(Dok.231. Status Wahyu Pratama dan diskusi bersama)
Dalam kitab matan al-Ghoyatu wat Taqrib karangan Abi Suja diterangkan bahwa perkara yang dapat membatalkan wudhu ada enam: pertama, Sesuatu yang keluar dari kedua jalan (kemaluan depan maupun belakang), kedua Tidur tidak dalam keadaan duduk, ketiga Hilangnya akal sebab mabuk atau sakit, keempat Bersentuhan (kulit) pria dan wanita yang bukan mahram tanpa penghalang, kelima Menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan, Keenam Menyentuh lubang dubur manusia.
Dalam keterangannya atas enam hal tersebut Ibnu Qasim al-Ghazi dalam Fathul Qaribul Mujib menerangkan dengan rinci enam hal tersebut. Pertama keluarnya sesuatu yang dari kedua jalan kemaluan depan (qubul) maupun belakang (dubur), baik itu sesuatu yang suci seperti cacing dan mani ataupun yang tidak suci seperti darah dan kentut. Hal ini berdasar pada surat al-maidah ayat 6أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ
Dan sebuah hadits yang diceritakan oleh Abu Hurairoh dan diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim;
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لايقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ فقال رجل من أهل حضر موت ماالحدث ياأباهريرة؟ قال: فساء أو ضراط
Artinya: Abu Hurairoh bercerita bahwa Rasulullah saw bersabda “Allah tidak menerima sholat kamu sekalian apabila (kamu) dalam keadaan hadats hingga kamu berwudhu” kemudian seorang Hadramaut bertanya kepada Abu Hurairoh “apakah hadats itu?” Abu Hurairoh menjawab “kenut (yang tidak bersuara)dan Kentut yang bersuara”
Kedua tidur. Tidur dapat membatalkan wudhu kecuali tidur dalam posisi duduk yang menetap (pantat yang rapat) seperti duduknya orang bersila. Sebagai dalilnya dapat diperhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan diceritakan oleh sahabat Ali:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : وكاء السه العينان, فمن نام فاليتوضأ
Artinya: Rasulullah saw berkata “pengendali dubur (tempat keluarnya kotoran dari jalan belakang)adalah kedua mata, oleh karena itu barang siapa tidur hendaklah ia berwudh”.
Hadits ini menunjukkan bahwa tidur pada dasarnya membatalkan wudhu, karena seseorang ketika tidur tidak dapat menjaga duburnya, bahkan ia tidak tahu apakah dia telah kentut atau malah kencing. Diqiyaskan dengan tidak adanya kendali ketika tidur adalah hilangnya akal atau kesadaran . ini juga dapat membatalkan wudhu, karena ketika seseorang tidak sadar, berarti ia tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Baik kesadaran itu hilang karena mabuk, pingsan maupun gila.
Keempat; Bersentuhan (kulit) pria dan wanita yang bukan mahram tanpa penghalang
Kelima: menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan. Hal ini didasarkan atas dalil sebagai berikut :
رَوَى اْلخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِىْ ، عَنْ بِسْرَةْ بِنْتِ صَفْوَانْ رَضِيَ الله عَنْها : اَنّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلَا يُصَلِّيَ حَتَّى يَتَوَضَّاءَ .
Artinya : Dalam sebuah hadits yang dishahehkan oleh imam tirmidzi dari bisrah binti shafwan r.a. bahwa nabi s.a.w. bersabda : barang siapa yang memegang dzakarnya janganlah melakukan shalat hingga ia berwudhu.
An-nisa’I meriwayatkan bahwa :
وَيَتَوَضَّاءَ مِنْ مَسِّ الذَّكَرِ
Artinya : dan hendaklah berwudhu oleh karena memegang dzakar kemaluan.
Hadits tersebut di atas mengandung makna bahwa : menyentuh kemaluan adalah membatalkan wudhu. Baik itu kemaluannya sendiri, maupun kemaluan orang lain.
Juga dalam hadits riwayat dari ibnu majah bahwasanya :
عَنْ اُمِّ حَبِيْبَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : مَنْ مَسَّ فَرْجَهُ فَلْيَتَوَضَّاءُ
Artinya : dari ummi habibah r.a. : barangsiapa yang memegang farj-nya maka hendaklah berwudhu.
Sedangkan hadits ini memberikan penjelasan atas batalnya wudhu sebab menyetuh kemaluan baik kemaluan laki-laki maupun perempuan.
Enam; menyentuh lubang dubur.
