Sambungan dari bagian I ~
Sebagian
ulama mengatakan, barang siapa yang menjaga Allah SWT di dalam hatinya maka
Allah SWT akan menjaga seluruh anggota badannya”. Abul Husain bin Hindun pernah
ditanya, “Kapan penggembala dapat menghalau kambingnya dengan tongkat
pemeliharaan agar terhindar dari perangkap kebinasaan ?”. Dia menjawab, “Jika
ia mengerti bahwa di hadapannya terdapat Dzat Yang Maha Mengawasi”.
Menurut
satu cerita, Ibnu Umar RA berada di dalam perjalanan. Dia melihat seorang budak
yang sedang menggembala seekor kambing.
“Bisakah
engkau menjualnya seekor kepadaku ?” tanya Ibnu Umar dengan maksud untuk
menguji.
“Kambing
itu bukan milik saya”. Jawabnya
“Katakan
saja kepada pemiliknya bahwa serigala telah memakannya”.
Budak
itu menjawab,”Lalu di mana Allah SWT ?”
Ibnu
Umar diam untuk beberapa saat. Dia merenungkan kata-kata penggembala itu.
Kemudian ia mendesah sambil mengatakan, “Budak itu mengatakan di mana Allah
SWT”.
Al-Junaid
mengatakan bahwa barang siapa yang dapat merealisasikan pengawasan (muraqabah),
maka dia akan takut kehilangan bagian dari Tuhannya, bukan takut kepada orang
lain.
Seorang
guru sufi memiliki seorang murid yang diistimewakan. Guru itu sering datang
kepadanya dari pada datang kepada murid-murid yang lain. Mereka bertanya kepada
gurunya tentang hal itu , maka sang gurupun menjawab, “Akan saya jelaskan
persoalan ini kepada kalian”.
Selang
beberapa lama, guru itu memanggil murid-muridnya. Masing-masing dari mereka
diberi seekor burung sambil berpesan, “Sembelihlah burung ini di suatu tempat
yang tidak diketahui oleh siapapun”. Mereka semua kemudian pergi dan tak lama
kemudian kembali dengan membawa burung yang telah disembelih di tangan mereka
masing-masing. Akan tetapi salah seorang dari mereka datang dengan membawa
burung yang masih hidup.
“Mengapa
burung itu tidak kamu sembelih ?”
Murid
itu menjawab “Guru memerintahkan saya untuk menyembelih burung di suatu tempat
yang tidak diketahui oleh siapapun. Saya telah berusaha ke berbagai tempat akan
tetapi tidak menemukan satu tempatpun yang tidak dilihat oleh Allah SWT.
Guru
itu tersenyum. Dia berkata kepada murid yang lain, “Karena inilah saya
mengistimewakannya dengan selalu datang kepadanya.”
Menurut
Dzunun al-Mishri yang dimaksudhubungan pengawasan adalah mementingkan sesuatu
yang telah dipentingkan oleh Allah SWT, mengagungkan sesuatu yang telah
diagungkan oleh Allah SWT, dan mengecilkan sesuatu yang telah dikecilkan-Nya.
Menurut Ibrahim An-Nashr Abadzi : Raja’ (Harap) akan menggerakkan
kepada keta’atan, khauf(takut) akan menjauhkan dari maksiyat, dan muraqabah (pengawasan)
akan mengantarkan kepada jalan hakikat.
Ja’far
bin Nashr pernah ditanya tentang pengawasan maka ia menjawab, “Menjaga hati
untuk memandang Allah SWT dalam setiap gerakan”. Ahmad Al-Jariri mengatakan,
“Urusan kita terbagi menjadi dua, yaitu konsistensi diri dalam pengawasan
terhadap Allah SWT dan tertanamnya ilmu secara lahiriyah . sedang menurut
AbduLlah Al-Murta’isy mengatakan bahwa yang dimaksud pengawasan adalah
memelihara hati dengan memperhatikan Allah SWT dalam setiap langkah dan
perkataan”.
Ibnu
Atha’ pernah ditanya, “apa yang paling utama dari ta’at ?” dia menjawab,
“Mengawasi Allah SWT sepanjang masa”. Ibrahim Al-khawas mengatakan,
“Pemeliharaan akan menyebabkan pengawasan, sedang pengawasan akan menyebabakan
kemurnian rahasia maupun terang-terangan karena Allah SWT”. Menurut Abu Utsman
Al-Maghribi, “Konsistensi diri manusia yang paling utama adalah meneliti ,
mengawasi dan mensiasati perbuatannya dengan ilmu”.
Abu
Utsman mengatakan, ‘Abu Hafs mewasiatkan kepadaku, ‘Apabila kamu duduk bersama
orang lain , jadilah penasihat kepada hatimu dan dirimu, serta janganlah kamu
tertipu oleh perkumpulan mereka. Mereka mengawasi lahirmu, sedang Allah SWT
mengawasi bathinmu”.
Abu
Sa’id Al-Kharraz mengatakan, “Salah seorang dari guruku telah mengatakan
kepadaku, ‘tetaplah memelihara dan mengawasi hatimu”’. Dia mengatakan, ‘Suatu
hari saya berjalan di tengah padang pasir. Tiba-tiba di belakangku terdengar
suara desingan. Suara itu sangat menakutkan. Saya hendak menoleh tetapi saya
tahan. Setelah itu saya melihat sesuatu menyentuh punggungku lantas ia pergi.
Sambil saya menjaga hati saya menoleh, ternyata saya berhadapan dengan hewan
yang sangat besar”’.
Al-Wasithi
berkata, “Seutama-utama ta’at adalah menjaga waktu. Dia tidak meniti-niti
hambanya diluar batasnya, demikian pula tidak meniti selain kepada Tuhannya,
dan tidak bersahabat selain dengan waktunya”.
Sumber: manakib.wordpres.com
Posting Komentar
Posting Komentar