Dinamakan
khidir (hijau) karena dimana dia berada maka tempat disekitarnya menjadi hijau.(Ibnu Asakir dari Mujahid). Dan
apabila khidir duduk diatas jerami yang sudah kering, maka jerami itu akan
berubah menjadi hijau kembali. (HR. Imam Bukhari). Khidir
adalah nama seorang anak cucu Adam AS yang taat beribadah kepada Allah SWT dan
ditangguhkan ajalnya. (Riwayat Ibnu Abbas).
Berikut ini akan beberapa kesaksian
orang-orang yang pernah bertemu dengan Nabi Khidir AS, dan kami sarikan
dari beberapa sumber terpilih:
Rasulullah S.A.W.
Ketika Rasulullah SAW sedang berada di dalam
masjid, beliau mendengar orang berkata: “Ya Allah SWT, tolonglah aku atas apa
yang bisa menyelamatkan aku dari apa yang paling aku takuti.”
Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Mengapa orang itu
tidak menyertakan pasangan do’anya ini; Ya Allah SWT, berilah kepadaku
kerinduan orang-orang shaleh yang paling mereka rindukan.”
Kemudian Rasulullah SAW menyuruh sahabat Anas
untuk mengatakan apa yang dikatakan itu kepada orang tersebut.
Setelah Anas menyampaikan kepadanya, orang itu
berkata: “Ya Anas, katakan kepada Rasulullah SAW bahwa Allah SWT telah memberi
kelebihan karunia kepadanya diatas para Nabi seperti kelebihan kepada umatnya
diatas umat para Nabi, seperti kelebihan bulan Ramadhan atas bulan-bulan
lainnya, dan memberi kelebihan hari Jum’at atas hari-hari yang lainnya.
Lalu orang itu berdo’a: “Ya Allah SWT, jadikanlah aku
termasuk golongan umat yang dimuliakan ini.” Orang tersebut adalah Khidir, kata
Anas.
(Riwayat Ibnu Addi dalam Al Kamil).
Abu Bakar As Shiddiq
Pada waktu wafatnya Rasulullah SAW, tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki berjenggot lebat dan bertubuh tegap masuk kedalam
lalu dia menundukkan kepalanya sambil mencucurkan air mata.
Kemudian dia segera menemui para sahabat Nabi
yang ada disana dan berkata: “Sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan balasan
pada setiap musibah, pengganti pada setiap yang hilang dan khalifah pada setiap
yang tiada. Maka kembalikanlah segalanya kepada Allah SWT dan berharaplah
kepada-Nya. Allah SWT telah mempersiapkan segalanya untuk kalian dan ketahuilah
bahwasannya yang ditimpa musibah adalah orang yang tidak terpaksa.”
Lalu orang itu pergi, dan para sahabat saling
bertanya siapakah gerangan orang terserbut, lalu Abu Bakar segera menjawab:
“Dia adalah Khidir saudara Rasulullah SAW.”
(Riwayat Baihaqi dari Anas bin Malik).
Umar bin Khattab ra.
Pada waktu Umar akan menshalatkan mayit,
tiba-tiba terdengar suara berbisik dari belakang “Tunggu saya, wahai Umar”.
Maka Umar menunggu dia hingga dia masuk kedalam
shaf dan mulai bertakbir. Dalam do’anya Umar berkata: “Jika Engkau mengadzabnya
berarti dia durhaka kepada-Mu, tetapi jika Engkau mengampuni dia, maka
sesungguhnya dia sangat membutuhkan rahmat-Mu, Ya allah SWT.”
Setelah mayat dikuburkan, seorang laki-laki
memperbaiki tanah kuburannya sambil berkata “Beruntunglah kamu wahai penghuni
kubur, jika kamu tidak menjadi orang yang mengaku, menyimpan atau menentukan.”
Umar berkata “Bawalah orang itu kemari, akan
kutanyakan tentang shalatnya dan pembicaraannya itu.”
Maka seorang laki-laki pergi mencarinya, tetapi
orang itu sudah tidak ada, kecuali hanya bekas telapak kakinya di tanah yang
besarnya kira-kira satu hasta.
