Alloh
SWT berfirman :
انّهم فتية آمنوا برّبهم وزدناهم هوداً
“Sesungguhnya
mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan
kepada mereka petunjuk “. (QS : Al-Kahfi 13)
RasuluLloh
SAWW bersabda :
لا يزالُ الله تعالى في حاجة العبد مادام العبد فيحاجة أخيه المسلم
Alloh Ta’ala senantiasa memenuhi kebutuhan hamba selama hamba tersebut memenuhi kebutuhan saudara muslimnya.
لا يزالُ الله تعالى في حاجة العبد مادام العبد فيحاجة أخيه المسلم
Alloh Ta’ala senantiasa memenuhi kebutuhan hamba selama hamba tersebut memenuhi kebutuhan saudara muslimnya.
Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq berkata, “Asal sifat prawira atau pemuda yang satria
adalah keberadaannya yang senantiasa dalam urusan saudaranya. Beliau berkata,
“Kesempurnaan akhlak semacam ini tidak ada yang memiliknya selain RasuluLlah
SAWW. Setiap orang pada hari kiyamat akan mengatakan
“diriku....diriku...” sementara Nabi Muhammad SAWW (Shallallahu alaihi wasallam wa 'ala alihi) kita mengucapkan “Umatku...umatku..” (ummati....ummati....ummati...)
Syaikh Al-Junaid ra. mengatakan, “Sifat perwira atau satria adalah memaafkan
kesalahan kawan-kawannya.” Dikatakan juga bahwa sifat al-futwah atau
perwira adalah ketiadaan diri memandang lebih atas yang lainnya. Abu Bakar
Al-Waraq mengatakan “Seorang pemuda satria adalah yang tidak memiliki musuh”.
Muhammad bin Ali At-Turmudzi mengatakan,”Sifat perwira adalah menjadikan nafsu
sebagai musuh Tuhanmu.” Dikatakan, seorang pemuda satria adalah yang tidak
memiliki musuh dengan sapapun.
Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq mengatakan, saya pernah mendengar Nashr Abadzi
mengatakan bahwa para pemudaAshabul Kahfi dinamakan pemuda satria adalah
karena keimanannya pada Alloh dengan tanpa perantara”.
Dikatakan juga bahwa pemuda satria adalah mereka yang berani menghancurkan
berhala, sebagaimana yang digambarkan Alloh SWT dalam firman-Nya :
سمعنا فتى يذكر هم يقال له ابراهيم
Kami
dengar seorang pemuda yang dipanggil –dengan nama- Ibrahim (yang mencela
berhala-berhala ini) QS Al-Anbiya 60)
Pemuda
ini menghancurkan berhala-berhala kaum kafir.
فجعلهم جذذا
Maka
Ibrahim menjadikan berhala-berhala itu terpotong-potong (QS Al-Anbiya 58)
Berhala
pada diri manusia adalah hawa nafsunya, maka seseoarang yang mampu menentang
hawa nafsunya pada hakikatnya adalah satria.
Harits Al-Muhasibi mengatakan, “Sifat perwira adalah kemampuan mengambil sifat
tengah-tengah dan adil”. Amru bin Utsman Al-Maky mengatakan, “Perwira adalah
budi pekerti yang luhur”. Al-Junaid pernah ditanya tentang ini lalu dijawab,
“mereka adalah orang yang tidak menjauhi orang miskin dan tidak menentang orang
kaya”.
Syaikh Abul Qasim Nashr Abadzi mengatakan, “Sifat prawira adalah cabang dari sifat Al-Futuwah (satria)
yang keberadaannya menentang rasa eksis dan harga diri”.
Ahmad bin Hambal ditanya tentang ini lalu dijawab, “Meninggalkan
apa yang kamu inginkan dan kami takutkan”. Sebagian kaum sufi ditanya, “Apakah
yang dimaksud al-futuwah ?’ lalu dijawab, “tidak membeda-bedakan
antara orang yang makan bersamanya adalah seorang wali atau orang kafir”.
Sebagian orang sufi menceritakan kisah seorang majusi yang bertamu ke rumah
Nabi Ibrahim AS. Majusi itu meminta jamuan makan kepadanya.
“Ya dengan syarat kamu harus masuk Islam”. Tawar Nabi Ibrahim AS.
Orang majusi tersebut tidak mau dan meninggalkan Nabi Ibrahim AS, lalu Alloh
menegur Nabi Ibrahim AS, “Hai Ibrahim, semenjak 50 tahun Saya memberinya makan
meski dia kafir. Seandainya engkau mampu memberinya sesuap saja dengan tanpa
syarat untuk merubah agamanya...?”
Nabi Ibrahim AS merasa bahwa wahyu tersebut adalah teguran halus dari Alloh
SWT. Beliau merasa bersalah atas sikapnya terhadap orang majusi tadi. Maka Nabi
Ibrahim AS keluar mencari orang majusi tadi hingga menemukannya. Beliau meminta
maaf atas sikapnya yang kurang meyenangkan. Orang majusi heran dan menanyakan
sebab-musabanya. Maka Nabi Ibrahim pun menjelaskan sehingga orang majusi
tersebut memeluk Islam dengan sendirinya.
Bersambung ke bagian II
Sumber: manakib.worspress.com
Posting Komentar
Posting Komentar