Dalam
peringatan Isra’ Mi’raj di Kabupaten Biak Numfor, Papua, ribuan umat Islam hadir
yang dipusatkan di Masjid Agung Baiturrahman Biak**, Kamis pagi (06/06/2013).
Ketua
Panitia Besar Islam (PHBI) Biak Andi Firman Madjadi di Biak, Kamis, menjelaskan
bahwa perayaan Isra’ Mi’raj 1434 H
sebagai sarana untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada ALLAH SWT.
"Melalui
peringatan Isra’ Mi’raj umat Islam dapat memperoleh pencerahan nilai agama
untuk bisa mengamalkan dalam kehidupan keseharian," ujar Ketua PHBI Andi
Firman Madjadi.
Kepada
berbagai pihak dan sponsor yang mendukung peringatan Isra’ Mi’raj 1434 H,
lanjut Andi Firman, pengurus PHBI menyampaikan terima kasih dengan harapan
momentum tersebut mampu mendorong semangat umat Islam dalam melaksanakan
perintah shalat lima kali dalam sehari semalam.
Sementara
itu Ustad Usep Badruzzaman dari Semarang, mengharapkan peristiwa Isra’ Mi’raj 1434
H yang dialami Nabi Muhammad S.A.W. menjadi sejarah Islam yang tetap dikenang
sepanjang waktu.
Pada
peristiwa Isra’ Mi’raj, lanjut Ustad Usep, Nabi Muhammad S.A.W. menerima
perintah shalat yang sampai saat ini tetap dilaksanakan umat Islam.
"Perintah
shalat lima waktu menjadikan umat Islam selalu dekat dengan Allah SWT, karena
itu peristiwa Isra’ Mi’raj diharapkan dapat meningkatkan nilai keimanan dan
umat dapat mengamalkan dalam kehidupan," harap Ustad Usep Badruzzaman.
Dalam
rangka menyemarakkan peringatan Isra’ Mi’raj 1434 H PHBI Biak Numfor menyelenggarakan lomba fashion show atau
peragaan busana, pemilihan dai cilik, tertib shalat serta lomba azan tingkat
TK, SD dan SMP.
(Sumber:
republika.co.id/republika on line/ROL)
**Riwayat
Masjid Agung Baiturrahman Biak :
Masjid Pertama di Papua, Dibangun Bung Karno
(Sumber:Jurnas.com)
Masjid
Agung Baiturrahman di Biak, Papua dinilai sebagai simbol kerukunan umat
beragama di Papua. Masjid itu dibangun sejak 1963. Letaknya sangat strategis
dipusat Kota Biak, dengan arsitek yang megah dan menempati luas area kurang
lebih 10.982 m2 dipinggiran jalan Sudirman.
Sampai
saat ini, bangunan masjid telah mengalami dua kali renovasi serta perluasan
gedung akibat gempa tektonik berkekuatan 7,2 skala richter (SR) yang pernah
terjadi pada 1996.
H.Zainuddin
Bennu, salah seorang pelaku sejarah pembangunan masjid Agung Baiturrahman,
sebelum meninggal dunia pernah bertutur kepada Jurnal Nasional, bahwa masjid
tersebut adalah masjid pertama dan menjadi simbol kerukunan beragama di
provinsi Papua.
Menurutnya,
masjid ini dibangun oleh presiden pertama RI, Ir Soekarno pada 1963. Keinginan
membangun Masjid Agung Baiturrahman terungkap ketika Soekarno yang saat itu
didampingi Menteri Luar Negeri RI Dr Soebandrio melakukan perjalanan tugas
kenegaraan ke Papua (ketika itu bernama Irian Barat).
Pendirian
masjid itu berkaitan dengan deklarasi 1 Mei 1963 tentang kembalinya Papua ke
NKRI (saat itu Ibu Pertiwi). Menjabat sebagai Gubernur Pertama (1963-1965)
Papua saat itu Eliezer Yan Bonay.
"Ketika
bung Karno melihat lokasi tersebut yang letaknya di pusat kota, ia berpesan
kepada pemerintah daerah dan warga muslim di Biak bahwa setelah kembali ke
Jakarta, ia akan mempersiapkan pembangunanya dan tenaga tukang akan didatangkan
dari pulau Jawa," kata Zainuddin Bennu.
Bennu
menceritakan hal itu sambil terkenang masa lalu di kediamannya yang berada di
kelurahan Fandoi, beberapa waktu lalu sebelum ia dipanggil yang kuasa.
Bangunan
pertama dari Masjid Agung Baiturrahman yang pernah ambruk oleh gempa tektonik,
masing-masing untuk ruang dalam berukuran 17 x 17 meter atau seluas 300 m2 dan
luas serambi 25 m2 dapat menampung jema'ah sebanyak 1000 orang.
Memiliki
satu kubah utama setinggi 17 meter dan satu menara berukuran 17 meter yang
letaknya berdempetan. Lantai ruang dalam dan serambi masjid pertama itu
dilapisi marmer, sedangkan kubah, menara serta pilar-pilar bangunan terbuat
dari semen beton. Ukuran tersebut diberikan Soekarno kepada pelaksana proyek
yang didatangkan dari pulau Jawa.
Pada
Juli 1963 pembangunan masjid pertama itu mulai dikerjakan, hampir semua para
tukang yang bekerja didatangkan dari pulau Jawa dan dibantu oleh sebagian umat
Islam Biak. Namun sekitar mulai September 1965 pekerjaan pembangunan sempat
terhenti alias tidak ada aktivitas pembangunan.
"Pada
saat pecahnya Gerakan 30 September 1965, pekerjaan pembangunan terhenti karena
para tukang dan pelaksa bangunan yang didatangkan untuk bekerja itu satu per
satu menghilang dan kembali ke pulau Jawa," kenang Zainuddin Bennu.
Setelah
terhenti, pembangunan mulai dilanjutkan kembali akhir 1969 atas persetujuan
menteri Agama RI saat itu, KH Moh Dahlan (1967-1973). Kebetulan menteri Agama
itu sedang berada di Biak setelah melakukan kunjungan kerja ke Jayapura, Papua
(Irian Barat).
Atas
persetujuan menteri Agama RI KH Moh Dahlan, saat itu diadakan pertemuan yang
melibatkan unsur agama di daerah ini. Antara lain, bidang bimbingan masyarakat
(Bimas) Islam kantor Agama Kabupaten Teluk Cenderawasih (kini Biak Numfor),
Khotib dan Sukri, perwakilan umat muslim saat itu, H.Zainuddin Bennu beserta
perwakilan umat Kristen Protestan dan Katolik didaerah ini. Akhirnya pemerintah
pusat membantu pendanaan untuk menyelesaikan pembangunan.
Proses
pembangunan mulai dilanjutkan kembali, ketika terhenti telah dibangun pelat
bagian atas dan pilar-pilar bangunan, sehingga tinggal menyelesaikan kuba dan
dinding masjid. Pelaksanan pembangunan dipercayakan oleh PT Waskita Karya, yang
diselesaikan dan digunakan umat muslim pada 1971. Begitu juga di halaman masjid
agung ini, pada bagian serambi sebelah barat dijadikan sekolah dasar yang
dikelola yayasan persekolahan islam pertama didaerah ini.
dokumen pemuda tqn suryalaya news
Posting Komentar
Posting Komentar