Oleh: DR. H. CECEP ALBA, MA (Rektor IAILM Tasikmalaya)
(Ibnu Arabi) |
C. Karya-karya Intelektual Ibnu ‘Arabi
Dalam pengembaraan spiritualnya, Ibnu ‘Arabi banyak menghasilkan
karya-karya ilmiah yang dinilai para peneliti, amat tinggi nilai intelektualnya
sehingga karenanya, sulit membedakan mana karya intelektual Ibnu ‘Arabi dan
mana karya spiritualnya. Karena apa yang ia tulis, kecuali materinya
menggambarkan kajian yang mendalam secara filosofis, juga cara
penelitian dan penulisannya seringkali menggambarkan
pendekatan mistis yang boleh jadi hasil dari sebuah pendekatan
spiritual melalui riyādah, dan mujāhadah. Fusûs al-Hikam, misalnya,
merupakan karya ilmiah yang berasal dari ilham (intuisi) yang secara
khusus diberikan Rasulullah kepada Ibnu ‘Arabi sewaktu beliau berada di
Damaskus.[36] Demikian juga kitab besar yang ia tulis “al-Futûhāt
al-Makkiyyah”merupakan karya dari sebuah penyingkapan (al-Kasyf) tatkala
beliau melihat keagungan Tuhan di Masjid al-Haram. Dengan demikian, dalam
paparan ini, penulis tidak akan membuat garis pemisah antara karya intelektual
dan karya spiritual Ibnu ‘Arabi. Kedua masalah dimaksud, nampaknya akan
merupakan pembeda dari segi isi (obyek materia dan forma) antara
satu karya dengan karya lainnya.
Menurut Muhammad Ibrahim Muhammad Salim, karya tulis Ibnu ‘Arabi
tidak kurang dari empat ratus judul buku. Di Perpustakaan al-Kutub
al-Misriyyah ada sebuah katalog khusus yang memuat nama-nama karya tulis Ibnu
‘Arabi. Bahkan seorang penulis kitab “al-Burhān al-Azhar fi Manāqib
as-Syaikh al-Akbar”disamping menyebutkan sebagian besar karya-karya Ibnu
Arabi, juga ia mencatat nama-nama pensyarah terhadap karya Ibnu
‘Arabi yaitu “Fusus al-Hikam”. Menurut penelitiannya tidak
kurang dari tiga puluh enam pensyarah.[37]
Namun menurut Brockelmann, karya Ibnu
‘Arabi kira-kira 150 judul yang masih ada. Selanjutnya
ia menginformasikan bahwa dari katalog Perpustakaan Kerajaan Mesir
di Cairo, terdapat kira-kira Sembilan puluh judul sisa karya Ibnu
‘Arabi yang masih ada dan kebanyakaannya masih berbentuk manuskrip
(MSS). Ibnu ‘Arabi sendiri diperkirakan pernah menyebut angka 289 tulisan di
dalam sebuah catatan yang ditulisnya pada tahun 632 H /1239 M. Berbeda dengan
data di atas, Jami mengatakan bahwa Ibnu ‘Arabi menulis lebih dari 500 buah
buku besar dan kecil.[38] Sedangkan as-Sya’roni mengurangi jumlah
yang disebut Jami sebanyak seratus buah.
