j. Makrifah
Al-Palimbani menganggap makrifah sebagai tujuan akhir yang ingin dicapainya di dunia ini, karena hal itu menurut dia adalah “surga”, “barang siapa yang masuk ia akan dia niscaya tiada ingat ia akan surga yang di akhirat” nanti. Semua maqamat yang tersebut itu, dari taubat sampai kepada ridha dianggapnya sebagai jalan yang menyampaikan kepada makrifah Allah Ta’ala.
k. Fana dan BaqaIntisari makrifah hanya dapat dicapai setelah seorang salik melewati maqam mahabbah dan maqam ridha, karena dua maqam ini dianggapnya sebagai “jalan” menuju makrifah. Mengenai tujuan tingkatan nafs, ia menerangkan bahwa orang yang sudah mencapai tingkat nafs ar-radliyah – tingkat nafs yang kelima – ridha dengan segala yang terjadi, karam dalam memandang keindahan Allah yang mutlak dan “Syuhud (memandang di dalam hati) akan zat (esensi) Allah. Dari penjelasan ini dapat ditarik kesimpulan yang sama dengan di atas; bahwa makrifah yang menjadi tujuan akhir seorang sufi itu hanya dicapai setelah melewati maqam yang tertinggi.
Menurut Al-Palimbani, pandangan batin bahwa yang ada hanya
Allah itu dikatakan “fana dalam tauhid,” karena orang yang sudah mencapai pandangan itu “karam ia dengan syuhud akan Tuhan Yang Maha Esa Yang Sebenarnya”. Dalam tasawuf, istilah fana digunakan dalam arti “gugurnya sifat-sifat tercela” dan istilah Baqa dalam arti “berdirinya sifat-sifat terpuji” orang yang sudah fana (terhapus dari dirinya sifat-sifat tercela, lahir padanya sifat-sifat terpuji. Dalam kata lain, fana dan baqa itu adalah dua istilah yang mengungkapkan keadaan atau pengalaman seorang sufi dari dua aspek yang berbeda.
Dengan demikian, istilah fana dan baqa yang bertalian dengan makrifah meliputi tiga tingkatan. Pertama, fananya segala perbuatan makhluk dalam perbuatan Tuhan; kedua, fananya sifat-sifat makhluk dalam perbuatan Tuhan; dan ketiga, fananya wujud makhluk dalam wujud Tuhan.
Al-Palimbani dalam hal ini memberikan suatu penjelasan,
menurutnya orang yang sudah mencapai tingkat nafs almuthma’innah, fana segala sifatnya dan syuhud ia akan sifat Allah Taala; dan orang yang sudah sampai ke tingkat nafs-ar-radiyah “fana dirinya (dan) segala sifat basyariah (nya) di dalam syuhud akan Ahadiyah Allah Taala.
Bagi orang yang telah berada pada tingkat nafs al-mulhamah ia memandang segala yang terjadi di alam semesta ini perbuatan Allah, sehingga dalam pandangannya telah fana semua perbuatan yang lain. Dengan demikian, fana dan baqa itu tercapai dalam waktu yang sama, karena hal itu adalah dua aspek dari keadaan atau pengalaman yang sama. Orang yang telah fana dari perbuatan makhluk baqa dengan perbuatan Tuhan; dan yang telah fana dari wujud dan yang lain baqa dengan Tuhan.
Makrifah dalam arti memandang esensi Tuhan yang mutlak secara langsung, nampaknya hanya tercapai dalam keadaan fana tingkat yang terakhir ini, ketika wujud diri orang arif telah terhapus di dalam syuhud akan ahadiyah Allah Taala yang menurut Al-Palimbani itulah puncak makrifah tertinggi, yang dicapai oleh Rasulullah S.A.W. Pada puncak perjalanan mikraj-nya.
Selain itu, dua istilah di atas juga digunakan dalam arti dua
keadaan yang dialami oleh seorang salik dalam waktu yang
beriringan. Baqa merupakan keadaan yang mengiringi fana; orang yang dalam keadaan fana segala perbuatan-nya diatur dan dikuasai oleh Allah, karena ia dalam keadaan tidak mampu membedakan antara sesuatu barang dengan yang lain; tetapi orang yang dalam keadaan baqa sesudah fana segala perbuatannya sesuai dengan garis keridhaan Allah, karena segala perbuatannya tidak lagi untuk kepentingan dirinya sendiri.
