mereka akan terangkat, dan apabila rasa takut di sia-siakan,
maka (derajat) mereka akan jatuh”. Al Wasithi mengatakan, bahwa takut dan
harapan adalah dua pengikat diri (jiwa) sehingga tidak terjebak dalam
kebodohan. Ia juga mengatakan, apabila kebenaran telah tertanam di dalam hati,
maka sikah berharap dan takut tidak akan muncul kembali.
Sedangkan
menurut Ustadz Asy-Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq ..hal itu nampak terjadi
kemusykilan. Apabila demensi kebenaran telah berpengaruh, maka ia akan
memperoleh ketinggian rahasia hati. Kebahagiaan tidak aakn diperoleh hanya
dengan mengikat dua peristiwa. Sikap takut dan harap merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan yang berpengaruh melalui hukum kemanusiaan.Husain bin Manshur
mengatakan bahwa barang siapa yang tekut dan berharap kepada selain Allah SWT,
maka segala pintu akan ditutup. Allah SWT menguasai dan memberikan rintangan
dengan tuju puluh penghalang, minimal ia bersikap skeptis. Hal yang menyebabkan
takut adalah karena mereka berpikir tentang siksaan Allah SWTdan keadaan
dirinya khawatir berubah. Allah SWT berfirman, “Wabadaa lahum minaLlaahi maa
lam yakuunuu yahtasibuun” QS. An Nuur 47.yanh artinya, “Dan jelaslah bagi
mereka azab dari Allah SWT yang belum pernah mereka pikirkan”. Allah SWT
juga berfirman, “Qul hal nunabbi’ukum bil akhsariina a’maalaa. Alladziina
dhalla sa’yuhum fil hayaatiddunyaa. Wahum yahsabuuna annahum yuhshinuuna
sun’a” yang artinya, “Katakanlah, maukah Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang perbuatannya merugi, yaitu orang-orang yang tersesat
perjalanannya di dunia sedangkan mereka menduga bahwa mereka mengerjakan
perbuatan yang baik”. Banyak sekali orang yang diberikan kenikmatan,
keadaannya menjadi berbalik dan perbuatan jahatnya menjadi ketetapan. Oleh
karena itu sikap senang hati dan takut perlu ditanamkan.
Syair dari Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq :
Engkau telah
berperasangka baik terhadap hari-hari,
Jika keadaannya
membaik
Dan engkau tidak
takut
Terhadap apa
yang ditakdirkannya
Waktu-waktu
malam telah menyelamatkanmu
Tetapi engkau
telah menipunya
Dan ketika
keheningan malam tiba
Kekeruhan mulai
terjadi
Saya / Imam
Al Qusyairi mendengar Manshur bin Khalf Al-Maghribi berkata, “Dua orang
laki-laki saling berteman dalam suatu kajian tentang
masalah iradah dalam jangka waktu yang relatif pendek (dua tahun).
Salah satu dari mereka pergi dan meningalkan temannya. Setrlah itu tak pernah
terdengar kabarnya. Suatu saat teman yang lain bertempur di medan perang dan
membunuh tentara Rum (roma). Ketika seorang-laki-laki keluar dengan kepala
tertutup adn senjata di tangan menuntut agar semua keluar ke medan
perang, makakeluarlah salah seorang dari para pahlawansehingga dia
terbunuh, kemudian yang ke tiga keluar juga dan kemudian terbunuh. Dalam
kondisi seperti itu, seorang sufi keluar dan agak berjauhan. Orang Rum itu
memandang wajahnya dan ternyata orang yang dipandang adalah adalah temannya di
waktu belajar tentang masalah iradah dan ibadah selama dua
tahun. Orang sufi itiu bertanya, “Apa engkau sering membaca Al-Qur’an ?”
Tentara Romawi itu menjawab, “Saya tidak ingat satu hurufpun dari Al-Qur’an”.
Orang sufi berkata, “Hal itu jangan kau kerjakan dan kembalilah”. Tentara
Romawi menjawab, “hal itu tidak akan saya lakukan. Sekarang saya mempunyai
kedudukan dan kekayaan. Oleh karena itu hendaklah engkau pergi. Jika tidak
engkau akan saya bunuh seperti mereka”. Orang sufi berkata, “Ketahuilah engkau
telah membunuh tiga orang Islam. Engkau tidak akan menjadin hina karena pulang,
oleh akrena itu pulanglah engkau dan saya akan menangguhkan”. Orang laki-laki
itu kemudian pulang di ikuti orang sufi tersebut. Dalam kondisi demikian orang
sufi tersebut dapat menikam dan membunuhnya. Setelah pertempuran, orang sufi
tersebut terbunuh di hadapan orang-orang nasrani.
InsyaAllah bersambung ke Bagian IV
Sumber: manakib.wordpress.com
Posting Komentar
Posting Komentar