Sebagai telah disinggung bahwa di antara karya Ibnu Arabi yang
amat monumental adalah Kitab al-Futûhat al-Makkiyyah dan Kitab Fusûs
al-Hikam. . Nama lengkap kitab yang disebut pertama
adalah Kitab al-Futūhāt al-Makkiyyah fi Ma’rifat al-Asrār
al-Mālikiyyah wa al-Mulkiyyah. Ia mengaku bahwa kitab ini didiktekan Tuhan
melalui malaikat yang menyampaikan ilham. Karya ini mulai ia tulis di Makkah
pada tahun 598 H/ 1202 M. dan selesai di Damaskus pada tahun 629
H/1231 M.[39] Kitab al-Futūhāt al-Makkiyyah memuat berbagai
persoalan mulai dari masalah teologi, mistisisme, fikih dan falsafah. Kitab ini
terdiri atas lima ratus enam puluh bab dalam empat jilid besar. Menurut
perhitungan William.C. Chittick, al-Futūhat memenuhi tiga puluh
tujuh volume atau 18.500 halaman untuk keseluruhan teks dalam
edisi kritis Osman Yahia.[40]
Kitab yang disebut terakhir, Fusūs al-Hikam, meskipun
tidak terlalu besar tetapi merupakan karya Ibnu ‘Arabi yang amat
penting. Itulah sebabnya terhadap kitab ini banyak para fakar
yang mencoba mensyarahkannya. Karya ini disusun tahun 627 H/ 1230 M, sepuluh
tahun sebelum ia wafat.[41] Kitab Fusūs al-Hikammengandung dua puluh
tujuh bab. Setiap bab menggunakan nama seorang nabi untuk
judulnya. Pencantuman nama nabi sebagai judul setiap bab sesuai dengan
kebijaksanaan (hikmah) yang dijelaskan dalam setiap bab. Setiap
nabi, yang disimbolkan dengan fas (pengikat permata pada cincin),
menggambarkan suatu aspek tertentu dari kebijaksanaan ilahi yang
terjelma (tajalli) pada setiap nabi itu, yang menjadi lokus
penampakan diri (majla) Tuhan. Sesuai dengan
judulnya, Fusūs al-Hikam, karya ini bertujuan untuk
memaparkan aspek-aspek tertentu kebijaksanaan Ilahi dalam konteks
kehidupan person dua puluh lima nabi dan rasul[42]
Boleh dikatakan, bahwa kandungan utama
gagasan Ibnu ‘Arabi dalam kitabnya Fusūs al-Hikamadalah menjelaskan hubungan
setiap nabi dengan asal dan sumber ilmunya yang tak lain adalah Insan Kamil
atau al-Haqiqah al-Muhammadiyyah. Hal ini memberikan
kejelasan kepada kita, bahwa setiap Nabi dipengaruhi oleh salah satu nama Ilāhi
yang dalam kitab ini disebut “hikmah”
Hanya saja sesungguhnya Nabi Muhammad saw. dipengaruhi
oleh nama “Allah”, nama yang menghimpun segenap nama Ilahi. Itulah
sebabnya Nabi Muhammad adalah prototipe insan kamil yang menjadi ekspresi Nur
Muhammad dalam makrokosmos. Para penulis syarah Fusūs bersaksi bahwa
Ibnu ‘Arabi adalah seorang ulama tasawuf yang istiqamah, lurus aqidahnya, dan
begitu luas ilmunya, dan tinggi kedudukannya.[43]
Di antara kitabnya yang cukup berharga adalah kitab “Tanzīl
al-Amlāk”. Di dalamnya Ibnu ‘Arabi menjelaskan tentang rahasia ibadat, dan
berbagai rahasia syari’at yang lainnya yang ia ungkap jelaskan dalam
lima puluh lima bab. Kitab ini semula merupakan makhtūtāt (manuskrip)
dengan judul al-Tanzālat al-Masūliyyah, sekarang kitab ini sudah dicetak
dan diterbitkan dengan judul “Tanzīl al-Amlāk” oleh Penerbit Dār
al-Kutub al-Misriyyah.
Kitab Musyāhid al-Asrār al-Qudsiyyah, juga merupakan kitab
yang amat penting. Kitab yang disebut terakhir, telah disalin
kembali oleh penerbit Dār al-Kutub al-Misriyyah. Kitab ini memuat
tentang esensi rahasia-rahasia dan perasaan-perasaan yang amat dalam
yang harus dihirup dan dihayati oleh para tokoh ahli hakekat dalam
rangka mengenal Allah (al-ma’rifah)
Karya-karya Ibnu ‘Arabi, sebagai telah dijelaskan, ada yang
masih berupa manuskrip dan ada yang sudah dicetak dan dipublikasikan. Selain
yang telah diungkap terdahulu, berikut ini, penulis ungkap kitab-kitab penting
Ibnu ‘Arabi yang telah dicetak penerbit dan dipublikasikan.