Lalu Umar berkata “Demi Allah SWT, dia itu Khidir
yang pernah diceritakan Rasulullah SAW kepadaku.”
(Riwayat Muhammad bin Munkadir).
Ali bin Abi Thalib k.w.
Pada waktu aku sedang melakukan thawaf, tiba-tiba
kulihat seorang laki-laki sedang bergantung pada kelambu Ka’bah sambil berdoa:
“Ya Allah SWT, yang tidak direpotkan oleh sebutan-sebutan yang elok dan tidak
disilapkan oleh permintaan- permintaan yang banyak dan tidak disibukkan oleh
pengaduan-pengaduan yang bertubi-tubi, dicicipilah aku dengan dinginnya
ampunan-Mu, dan manisnya rahmat-Mu.”
Ali berkata: “Wahai hamba Allah SWT, ulangilah
perkataanmu itu?”
Kata orang itu: “Apakah anda mendengarnya.”
Ali menjawab: “Ya.”
Lalu orang itu berkata: “Demi Khidir yang jiwanya
dalam genggaman-Nya, siapa-siapa orang yang mengucapkan do’a itu pada setiap
selesai shalat fardhu maka pasti dia akan mendapatkan ampunan dosa-dosanya dari
Allah SWT, sekalipun dosa-dosanya itu laksana bilangan pasir dan seperti
butir-butir air hujan atau bagaikan banyaknya daun-daun pepohonan.”
(Riwayat Al Khathib dalam tarikh Bagdad dari
Sufyan At Tsauri).
Al Walid bin Abdil Malik bin Marwan
Al Walid bin Abdil Malik bin Marwan adalah
pendiri masjid Jami’ Damsyiq. Pada suatu malam dia hendak melakukan ibadah di
dalam masjid, dan dia minta kepada semua yang biasa bangun malam untuk
membiarkan dia sendirian melakukan ibadah tanpa ditemani mereka.
Pada tengah malam dia datang ke masjid melalui
pintu samping. Tiba-tiba dia melihat seorang laki-laki sedang bershalat
diantara pintu Sa’at dan pintu Khadlra’.
Al Walib berkata: “Bukankah aku telah menyuruh
kalian agar aku tidak ditemani, dan membiarkan aku sendirian di dalam masjid?”
Mereka menjawab: “Ya Amirul Mukminin, dia itu
Khidir yang selalu datang bershalat disini setiap malam.”
(Riwayat Ibnu Asakir dalam Tarikh Damsyiq).
Ibrahim At Taimy
Ibrahim At Taimy seringkali melihat dan berkumpul
dengan Khidir.
Dia berkata: “Bahwasannya saya pernah bermimpi
bertemu dengan Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda kepadaku: “Segala riwayat
tentang Khidir itu adalah benar karena dia adalah paling alimnya penduduk bumi
ini, dan tokoh pengganti (Wali Abdal) dan dia termasuk tentara Allah SWT
(Jundullah) yang dipersiapkan.”
(Riwayat Ibnu Asakir dalam Tarikh Bagdad).
Umar bin Abdil Aziz
Aku melihat seseorang berjalan bersama Umar bin
Abdil Aziz, sambil menggandeng tangannya. Dalam hati aku bertanya, barangkali
orang ini kurang normal.
Setelah dia selesai bersembahyang, aku bertanya
kepadanya: “Siapakah gerangan orang yang menggandeng tanganmu, Ya Amirul
Mukminin?”
Dia bertanya: “Apakah kamu melihatnya?”
Ku jawab: “Ya.”
Dia berkata: “Dia itu Khidir, tidak kulihat orang
seshalih dia. Dia yang selalu menghimbau aku agar aku bersikap bijak dan adil.”
(Riwayat Abu Nuaim, dalam Al Hilyah, dan Abi Sufyan dari
Sirri bin Yahya dari Ribah bin Ubaidillah).