Hal ini adalah berdasarkan pendapat imam syafii yang terbaru
(Wahyu Pratama) Persentuhan kulit laki-laki dewasa dengan wanita dewasa yang bukan mahram/termasuk istri tanpa penghalang dapat membatalkan wudhu. Dalam kitab al-Iqna pada Hamisyi albujairimi juz I, halaman 171 sebagai berikut:..والرابع من نواقض الوضوء لمــــس الرجل ببشرته المرأة الأجنبية أى بشرتها من غير حائل....hal keempat membatalkan wudhu adalah bersentuhan kulit laki-laki dewasa dengan perempuan dewasa lain (yang bukan muhrim) tanpa ada penghalang. <br /> Begitu juga yang dijelaskan dalam hadits dari Muadz bin Djabal.أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أتاه رجل فقال: يارسول الله ما تقول فى رجل لقي امرأة لايعرفها وليس يأتى الرجل من امرأته شيئا إلاأتاه منها غير أنه لم يجامعها قال فأنزل الله عز وجل هذه الأية أقم الصلاة طرفي النهار وزلفا من الليل, قال فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم : توضاء ثم صل..! قال معاذ فقلت يارسول الله أله خاصة أم للمؤمنين عامة؟ فقال:بل للمؤمنين عامة (رواه أحمد والدارقطنى Rasulullah saw. kedatangan seorang lelaki lalu berkata: ya Rasulullah, apa pendapatmu tentang seorang lelaki bertemu dengan perempuan yang tak dikenalnya. Dan mereka bertemu tidak seperti layaknya suimi-istri, tidak juga bersetubuh. Namun, hanya itu saja (bersetubuh) yang tidak dilakukannya. Kata Rawi Maka turunlah ayat أقم الصلاة طرفي النهار وزلفا من الليل . Rawi bercerita: Maka rasulullah saw bersabda: berwudhulah kamu kemudian sembahyanglah. Muadz berkata ”wahai Rasulullah apakah perintah ini hanya untuk orang ini, atau umum untuk semua orang mu’min? Rasulullah saw menjawab “untuk semua orang mu’min’ (HR. Ahmad Addaruquthni)
Ada juga hadits lain yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar dari ayahnya:قبلة الرجل امرأته وجسه بيده من الملامسة فمن قبل امرأته أوجسها بيده فعليه الوضوء (رواه مالك فى الموطأ والشافعى )Sentuhan tanagn seorang laki-laki terhadap istrinya dan kecupannya termasuk pada bersentuhan (mulamasah). Maka barangsiapa mencium istrinya atau menyentuhnya dengan tangan, wajiblah atasnya berwudhu (HR. Malik dalam Muwattha’ dan as-Syafi’i)Hadits ini jelas menerangkan bahwa bersentuhan dengan istri itu membatalkan wudhu seperti halnya batalnya wudhu karena mencium istri sendiri.Seperti yang ditekankan dalam salah satu riwayat Ibnu Haitam, bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata:اللمس ما دون الجماع
Yang dimaksud dengan sentuh (allamsu) adalah selain jima’.
Ini berarti bersentuhan dengan istri tanpa penghalang baik sengaja atapun tidak membatalkan wudhu. Lebih jelas lagi riwayat atThabrani:يتوضأ الرجل من المباشرة ومن اللمس بيده ومن القبلةBerwudhulah lelaki karena berlekatan, bersentuhan dengan tangan dan karena ciuman.
(Try Hehe Agung afwan) Ustadz Wahyu Pratama, suatu ketika setelah mandi kemudian berwudhu, pas make celana dalam tanpa sengaja tangan 'nyenggol' si otong, wudhu nya batal gak? mohon dishare juga sanadnya, yg saya yakini selama ini sih, itu batal. syukron utk penjelasanya
(Wahyu Pratama)
Ada perbedaan pendapat di antara ulama dalam menghukumi batal atau tidaknya wudu seseorang apabila menyentuh kemaluan. Golongan pertama mengatakan tidak membatalkan wudu. Alasannya adalah hadis pertama yang diriwayatkan Thalq ibn Ali. Seseorang menyentuh kemaluannya ketika salat, lalu bertanya kepada Rasulullah SAW. Apakah harus berwudu lagi? Beliau menjawab, "Tidak, karena sesungguhnya kemaluan itu merupakan bagian dari anggota tubuh." Seperti halnya tangan, kepala, kaki, dan anggota tubuh lain sehingga menyentuhnya tidak membatalkan wudu.
Golongan kedua mengatakan bahwa hal itu membatalkan wudu. Alasannya adalah hadis kedua yang diriwayatkan dari Busrah binti Shafwan ibn Naufal al-Qurasyi. Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang menyentuh kemaluannya, hendaklah dia berwudu." Perintah untuk berwudu dalam hadis itu menunjukkan bahwa menyentuh kemaluan tersebut membatalkan wudu. Di antara dua pendapat tersebut, yang lebih kuat adalah pendapat kedua yang mengatakan "membatalkan wudlu". Sebab, hadis kedua yang dijadikan dalil didukung oleh hadis-hadis lain yang diriwayatkan oleh 17 sahabat lain dan di antaranya adalah Thalq ibn Ali yang juga meriwayatkan hadis pertama.