1. Kitab Mawā’qi’ an-Nujūm wa
Maţāli’ Ahillāt al-Isrār wa al-‘Ulūm. Kitab ini telah ditahqiq dan
diterbitkan secara luas oleh Älam el- Fikr Book Shop, Cairo tahun 1998. Kitab
ini mengungkap secara mistis tentang hidayah, astrologi, hati, zikir dan
beberapa uraian tentang akhlak termasuk di dalamnya etika terhadap guru dan
mursyid. Kitab ini ditulis Ibnu ‘Arabi pada tanggal 11 Ramdan, tahun
595 H (1199 M.). Kitab ini sengaja diberi judul “Mawaqi’
an-Nujūm” yang ia banggakan diambil dari sumpah Allah dalam
surat al-Wāqi’ah. Selanjutnya ia mengatakan: “Barang siapa yang
mendapatkan kitab ini, maka hendaknya berpegang pada taufīq Allah (pertolongan)
karena ia merupakan manfa’at paling besar, dan saya tidak bisa
memberitahukan kepada anda tentang kedudukannya. Hanya
saja aku bermimpi dalam tidurku selama dua kali berturut-turut tatkala Dia
berkata kepadaku: ‘Nasihatilah hamba-hamba-Ku’. Ini adalah nasihat besar yang
aku nasihatkan kepadamu dan Allah adalah Zat yang Maha
Pemberi Taufiq (pertolongan)”.
2. Kitab
‘Anqā al-Magrib. Tulisan ini merupakan karya yang asing sekali.
Tidak sembarang orang dapat menyelami kedalaman rahasia yang terdapat di
dalamnya kecuali para pengamal tasawuf. Kitab ini disyarahkan,
antara lain dalam kitab yang berjudul at-Tauqī’āt.
3. Majmu’āt ar-Rasāil. Kitab
kecil ini telah diterbitkan oleh Penerbit al-Maktabah
at-Tijāriyyah Midan al-Azhar. Sesuai dengan namanya, asalnya materi
kitab ini berupa makalah-makalah yang pernah Ibnu ‘Arabi sampaikan dan atau ia
tulis dalam berbagai kesempatan. Selanjutnya secara sisitimatis karya ini dipadukan
dan dikodipikasikan oleh pemerhati fikiran-fikiran Ibnu ‘Arabi dan kemudian
diterbitkan.
4. Misykāt al-Anwār fi Ahādis
asy-Syārifah. Kitab ini memuat dan menjelaskan 101 buah
hadis kudsi yang berkaitan dengan falsafah dan mistisime
Islam. Penjelasannya amat mendalam dan diungkap dalam
bahasa yang singkat tetapi padat (ījāz). Di dalam muqaddimah kitab
ini, Ibnu ‘Arabi menjelaskan bahwa hadis kudsi sama dengan al-Qur’an
diturunkan oleh Malak Jibril, keberadaannya terikat oleh lafaz yang diturunkan
dari Lauh al-Mahfūz bahkan penukilannya pun secara mutawatir.
Perbedaannya dengan al-Qur’an adalah tidak sah salat dengan membaca hadis
kudsi, tidak haram menyentuhnya bagi orang yang lagi haid, junub dan
atau nifas. Demikian juga tidak termasuk kafir orang yang menginkarinya dan
hadis kudsi tidak terkait dengan mu’jizat Nabi.[44]
5. Muhādarah al-Abrār wa
Musāfarah al-Akhyār.
6. Majmu’āt al-Rasāil
al-Ilāhiyyah.
7. ad-Dīwan al-Kabīr. Di
dalamnya ia mengungkap syi’ir-syi’ir sufistik yang mencakup esensialitas dan
kema’rifatan.
8. Turjumān al-Asywāq. Kitab
ini disyarahkan oleh Syaikh al-Akbar sendiri dengan nama Zakhāir al-‘Alaq
Syarh Turjumān al-Asywāq, dan juga telah diterbitkan oleh Dār
al-Kutub al-‘Ilmiyyah Beirut Libanon. Matan kitab ini, berupa
syi’ir-syi’ir yang indah sekali, antara lain berbicara tentang
cinta, keindahan, a’amāl (perbuatan-perbuatan yang dicintai
Tuhan), al-maqāmāt, al-musyāhadāt dan ar-rûhiyyāt, juga
kerinduan kepada Ilahi, dan menangis untuk mencari kesucian.
9. Al-Insān al-Kāmil, al-Qutub
al-Gaoś al-Fard. Kitab ini memang berisi konsep-konsep Ibnu ‘Arabi
menyangkut insan kamil, al-gauś, al-Qutb dan
lain-lain. Sebenarnya kitab ini ditulis oleh Mahmud al-Gurāb yang diambil
semuanya dari karya-karya dan pemikiran Ibnu ‘Arabi yang berserakan dalam
berbagai karangannya. Rujukan utama kitab ini, sebagaimana diangkat
dan diakui oleh penulisnya sendiri adalah al-Futūhāt
al-Makkiyyah, kitab al-Isrā, kitab an-Najāt fi Syarh Kitab al-Isra, kitab
Zahāir al-‘Alaq Turjumān al-Asywāq, kitab ‘Aqlāt al-Mustaufiz, ad-Dîwan, kitab
Tadbîrāt al-Ilāhiyyāt dan Kitab Manzil al-Qutb.