Ibrahim Al Khawash
Dalam perjalananku, aku merasa sangat haus
sehingga aku terjatuh pingsan tak sadarkan diri. Tiba-tiba aku merasakan ada
percikan air pada wajahku. Setelah ku buka mataku, kulihat seorang pemuda
tampan menunggang seekor kuda, berpakaian hijau dan memakai sorban berwarna
kuning memberi minum kepadaku, sambil berkata kepadaku: “Naiklah dibelakangku.”
Tidak seberapa lama dari itu, aku sudah sampai di
Madinah. Dia berkata kepadaku: “Turunlah, dan sampaikan salamku kepada
Rasulullah SAW. Katakanlah kepada beliau bahwa Khidir menyampaikan salam.”
(Riwayat Nabhani dalam kitab Jami’ Karamatil Auliya).
Bisyir Al Hafi
Aku mempunyai sebuah kamar khusus untuk tempat
ibadahku. Aku keluar dan mengunci pintunya sedangkan kunci ada di tanganku.
Setelah aku kembali, tiba-tiba kulihat seorang laki-laki sedang bersembahyang
di dalam, lalu dia berkata: “Jangan takut, aku ini saudaramu, Khidir.”
Aku berkata: “Ajarilah aku sesuatu?”
Dia berkata: “Bacalah Astaghfirullah min kulli
syaiin, dan Astaghfirullah min kulli ‘aqdin.”
(Riwayat An Nabhani dalam kitab Jami’ Karamatil Auliya).
Abdul Hakim At Turmudzi
Abu Bakar Al Waraq, murid dari Abdul Hakim At
Turmudzi berkata: “Bahwasannya Khidir AS sering datang menjumpai gurunya pada
setiap hari Ahad, dan mereka saling berbincang-bincang tentang beberapa kasus
atau hal keadaan.”
Al Hujuwairi selanjutnya menceritakan bahwa Abu
Bakar Al Waraq berkata: “Muhammad bin Ali Al Hakim, pernah memberikan kertas
kepadaku sambil berkata: “Lemparkan kertas ini kedalam laut.”
Tetapi aku tidak melaksanakan perintahnya dan
kertas itu kusimpan dilemari rumahku karena hatiku dihantui rasa was-was.
Kemudian aku pergi mendatangi Al Hakim dan kukatakan bahwa aku sudah
melemparkan kertas itu.
Maka dia bertanya kepadaku: “Apa yang kamu dapatkan?”
Ku jawab: “Tidak kudapati sesuatu apapun.”
Katanya: “Kalau begitu, tentu kamu tidak
melemparkan kertas itu. Maka kembalilah dan lemparkan kertas itu ke laut.”
Kemudian aku kembali dan ku lemparkan kertas itu
kedalam laut setelah rasa was-was lenyap dari perasaanku. Tiba-tiba air laut
itu terbelah, dan muncullah sebuah kotak dalam keadaan terbuka.
Kemudian kudekati kotak itu dan kututup, lalu aku
kembali kepada Al Hakim dan menceritakan apa yang terjadi, dan dia berkata:
“Nah, kalau sekarang kamu benar-benar telah melemparnya.”
Aku bertanya: “Wahai guruku, apakah rahasia semua
ini?”
Dia menjawab: “Aku telah mengarang beberapa buku
tentang Ushul dan komentarnya, tetapi sangat sulit dipahami dan tidak
dimengerti. Maka Khidir meminta kepadaku naskah-naskah
tersebut. Kemudian Allah SWT
memerintahkan air untuk menyampaikannya kepada Khidir.”
(Riwayat Al Hujawairi dalam Kasyfil Mahjub).
Abdul Malik At Thabari
Tajul islam Abu Saad As Sam’ani berkata: “Aku
pergi menunaikan ibadah haji bersama ayahku. Setelah usai melaksanakan ibadah
haji, ayahku mengajakku pergi ke rumah Abdul Malik At Thabari, katanya: “Aku
dengar dari salah seorang sufi terkemuka bahwa dia pernah duduk-duduk di dalam
Masjidil Haram bersama syekh Abdul Malik At Thabari. Tiba-tiba seseorang masuk
dari pintu masjid an berkata kepada syekh Abdul Malik At Thabari “Apakah besok
pagi kita akan pergi ke Madinah?”
