Menu

TQN PP.Suryalaya

 

(Foto:  Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jailani bersilaturahmi
kepada Pangersa Abah Anom ra. thn 2010 di PP.Suryalaya)
Dalam sebuah obrolan ringan bersama Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jailani di tepi sebuah kolam di depan kamar hotel di Salabintana, Sukabumi, Juni lalu, kami dikejutkan dengan sajian buah-buahan. Pondok Azzainiyyah telah menyiapkan buah-buahan buat Sang Syekh yang jauh-jauh datang dari Turki.
Buah yang menyita perhatian kami adalah buah salak (Salacca Edulis). Karena kulitnya yang seperti sisik ular, orang Barat menyebut snake fruit. Tiba-tiba, sahabat saya, Hamdani Muin, rais Am MATAN JATMAN langsung membuka obrolan dengan mengambil buah salak tersebut.
“Syekh...Tahukah apa nama buah ini?” tanya Hamdani
“Tidak” jawab Syekh.
“Buah ini sangat popular di Indonesia. Khas tropis. Namanya buah SALAK.”
“SALAK?”
“Ini makanan sufi.”
“Makanan sufi?” tanya beberapa kawan di sekitar Syekh Fadhil
“Koq bisa?”
“Man ya’kulu salak fahuwa salik (Orang yang memakan salak adalah salik)
Semuanya tertawa mendengar humor sufi tengah malam itu. 
Tiba-tiba, di tengah suasana penuh keakraban ini, ada beberapa ikhwan yang meminta tandatangan dari Syekh Fadhil untuk kitab Sirrul Asrar.
Saat itu pula Syekh Fadhil memberi syarat khusus pada ikhwan yang meminta tanda tangan. 
“Untuk setiap tanda tangan saya harus dibayar dengan 300 selawat nabi” kata Syekh sambil senyum-senyum dengan sisa-sisa obrolan tentang salak yang belum tuntas.
“Selawatnya bebas?”
“Tidak...Selawat yang saya ajarkan tadi di pengajian.”
“Seorang salik yang menempuh jalan suluk harus sering membaca Selawat,” kata salah seorang dari kami.
"Harus sering makan salak."
Gelak tawa pun tak terbendung.
Karena ikhwan tidak hafal, maka sesama ikhwan pun mengajarkan selawat yang dihadiahkan Syekh Fadhil di Azzainiyah itu.

الْلَّهُم صَلِّي وَسَلِم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد وَعَلَى الِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد
Ikhwan pun menuruti permintaan Syekh membaca 300 kali selawat sebelum mendapatkan tandatangan.
Setelah bacaan selawat selesai buku Sirrul Asrar pun diserahkan kepada si ikhwan dengan senyum puas Syekh Fadhil. Dengan spontan, salah satu dari kami nyeletuh, “Wah...Ikhwan ini jarang makan salak...” katanya sambil menghadiahkan salak untuknya.


SUmber tulisan: dari TASAWUF UNDERGROUND melalui status Dian Rachmikawati di Grup Facebook Pemuda TQN Suryalaya.

Posting Komentar

 
Top