10. al-Khalwah al-Mutlaqah. Kitab ini berupa
risalah yang tidak terlalu besar. Isinya mengutarakan tentang proses pendekatan
diri kepada Tuhan, dalam bentuk khalwah. Khalwah secara
etimologis adalah bersemedi. Sedangkan yang dimaksud adalah seorang salik
mengasingkan dirinya dari keramaian dunia untuk bisa bertaqarrub kepada Allah
secara khusu’. Misalnya, carakhalwah itu disebutkan, seorang salik tidak
boleh membunuh binatang apapun, harus selalu dalam keadaan suci dari hadas
kecil dan besar, tidak bicara, makan sekedarnya asal tidak lapar
supaya tidak mengganggu. Dalam kitab ini pula disebutkan syarat-syarat tempat berkhalwah
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kesempurnaan al-khawah al-mutlaqah.
11. Kitab al-‘Abādilah. Kitab ini unik sekali
membahas nama-nama Abdullah dan rahasia dibalik nama-nama itu. Misal pembahasan
dalam kitab ini: Perkara yang pertama kali muncul dari hadirat Ilahi adalah
nama. Perkara yang pertama kali nampak dari huruf adalah Ba.
Sesuatu yang pertama kali nampak dari maujudat adalah jauhar (substansi).
Perkara yang pertama kali muncul dari jauhar adalah cahaya. ‘Ard (acsident)
yang pertama kali kelihatan adalah harakah (gerak). Sifat yang pertama kali
nampak dari padanya adalahal-haya (sifat malu). Ilmu yang pertama kali
diterima adalah al-‘ilm bi Allah,kemudian Allah melihat diri-Nya
dalam ilmu itu. Selanjutnya Ibnu ‘Arabi menyatakan: al-‘Ālim diambil dari
kata al-‘alāmāt. Setiap haqiqat ada alamatnya (tandanya) yang
menunjukan hakikat ketuhanan. Terhadap hakikat
itu disandarkan keberadaannya. Dan kepada-Nya pula tempat kembalinya
segala perkara.[45]
12. Kitab al-Wasāya. Kitab ini ditahqiq oleh
Muhammad ‘Izzah, dan diterbitkan oleh Penerbit al-Maktabah at-Taufîqiyyah
Mesir. Kitab ini menghimpun nasihat-nasihat Ibnu ‘Arabi bagi para murid
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Materinya sendiri berupa etika
kehidupan dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia dan alam sekitarnya.
13. Rasāil Ibnu Arabi. Kitab ini ditahqiq oleh
Muhammad Izzah dan diterbitkan serta dipublikasikan oleh penerbit yang sama
dengan Kitab al-Wasāya, al-Maktabah at-Taufiqiyyah. Kecuali
materi tasawuf dan filsafat metafisik yang dimunculkan, juga kitab
ini menguraikan spiritualitas huruf-huruf dalam bahasa Arab dan term
mistisisme Islam. Kitab ini diahiri oleh Ibnu ‘Arabi dengan penjelasan
istilah-istilah tasawuf.
14. Kitab Dīwan Ibnu ‘Arabi. Kitab ini berisi
puisi-puisi ciptaan Ibnu ‘Arabi yang berkaitan dengan berbagai permasalahan
keagamaan dan kehidupan. Kitab ini ditahqiq oleh Ahmad Hasan Bāj dan
diterbitkan oleh Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah Beirut. Sebagian besar
puisi-puisi Ibnu ‘Arabi ini telah dimuat dalam kitabnya al-Futūhāt. Begitu
sulit memahami karya sastra Ibnu ‘Arabi maka Ahmad Hasan kecuali
menahqiqnya juga ia mencoba mensyarahkannya agar gagasan yang terdapat di
dalamnya dapat dipahami oleh siapa saja yang membacanya.