Syekh Abdul Malik At Thabari menjawab “Ya.”
Orang-orang bertanya kepada syekh Malik siapakah
laki-laki tersebut, dan dijawab oleh Syekh Malik bahwa laki-laki itu adalah Khidir AS.
(Riwayat Ibnu Munawwir).
Abu Bakar Al Kattani
Dia adalah seorang tokoh terkemuka, seorang alim
yang punya kharisma dan kuat bermujahadah. Di antara mujahadahnya yang sulit di
tiru orang biasa adalah dia senantiasa dalam keadaan suci dalam satu hari satu
malam, berdiam di bawah kubbah Masjidil Haram selama tiga puluh tahun dan tidak
pernah tidur.
Pada suatu hari, seorang laki-laki berwibawa
masuk melalui pintu Abi Syaibah, lalu mendekatinya dan memberi salam kepadanya
sambil berkata: “Hei Abu Bakar mengapa anda tidak pergi ke Maqam Ibrahim
bersama orang-orang yang sedang mendengarkan pelajaran hadist Nabi.”
Abu Bakar mengangkat kepalanya dan berkata:
“Wahai guruku, kebanyakan hadist-hadist yang disampaikan mereka itu semuanya
tanpa sanad, sedangkan aku dapat menjelaskan dari sini dengan sanad-sanadnya
yang panjang.”
Orang itu bertanya: “Dari siapa anda
mendengarnya?”
Abu Bakar menjawab: “Allah SWT sendiri yang
mengajarkannya ke dalam hatiku.”
“Coba buktikan hal itu kepadaku”, Kata orang itu.
Jawab Abu Bakar: “Buktinya adalah bahwa kamu
adalah Khidir AS.”
(Riwayat Ibnu Munawwir).
Abu Abbas Al Qasshab
Ketika Syekh Abu Abbas berada di Naisabur,
tiba-tiba datang seorang laki-laki kepadanya sambil berkata: “Aku ini orang
asing, datang ke kota ini
yang kudapati penuh dengan seruanmu, dengan jagamu dan karamatmu. Maka sekarang
ini aku ingin agar kamu memperlihatkan salah satu di antara itu kepadamu.”
Syekh menjawab: “Bukankah yang anda lihat ini
adalah satu dari karomah? Bahwasannya Abu Qasshab mempelajari ilmu ini dari
ayahnya, dan dia melihat kecerdasan otaknya maka dia dikirim ke Bagdad, lalu
dipertemukan dengan Syekh As Syibli yang selanjutnya syekh As Syibli
mengirimnya ke Mekkah, lalu ke Madinah, kemudian ke Baitul Maqdis dan Allah SWT
mempertemukannya dengan Khidir sehingga hatinya terpaut dalam cinta kepada-Nya
dan bersahabat intim dengannya hingga ia kembali lagi ke tempat ini.”
(Riwayat Ibnu Munawwir).
Syekh Abdul Qadir Al Jailani qs.
Pada waktu aku pertama kali memasuki kota Irak,
Khidir datang menemui aku, lalu memberi isyarat kepadaku agar aku mematuhi apa
yang diperintahkannya kepadaku, katanya: “Duduklah kamu di tempat ini dan
jangan beranjak sedikitpun hingga aku datang kembali kemari.” Maka aku duduk di tempat itu selama tiga tahun. Pada tahun pertama, Khidir
datang menjengukku dan berkata: “Teruskan saja tinggal di tempat ini sampai aku
datang lagi menjengukmu disini.”
Demikianlah, aku duduk diatas puing-puing reruntuhan kota Madain.
Pada tahun pertama aku tidak makan kecuali rerumputan saja dan tidak pernah
minum air walaupun hanya seteguk. Pada tahun kedua, aku tidak makan walaupun
rerumputan, tetapi hanya minum air saja selama satu tahun. Dan pada tahun
ketiga, makan, minum dan tidur dapat kutahan, dan sama sekali tidak kulakukan.
