Pada suatu waktu, Abu Ubaidah bin Jarrah menemani Khalifah
Umar bin Khattab dalam sebuah perjalanan ke Syam (Suriah). Mereka bersepakat
untuk bergantian dalam menaiki dan menuntun kuda yang mereka gunakan.
Menjelang masuk Kota Syam, tiba giliran Umar yang harus menuntun. Merasa tidak
enak dan khawatir penduduk Syam melihatnya, Abu Ubaidah mengusulkan agar ia
yang menuntun dan Khalifah Umar tetap di kendaraan.
Tetapi, Umar menolak. Ia berkata, ’’Kami adalah kaum yang dimuliakan Allah
SWT dengan Islam. Aku tak peduli apa kata mereka.’’
Sungguh menarik yang dikatakan Umar dalam kisah di atas.
Kalau mau, sebagai khalifah ia bisa menikmati berbagai fasilitas negara.
Misalnya, kendaraan, ajudan, pengawalan, dan lain-lain. Namun, ia menolak semua
itu. Ia tetap sederhana, jujur, adil, berani, dan merakyat. Inilah karakter
yang diperlukan seorang pemimpin. Karakter adalah kekuatan.
Kehebatan manusia tersembunyi di balik karakternya. Dan karakter menunjuk pada
tiga makna. Pertama, keutamaan universal yang dipandang baik oleh semua manusia
di sepanjang sejarah dan semua kebudayaan.
Contohnya adalah ilmu, kearifan, keberanian, kejujuran, dan keadilan. Kedua,
puncak kualitas moral yang berarti bertindak benar meski ada tekanan kuat
berbuat sebaliknya. Ketiga, karakter menunjuk pada kesejatian diri.
Karakter menunjuk pada sikap dan laku perbuatan yang dilakukan seseorang pada
saat tak ada seorangpun mengetahui. Karakter merupakan apa yang sejatinya
mengenai diri kita. Di sinilah karakter dibedakan dengan pencitraan.
Citra adalah anggapan orang tentang diri kita yang belum tentu diri yang
sebenarnya. Hal yang diperlukan pemimpin, tentu bukan citra melaikan karakter.
Dalam karakter ada kesejatian sedangkan dalam citra ada kamuflase kemunafikan.
Karakter menunjuk sesuatu pada yang genuine. Sementara, citra merujuk pada
sesuatu yang bersifat artificial. Sengaja dibuat untuk membangun imaji yang
positif. Pemimpin yang berkarakter seperti tampak pada diri Khalifah Umar.
Dia tampil genuine dan otentik. Ia tidak menyandarkan kemuliaan dan kehormatan
diri pada sesuatu di luar dirinya seperti pangkat pakaian, kekayaan, dan
hal-hal yang bersifat aksesoris duniawi. Ia cukup percaya diri.
Untuk melapangkan jalan kepemimpinannya ia tak perlu mencela dan
menjelek-jelekkan pihak lain. Pemimpin yang berkarakter adalah pemimpin
optimistik. Berangkat daru integritas dan dedikasinya untuk kemajuan bangsa, ia
tak pernah ragu bertindak.
Ia pun tak memedulikan olol-olok musuh atau orang yang tidak menyukainya.
‘’Mereka adalag orang-orang yang berjihad di jalan Allah dan yang tidak takut
pada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada
siapa yang dikehandaki-Nya dan Allah maha luas (pemberian-Nya) dan maha
mengetahui.’’ (QS Al Maidah: 54).
Maka, belajar dari kepemimpinan Umar, satu hal mutlak yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin adalah karakter. Perlu diketahui karakter merupakan takdir keberhasilan
pemimpin. Wallahu a’alam.
Sumber: republika
online, Oleh: A Ilyas Ismail
Posting Komentar
Posting Komentar