15. ar-Risālah al-Wujûdiyyah. Sesuai
dengan namanya kitab ini berisi sebuah risalah yang secara spesifik menjelaskan
makna hadis “Man ‘arafa nafsahu fa qad ‘arafa rabbahu”. Dari
penjelasan hadis ini selanjutnya Ibnu Arabi mengajak kepada pembaca untuk
memahami konsep wahdat al-wujūd yang merupakan ide dasar dalam
berbagai pemikiran falsafahnya. Menjelang pembahasan akhir dalam risalah ini.
Ibnu ‘Arabi mengungkap sebuah puisi mistiknya sebagai berikut:
Aku mengenal Tuhan dengan tuhan---tanpa kurang dan tanpa cacat
Zatku adalah Zat-Nya secara haq--- tanpa ragu dan tanpa syak
Tidak ada batas antara keduanya --- Diriku menampakan yang gaib
Semenjak diriku mengenal-Nya--- dengan tidak
bercampur dan gundah
Aku sampai seperti sampainya yang dicintai --- tanpa
jauh dan dekat
Dan aku pun mendapatkan pemberian yang banyak – tanpa
harus berbuat dan tanpa usaha
Diriku tidak fana kepada-Nya – dan tidak rusak
kerinduan kepadaNya.[46]
16. Syajarah al-Kaun. Kitab ini berceritera
tentang keunikan person Muhammad dalam hubungannya dengan Allah, manusia dan
alam secara keseluruhan. Kitab ini amat menarik banyak pemerhati falsafah
Islam. Itulah sebabnya banyak orang yang mengkajinya secara serius,
misalnya Abdurahman Hasan Mahmud. Sarjana Barat yang mendalami materi ini,
antara lain A Jeffery, ia menerjemahkan kitab ini ke dalam bahasa
Inggris dengan judul “Ibnu Arabi’s Shajarāt al-Kawn”. Demikian
juga Gloton ke dalam bahasa Prancis dengan judul L’Arbre
du Monde.[47]
17. Kitab al-‘Aqlah al-Mustaufîz. Kitab ini
berisi teori fisika Ibnu ‘Arabi dan kaitannya dengan manusia, kesempurnaan
manusia, penciptaan akal pertama. Masalah ‘arasy, lauh al-mahfūzh, tingkatan
ilmu, pembicaraan malaikat, ruh, jagat raya, mu’jizat, para
nabi dan lain-lain.
18. Insyā ad-Dawāir. Kitab ini
berbicara sekitar macam-macam al-ma’dûmāt,(perkara-perkara
metafisik), tingkatan benda-benda maujūdāt, hakikat segala sesuatu
dan sebab-sebab pertumbuhan dan perkembangan ilmu.
19. at-Tadbīrāt al-Ilāhiyyah fi Islāh al-Mamlakah
al-Insāniyyah. Buku ini mengupas tentang sistem pemerintahan dalam Islam.
Agak unik memang, Ibnu ‘Arabi merupakan sosok manusia ensiklopedis. Ia mampu
membahas tasawuf dan falsafah secara mendalam, fikih dan tafsir secara mumpuni.
Demikian juga masalah teori kepemimpinan dan sistem pemerintahan, seperti yang
ia ungkapkan dalam kitab ini. Kitab ini diterbitkan oleh Penerbit ‘Alam
al-Fikr. Midan Sayyidina al-Husain al-Azhar as-Syarīf.
20. Risālah al-Akhlāq. Kitab kecil termaksud
ditahqiq oleh Hasan Abdurahman. Gagasan kitab ini menyatakan bahwa
keutamaan manusia terletak dalam akhlaknya. Pada dasarnya akhlak mazmumah
ini ada pada setiap manusia, demikian juga akhlak mahmudah. Usaha
manusia adalah bagaimana agar akhlak mahmudah itu lebih dominan dalam dirinya
sehingga dia menjadi insan kamil. Untuk dapat menempatkan akhlak mahmudah lebih
dominan dalam dirinya menurut Ibnu ‘Arabi adalah ia harus dapat mengenal dan
menguasai nafsu yang ada dalam dirinya. Nafsu-nafsu dimaksud adalah nafsu
asy-syahwāniyyah, an-nafs al-gadabiyyah dan an-nafs an-nātiqah. Selanjutnya
dalam risalah ini juga dijelaskan macam-macam akhlak dan cara-cara berlatih
agar dapat berakhlak secara baik. Akhirnya sifat-sifat manusia
sempurna yang mencakup kebaikan akhlak merupakan bahasan penutup
dalam rislah ini.