-PENUTUP:
Menurut Al Palimbani, untuk suluk dan dapat mencapai insan
kamil manusia harus mampu menaklukkan hawa nafsunya, sehingga jiwanya terbebas dan dapat berada sedekat mungkin di sisi Allah. Untuk dapat berada di sisi Tuhan, manusia harus dapat menaklukkan tujuh hawa nafsu yang ada di dalam dirinya, yaitu nafs al-ammarah, nafs allawwamah, nafs al-mulhamah, nafs al-muthma’innah, nafs al-radliyah,
nafs al-mardliyah dan nafs al kamilah.
Di samping upaya menaklukkan hawa nafsu dalam rangka
mencapai makrifat tertinggi itu, salik harus membersihkan jiwanya dari noda-noda. Untuk itu, ia harus menempuh maqamat, sebagai stasiunstasiun ruhani, yang menandai perjalanan salik menuju Tuhannya. Dalam hal ini, pada prinsipnya, pandangan Al Palimbani dekat dengan Al Ghazali dalam Al arbain fi Ushul al Din, ada sepuluh maqam yang harus
ditempuh oleh salik agar sampai kepada Allah, yaitu : taubat, takut dan cemas (al khauf wal raja’), zuhud, sabar, syukur, ikhlas, tawakkal, cinta, ridha dan mengingat mati. Sifat-sifat itu disebut sebagai sifat-sifat terpuji (al akhlak al mahmudah), dalam pengertian ketaatan kepada Allah.
Setelah menempuh sepuluh maqam itu, barulah salik sampai pada makrifat yang sebenarnya, sehingga ia fana’ dalam makrifat tersebut.
Wallohua'lam...
Al-Fatihah...
Wallohua'lam...
Al-Fatihah...
-DAFTAR PUSTAKA:
Abdus Shamad al-Falimbani, Sayr al-Salikin, (Beirut, Dar al-Fikri) Juz 1-4
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, cet. Ke-5, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2000).
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulum alDin, (Beirut : Dar al-Fikr, tt).
Aceh, Abu Bakar, Pengantar Ilmu Tarekat (Solo : Ramadhani, 1994) Cet. Ke-10
----------------------- ,
Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, (Solo : Ramadhani, 1994) cet. Ke-8
Al-Hujwiri, Kasyful Mahjub, Risalah Persia Tertua Tentang
Tasawuf, (Bandung : Mizan, 1992).
An-Najar, Amin, Ilmu Jiwa dalam Tasawauf, (Jakarta : Pustaka
Azzam, 2001)
A.R. Nicolson, Mistik dalam Islam (The Mysitc of Islam), terj. Tim
Penerjemah Bumi Aksara, (Jakarta ; 1998).
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII, (Bandung : Mizan, 1998).
Bruinnessen, Martin Van, Kitab Kuning, Pesantren dan Tradisi
(Bandung : Mizan, 1999)Cet. Ke-3
Chatib Quzwain, Tasawuf Abd Samad Al-Palimbani, (Disertasi)
Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973.
--------------------- ,
Teologi Islam, (Jakarta : UI Press, 1986).
O’Riordan, Linda, Seni Penyembuhan Sufi, Jalan Meraih
Kesehatan Fisik, Mental dan Spritual Secara Holistik, (Jakarta
: Serambi Ilmu Semesta, 2002).
Siddiq, Moch, Mengenal Ajaran Tarekat dalam Aliran Tasawuf
(Surabaya : Putra Pelajar, 2001) Cet. Ke-1.
Syukur, Amin, Zuhud Di Abad Modern, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1997) Cet. Ke-1
Valiuddin, Mir, Zikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1996).
(Ditulis ulang oleh: Dokumen Pemuda TQN Suryalaya News, sumber: http://digilib.sunan-ampel.ac.id, dari Tulisan Karya : Hasni Noor,S2 IAIN Antasari Banjarmasin Tahun 2004, Dosen Dpk pada Universitas Islam Kalimantan )
Posting Komentar
Posting Komentar