Dengan demikian, menyentuh kemaluan dengan sengaja dapat membatalkan wudu. Alasan logisnya, perbuatan itu menimbulkan kenikmatan syahwat. Tetapi, jika kemaluan tersentuh tanpa sengaja dan tidak menimbulkan kenikmatan syahwat, wudu tidak batal. Adapun hal-hal yang membatalkan wudu lainnya adalah adanya sesuatu yang keluar dari dua jalan, yaitu jalan depan (qabul) karena kencing atau jalan belakang (dubur) seperti buang air besar dan kentut. Juga, tidur nyenyak dalam posisi tiduran (mudlthaji'an) serta hilang ingatan (akal pikirannya) karena mabuk, gila, atau sakit ayan (epilepsi) dan lain-lain
(Deny Hendarsyah) Kang kalau wudhu batin itu bagaimana
(Wahyu Pratama) Seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, dia sangat warak dan sangat khusyuk sholatnya. Namun dia selalu khawatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasakan kurang khusyuk. Pada suatu hari, Isam menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al-Isam dan bertanya : "Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan sholat?" Hatim berkata : "Apabila masuk waktu solat aku berwudhu’ zahir dan batin." Isam bertanya: "Bagaimana wudhu’ zahir dan batin itu?"
Hatim berkata, "Wudhu’ zahir sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua anggota wudhu’ dengan air. Sementara wudhu’ batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara :
1. Bertaubat 2. Menyesali dosa yang dilakukan 3. Tidak tergila-gilakan dunia 4. Tidak mencari / mengharap pujian orang (riya’) 5. Tinggalkan sifat berbangga 6. Tinggalkan sifat khianat dan menipu 7. Meninggalkan sifat dengki
Seterusnya Hatim berkata, "Kemudian aku pergi ke masjid, aku bersiap shalat dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah ada di hadapanku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula bahwa aku seolah-olah berdiri di atas titian ‘Sirratul Mustaqim’ dan aku menganggap bahwa shalatku kali ini adalah shalat terakhirku, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik. Setiap bacaan dan doa dalam shalat ku fahami maknanya, kemudian aku ruku’ dan sujud dengan tawadhu’, aku bertasyahud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku bershalat selama 30 tahun." Tatkala Isam mendengar, menangislah dia karena membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan Hatim.
(Wahyu Pratama)
Penyucian badan dengan berwudhu dan mandi adalah perintah menurut syariat dan hukum agama Islam. Penyucian itu berkaitan dengan waktu. Misalnya, orang yang sudah bersuci, tetapi tiba-tiba ia tertidur, maka batallah wudhunya. Karena itu, ia harus berwudhu kembali. Jelasnya, pembersihan zahir ini terikat oleh waktu, malam dan siang, dalam kehidupan di dunia yang nyata ini.
Contoh yang lain, orang yang merasakan badannya kotor atau pakaiannya terkena kotoran, maka wajarlah bila dia segera membersihkan badan dan pakaiannya itu. Dia tidak ingin tampak kotor di antara teman-temannya ataupun di antara orang-orang yang duduk bersama-samanya. Kemudian dia segera menyucikan diri.
Tetapi penyucian batin atau ruhani tidak terikat oleh waktu. Penyucian ini berlangsung sepanjang hidup di dunia hingga akhirat. Bila selama ini manusia merasakan betapa beratnya membersihkan badan dan pakaian mereka, pembersihan diri secara ruhani justru lebih berat lagi, karena kotoran batin lebih berbahaya daripada kotoran lahir. Kotoran lahir lebih bertumpu pada keadaan fisik atau jasmani manusia, sedangkan kotoran batin terfokus pada hubungan dengan Tuhan. Jika hati seseorang kotor, maka semua amalannya terhadap Tuhan akan terganggu dan tidak terkawal. Karena itu, wajar sekali bila dia harus memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan ini agar dia selamat di dunia dan akhirat.
(Wahyu Pratama) kuncinya ada di Suryalaya
(Arif Samsudin) Mantep amin Rebu rebu Amin
Posting Komentar
hatur nuhun ilmunya....
sama-sama bang... terimaksih sudah mengunjungi blog kami :)
Jazzakumullahbi ahsanal jazza untuk sharing artikelnya
sama-sama ya akhi..terimakasih sudah mampir di blog kita ini...
mohon maaf sebelumnnya,bang ane mau tanya,pada saat kita selesai wudhu atau sudah mempunyai wudhu terus membayangkan hal - hal yang kotor seperti (porno)apakah harus untuk wudhu lagi bang???
mohon maaf sebelumnya,kan selesai wudhu terus membayangkan hal - hal yang kotor seperti (porno) , apakah harus wudhu lagi???
tolong jwbnnya ya bang!!!
secara ilmu fiqih semua ibadah ada aturan tersendiri kang Alfin... :) jika hal2 yang membatalkan wudhu secara fiqih tidak dilanggar tidak diharuskan wudhu lagi... fikiran itu sendiri banyak dipengaruhi oleh hawanafsu... dan setiap muslim berbeda keadaannya dalam mengendalikannya...insyaAllah tergantung seberapa banyak latihan/riyadhohnya dalam memantabkan dzikrulloh..mari kita sama2 belajar melanggengkan dzikirulloh untuk mensucikan qolbu..agar qolbbu/hati kita tenang dan hawanafsu sudah dapat ditundukkan sehingga fikiran2 yang kurang baik pun dapat ber-angsur2 sirna...dan semua kita kembalikan kepada ALLOH...ALLOH...Tiada Daya Upaya Selain ALLOH....
Posting Komentar