21. Aqidah fi at-Tauhīd atau ‘Aqidah ahl al-Islām.
Kitab teologis ini ditahqiq oleh Abdurahman Hasan Mahmud dan diterbitkan oleh
Maktabah ‘Ālam al-Fikr Cairo. Materinya sendiri terutama membahas tentang
masalah-masalah keyakinan meliputi apa yang wajib diyakini, bagimana cara kita
meyakini (iman) yang baik dan benar, juga apa saja hal-hal yang dapat merusak
iman.
22. al-Anwār fīma Yamnahu Sāhib al-Khalwah min Asrār li Ibn
‘Arabi. Tulisan Syaikh yang Besar ini ditahqiq oleh penahqiq yang sama
dengan yang sebelumnya Abdurahman Hasan Mahmud dan diterbitkan oleh Maktabah
‘Alam al-Fikr Cairo Mesir.
23. Tafsīr al-Qu’ran al-Karīm, terdiri dari dua
jilid. Tafsir ini menggambarkan epistemologi Ibnu ‘Arabi dalam cara memahami
kalam Tuhan. Metoda penafsiran yang ia munculkan berbeda dengan metoda yang
dipergunakan oleh mufassir lainnya. Pola penafsiran yang ia pergunakan dalam
memahami al-Qur’an merupakan rintisan awal bagi munculnya
tafsir-tafsir yang kemudian disebut tafsir sufistik. Tafsir sufistik atau
disebut juga tafsir isyari sufi merupakan pengembangan dari pemaknaan al-Qur’an
yang bersifat esoteris. Pemaknaan kalam Tuhan secara esoteris hanya dapat
diketahui oleh orang-orang yang suci hatinya. Proses pensucian hati
dimaksud caranya adalah dengan melaksanakan wajibat secara sempurna,
mendawamkan nāfilat secara baik dan melaksanakan riyadah secara istiqamah. Dan
itulah langkah-langkah yang dilakukan oleh para sufi. Tafsir Ibnu ‘Arabi inilah yang
merupakan obyek kajian penulis untuk mengungkap bagaimana sebenarnya
epistemologi Ibnu ‘Arabi dalam memahami kalam Tuhan. Karena penafsiran Ibnu
‘Arabi tidak hanya ia tuangkan dalam karya tafsirnya ini, maka karya lainnya
terutama al-Futūhāt al-Makkiyyah, penulis teliti sebagai bahan kajian
primer juga. Dan sekali-kali penafsiran beliau dalam Fusūs al-Hikam juga
akan diangkat sebagai data sekunder. Sehingga dengan bersumberkan
tiga karya primer Ibnu ‘Arabi tadi penulis berharap dapat
menggambarkan karakteristik penafsiran Ibnu ‘Arabi dalam cara memahami
kalam Tuhan.
24. Karya-karya Ibnu ‘Arabi
yang lainnya yang telah dipublikasikan oleh Maktabah ‘Alam al-Fikr
Cairo misalnya Istilāhāt as-Sūfiyyah, al-Fanā fi al-Musyāhadah, al-Yaqīn,
al-Isfār fi Natāij al-Asfār, Taflīsu Iblis, al-Qasam al-Ilāhi bi al-Ism
ar-Rabbānī, Insyā ad-Dawāir, at-Tadbîrāt al-IIāhiyyāt, Mawāqi’ an-Nujūm, al-Ba,
al-Ya, al-Alif, al-Jallālah, Ayyam as-Sya’ni, Min Ushūl al-Fiqh dan al-Isyrāf
fī al-Maqām al-Asrā.