Pada suatu malam dan udara sangat dingin laksana salju, aku mencoba memejamkan
mataku diatas reruntuhan istana Kaisar Persia di kota itu
juga. Anehnya pada malam itu aku bermimpi keluar mani sebanyak empat puluh
kali, dan setiap kali bermimpi aku segera mandi wajib. Maka pada malam itu juga
aku mandi wajib sebanyak empat puluh kali agar aku tetap dalam keadaan suci.
Setelah mandi yang terakhir aku segera bangun dan berdiri melakukan ibadah
supaya tidak tertidur lagi.
(Riwayat Abu Su’ud Al Haraimi dalam Qalaid Al Jawahir).
An Nuri
An Nuri seringkali berkumpul bersama Khidir dan mendapatkan
sesuatu yang dibutuhkan olehnya. Tempat pertemuan mereka biasanya didalam
masjid di pintu Faradis dalam masjid Damsyiq yang sekarang dikenal dengan
kuburan Sayyidah Ruqayyah.
(Riwayat Muhammad Amin Al Umari).
Muhammad Syah An Naqsyabandi ra.
Seorang sahabat dekat Syah pada suatu hari bermaksud untuk
menemuinya dirumahnya. Setibanya disana, ia mendapatkan Syah sedang
berbincang-bincang dengan seorang laki-laki dikebunnya, tapi ia sendiri tidak
mengenal siapa teman berbicara Syah tersebut. Setelah memberi salam, laki-laki
itu mundur ke pinggir kebun, lalu dia bertanya kepada Syah yang dijawab: “Dia
itu Khidir.”
Dua atau tiga hari setelah itu, ia mendapatkan Syah sedang asyik berbicara dengan
laki-laki itu lagi. Tetapi dua bulan kemudian, ia bertemu dengan laki-laki itu
di pasar Bukhara.
Dia tersenyum kepadanya maka ia mengucapkan salam kepadanya, lalu dia
memeluknya dan menanyakan halnya. Setelah ia kembali dan memberitahukan kepada
Syah, maka dikatakan kepadanya bahwa ia sebenarnya telah bertemu dengan Khidir
di pasar itu.
(Riwayat Al Khani dalam Al Hadaiq Alwardiyah Fi Haqaiq Ajla’
An Naqsyabandiyah).
Abul Hasan Asy Syadzali
Syekh Abul Hasan berkata: “Aku bertemu dengan Khidir di padang Sahara,
lalu dia berkata kepadaku: “Hei Abu Hasan semoga Allah menyertai dirimu dengan
kehalusan yang indah. Sesungguhnya kamu memiliki sahabat baik di rumah maupun
di dalam perjalanan.
(Riwayat Ibnu Atha’ dalam Lathaif Al Minan).
Abu Su’ud bin Syibli
Abu Su’ud sedang menyapu di madrasah gurunya yaitu Syekh
Abdul Qadir Jailani. Tiba-tiba didepannya telah berdiri Khidir dan memberi
salam kepadanya. Maka Abu Su’ud mengangkat kepalanya dan menjawab salamnya,
kemudian ia kembali melakukan pekerjaannya dan tidak memperdulikan Khidir.
Maka Khidir berkata kepadanya: “Kenapa kamu tidak memperdulikan aku seolah-olah
kamu tidak mengenalku?”
Jawab Abu Su’ud: “Aku kenal kepadamu, Khidir kan?
Kamu tahu bahwa aku sedang sibuk berkhidmat kepada guruku.”
Setelah Khidir memberitahukan hal itu kepada Syekh Abdul Qadir Jailani, dia
menjawab: “Memang, dia tidak mau meninggalkan keutamaannya untuk yang lain.”
(Riwayat Muhyiddin dalam Futuhat).
Abu Abdillah Al Qurasyi
Isteri Al Qurasyi pergi meninggalkan suaminya sendirian
didalam kamar karena dia sedang sakit. Tidak jauh dia melangkahkan kakinya,
tiba-tiba ia mendengar suaminya sedang berbicara dengan seseorang. Maka dia
kembali dan menanyakan kepada suaminya, siapakah teman suaminya itu. Jawabnya:
“Dia Khidir datang memberikan buah Zaitun kepadaku sebagai obat penyakitku ini
dari tanah Nejed, tapi aku menolaknya.