25. Di antara karya-karya Ibnu
‘Arabi yang belum dipublikasikan, menurut Muhammad Ibrahim Muhammad Salim,
antara lain adalah Kitab “at-Tauqī’āt”. Kitab ini
merupakan kumpulan risalah-risalah Ibnu ‘Arabi. Karya yang lainnya adalah
kitab Syuzūn al-Masjūn. Kitab ini merupakan kitab yang unik
yang mengulas secara mendalam tentang rahasia-rahasia segala
ciptaan dan mengupas pula tentang ilmu pengetahuan yang konvensional. Kedua
manuskrip ini, menurut Muhammad Ibrahim Muhammad Salim, dapat dilihat di
Perpustakaan “Dār al-Kutub al-Misriyyah”.[48]
Pendekatan
penulisan karya-karya Ibnu ‘Arabi, khususnya kitab al-Futūhāt
al-Makkiyyah, seperti pengakuannya sendiri, memang berbeda dengan
pendekatan yang dipakai oleh penulis sufi yang lain. Ia merupakan
ketersingkapan (kasfy) dan didikktekan langsung oleh Tuhan. Menyangkut
pendekatan termaksud Ibnu ‘Arabi menyatakan: Kitab ini bukanlah sebuah ‘ruang’
bagi apa yang diperoleh melalui pembuktian dari kekuatan-kekuatan replektif,
tapi ‘ruang’ bagi apa yang diberikan oleh Tuhan melalui ketersingkapan.[49] Masih
dalam masalah yang sama ia mengatakan: Kitab ini tidak berbicara tentang
persoalan-persoalan yang bersifat konsideratif dan reflektif. Subyeknya
hanyalah ilmu-ilmu yang diperoleh melalui ketersingkapan yang diberikan oleh
Tuhan.[50] Bahkan ia mengaku semua kitab yang ia susun menggunakan
pendekatan yang sama dengan kitab al-Futūhāt. Secara terbuka ia
menyatakan:
Kitab-kitab
yang kami susun –kitab ini maupun kitab-kitab yang lain—tidak mengikuti alur
penyusunan biasa, ataupun sistematika yang diterapkan oleh umumnya pengarang ..
Hatiku merapat pada pintu Kehadiran Tuhan, menantikan dengan penuh harap apa
yang akan hadir ketika pintu terbuka. Hatiku miskin dan membutuhkan, tanpa ilmu
… Ketika sesuatu menampakkan diri pada hati dari balik tabir, hati segera
tunduk dan menjadi tenang dan terikat pada larangan.[51]
Berkaitan dengan kualitas karya-karya intelektual Ibnu ‘Arabi,
Syaikh Muhyiddin Fairuzzabadi, penulis kitab al-Qamus, pernah
ditanya, apakah baik membaca karangan-karangan Ibnu ‘Arabi? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, Syaikh Fairuzzabadi secara khusus
menulis sebuah buku dengan judul al-Ightibāt fi Muwālayah Ibni
al-Khayyaţ yang isinya, sebagai yang dikutip Abu Bakar Atjeh, antara
lain sebagai berikut:
Adapun Syaikh yang maha besar itu ( Ibnu ‘Arabi) dengan tidak
ragu-ragu adalah seorang ulama yang berjalan di atas jalan Allah. Ilmu dan
hasil karyanya menunjukan bahwa ia seorang mukmin yang mengadakan
sungguh-sungguh penyelidikan terhadap masalah-masalah hakekat yang nyata,
pelik, berbagai hikmah mengenai ibadah-ibadah secara mendalam. Buah tangannya
dan usaha-usahanya merupakan hasil ciptaan yang gilang gemilang, merupakan
lautan ilmu pengetahuan yang luas, yang di dalamnya penuh mutiara-mutiara yang
kilau kilauan dan indah permai untuk diketahui. Rupanya Tuhan telah
memperuntukan kurnia ilham kepada hambanya yang semacam itu untuk
dipergunakannya.[52]
Selanjutnya Syaikh Fairuzzabadi menulis; Di antara keistimewaan
Ibnu ‘Arabi ialah bahwa jika ada orang yang membaca dan menela’ah
kitab-kitabnya pasti jiwa orang itu bertambah besar, pasti ia dapat mengatasi
persoalan-persoalan yang pelik yang harus dipecahkannya. Hal semacam itu tidak
mungkin dijumpai kecuali oleh orang-orang yang dianugrahi rahmat atau karunia
ilmu yang langsung dari pada-Nya, sehingga ia peroleh kasyaf dan terbuka
matanya dari ketertutupan hijab. Ia telah menulis tidak kurang dari empat ratus
kitab, di antaranya ialah Tafsir al-Qur’an al-Karīm. Dengan tidak
ragu-ragu dapat kita katakan bahwa ia adalah seorang wali dan seorang siddiq.
Dalam rangka membela Ibnu ‘Arabi dari serangan musuh-musuhnya,
Fairuzzabadi kemudian menulis; Banyak orang-orang mencoba
mengujinya. Saya fikir, demikian Fairuzzabadi berkata, bahwa kebodohan ini akan
membawa orang itu kepada sikap menuduh Ibnu ‘Arabi munafiq, yang tidak layak
diucapkan untuk tokoh agung ini, hanya karena kurang perhatian dan
pengertian tentang kepribadiannya, dan hanya karena tidak dapat memahami
kata-kata mutiara yang diucapkannya. Orang semacam ini belum beruntung, belum
dapat mengenyam buah fikiran Ibnu ‘Arabi karena kesempitan dadanya.[53] Semoga
Allah menambah manfa’at terhadap karya-karya ilmiah Ibnu ‘Arabi untuk
pencerahan intelektual dan spiritual manusia moderen dewasa ini.
Keterarangan:
[36] Ibnu ‘Arabi, Fusūs al-Hikam, I, hal. 17.
[37] Muhammad Ibrahim, Ta’yid
as-Sūfiyyah, hal. 90.
[38] Lihat. AE. Afifi, Filsafat
Mistis Ibnu ‘Arabi, Judul Asli, Mistical Philosopy of Muhyiddin Ibnu Arabi, tr.
Syahriri Mawi dan Nandi Rahman, (Jakarta: Gaya Media Pratama, th. 1995), hal.
3.
[39] Lihat. AE. Afifi, Filsafat Mistis Ibnu ‘Arabi,
Judul Asli, Mistical Philosopy of Muhyiddin Ibnu Arabi, tr. Syahriri Mawi
dan Nandi Rahman, (Jakarta: Gaya Media Pratama, th. 1995), hal. 3
[40] Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud,
hal. 25.
[41] Ibnu ‘Arabi, Fusūs
al-Hikam, (Cairo: al-Maktabah al-Azhariyyah li at-Turaś, 1997), hal, 11.
[42] Kautsar Azhari, Wahdat
al-Wujud, hal. 28.
[43] Di antara para pensyarah kitab Fusūs
al-Hikam adalah Sadr ad-Din al-Qunawi, Muayyid ad-Din al-Junadi,
al-Jāmi, Sa’ad ad-Din al-Fargani, Dawud al-Qusaeri, al-Qasāni, Abdullah
Busnawi, Bali Afandi Sufyah, Qurah Basya Wali, al-Imam an-Nabilasi,
Sadruddin Barkah, Ruknuddin as-Sirazi, Afif ad-Din at-Tilmasi, Kamal
ad-Din az-Zamlakani, Bir Ali al-Hindi, Bayazid ar-Rūmī, Muzaffar ad-Din
as-Syirazi, Mahmud Wadadi. Khawzah Yarasa, Sayyid Ali al-Hamdani, Muhammad bin
Ali al-Qādi, Mustafa Maknawi Afandi, Amir Ali, Zia ad-Dîn
al-Isfahani, Muhammad bin Muslih at-Tibrizi, Muhammad Qutb ad-Din az-Zanbiqi.
Baca! al-Abādilah, hal. 8.
[44] Lihat! Kitab Misykāt
al-Anwār fîma ruwiya ‘an Allah subhanahu min al-Akhbar. (Mesir : Maktabah
Al-Qahirah, 1999), hal. 3.
[45] Ibnu ‘Arabi, al-Abādilah, hal.
42.
[46] Ibnu ‘Arabi, al-Risālah
al-Wujūdiyyah, (Cairo: Maktabah al-Qāhirah, tth.), hal. 13.
[47] Kautsar Azhari. Wahdat
al Wujud, hal. 28. Lihat dalam catatan kakinya, Ibnu ‘Arabi, L’Arbre
du Monde, diterjemahkan oleh M Gloton (Paris: Les Deux Oceans, 1982).
[48] Muhammad Ibrahim
Muhammad Salim, Ta’yīd as-Sûfiyyah fi al-Majmū’at al-Hātimiyyah (Maţba’ah
al-Hādisah, 1997), hal. 91.
[49] Ibnu ‘Arabi, al-Futūhāt, juz II, 389.
[50] Ibnu ‘Arabi, al-Futūhāt, juz II, hal. 389.
[51] Ibnu ‘Arabi, al-Futūhāt, juz I, hal.
59.
[52] Abu Bakar Atjeh, Wasiat
Ibnu ‘Arabi, Kupasan Hakikat dan Ma’rifat dalam Tasawuf Islam, (Jakarta:
Lembaga Penyelidikan Islam, 1976), hal. 15.
[53] Abu Bakar Atjeh, Wasiat Ibnu ‘Arabi, hal.
15.
(Dokumen Pemuda TQN Suryalaya News, sumber:
Posting Komentar
Posting Komentar