(Riwayat Ibnu Atha’ dalam Al Minan).
Muhyiddin Ibnu Arabi dan Abul Abbas Al Arabi
Ketahuilah wahai wali yang dikasihi Allah SWT, bahwasannya
wali autad (pasak) adalah Khidir sahabat Musa AS. Dia
diberi umur panjang sampai sekarang, dan kami mempercayai orang-orang yang
pernah melihat dia serta menyepakati akan hal-ikhwalnya yang penuh keajaiban
itu. Di sebuah jalan menuju rumahku, aku bertemu dengan seseorang yang tidak
aku kenal. Lalu dia mengucapkan salam kepadaku sambil berkata: “Wahai Muhammad,
benar Syekh Abul Abbas Al Arabi!”
Kujawab: “Ya.” Setelah kuberitahukan kepada guruku, dia berkata bahwa yang
kutemui di jalan itu adalah Khidir.
Pernah pula pada suatu ketika aku berada di Tunis,
sedang naik perahu dalam keadaan sakit perut sementara penumpang lainnya pada
tidur nyenyak.
Maka aku berdiri dipinggir perahu sambil melihat lautan yang luas itu.
Tiba-tiba kulihat seorang dari kejauhan di bawah sorotan sinar bulan purnama,
sedang menundukkan kepalanya pada permukaan air. Setelah perahu semakin dekat
kepadanya, nampak dia sedang berdiri pada sebuah kakinya sedang kakinya yang
kiri diangkat keatas. Anehnya kakinya itu tidak basah dengan air. Demikian pula
setelah satu kakinya diangkat, nampak tidak ada air yang melekat. Setelah
memberi salam kepadaku dan berbicara seperlunya dia pergi ke tepi pantai
mencari tempat berlindung di bawah menara. Dia hanya memerlukan dua langkah
untuk menuju ke menara itu, padahal jaraknya sekitar dua mil dari pantai. Dari
bawah menara jelas suaranya kudengar sedang bertasbih kepada Allah SWT.
Sesampainya di daratan kota Tunis pada
malam hari, aku bertemu dengan seorang laki-laki yang bertanya kepadaku:
“Bagaimana halmu semalam bersama Khidir di tengah lautan, apa yang
dibicarakannya kepadamu dan apa yang kamu bicarakan kepadanya?”
Tidak seberapa lama sesudah peristiwa itu, aku berjalan-jalan di tepi pantai
bersama dengan temanku yang paling tidak mempercayai hal-hal yang luar biasa,
atau keajaiban orang-orang shalih (wali).
Ketika kami masuk ke dalam sebuah masjid untuk
melakukan shalat Dzuhur, dan disana aku bertemu dengan orang yang pernah
bertemu denganku di tengah laut, yang katanya bernama Khidir itu.
Kemudian dia mengambil tikar di mihrab masjid dan
digelar di udara setinggi tujuh hasta dari tanah. Lalu dia berdiri diatas tikar
dan melakukan shalat sunnat. Aku berkata pada temanku: “Coba lihat itu
bagaimana menurut pendapatmu?”
Jawabnya: “Datangilah dia dan tanyakan kepadanya.”
Segera kudatangi dia. Selesai dia melakukan shalat sunnat, kuucapkan salam
kepadanya dan kusampaikan keherananku melihat semua yang telah kulihat paanya.
Dia berkata kepadaku: “Wahai kawanku, yang kulakukan ini adalah sebagai jawaban
bagi temanmu yang tidak mempercayai hal-hal di luar kebiasaan (karomah) itu.”
Lalu ku tanyakan kepada temanku itu, bagaimana menurutnya sekarang, tetapi dia
hanya menjawab: “Apa yang dilihat mata adalah apa yang dikatakan.”
(Riwayat Ibnu Arabi dalam Al Futuhat).
Demikian diantara beberapa kesaksian orang-orang yang pernah
bertemu dengan Nabi Khidir as. Semoga dapat menjadikan kita lebih dekat dan takwa
kepada Allah SWT. Amien.